Dr Sardjono Utomo, seorang dokter senior yang juga menjabat sebagai direktur salah satu rumah sakit, mendatangi sebuah rumah sakit di Jawa Timur untuk rawat inap pada Selasa sore, 1 Desember.
Hanya dalam waktu 24 jam, ketika rekan-rekan sejawatnya menelepon rumah sakit demi rumah sakit untuk mencari ventilator di Surabaya, Dokter Sardjono dan istrinya, Sri Martini, menghembuskan nafas terakhir karena Covid-19.
Kematian mereka membunyikan alarm di Indonesia, di mana pandemi yang kian memburuk makin menekan sistem kesehatan yang tidak memadai.
Dalam 10 hari terakhir, Indonesia telah mencatat empat angka rekor kasus harian. Angka tertinggi terjadi pada 3 Desember dengan 8.369 kasus baru, sementara sejumlah media melaporkan makin banyak rumah sakit daerah yang sudah penuh.
"Sepertinya situasi kelebihan kapasitas saat ini adalah yang terburuk selama pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Halik Malik, Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia, kepada Reuters.
Pakar kesehatan masyarakat mengatakan Indonesia telah berjuang sejak Maret untuk mengendalikan pandemi. Saat ini, tercatat sebanyak 563.680 orang terinfeksi Covid-19 dan 17.479 kematian yang dikonfirmasi, ditambah hampir 70 ribu kasus yang diduga. Deretan angka tersebut menjadikan Indonesia yang mencatatkan kematian akibat virus corona yang tertinggi di Asia Tenggara, dan data menunjukkan krisis malah semakin intensif saat ini.
Di Pamekasan, Madura, di mana Dr Sardjono bekerja selama bertahun-tahun sebagai direktur rumah sakit, bahkan tidak memiliki satu pun ventilator.
Jadi ketika ahli radiologi berusia 67 tahun itu tiba di Rumah Sakit Mohammad Noer Pamekasan karena sangat membutuhkannya, dia tidak beruntung.
“Di mana-mana penuh. Dan di Pamekasan semuanya penuh,” kata dr Syaiful Hidayat, pulmonolog yang merawat dr Sardjono. "Sekarang memuncak."
Menantu laki-laki Dr Sardjono, Arif Rahman yang berusia 41 tahun, mengatakan kematian mertuanya menyoroti betapa minimnya fasilitas rumah sakit di Indonesia untuk menangani pandemi.
"Ventilator itu penting," katanya. "Di Pamekasan yang menjadi rujukan (daerah) bagi daerah lain tentu menyedihkan. Apalagi di tempat lain, seperti Surabaya yang selalu penuh."
Ketika ditanya mengapa Dr Sardjono tidak dapat menemukan ventilator, Febriadhitya Prajatara, juru bicara pemerintah Surabaya, mengatakan pihak pasien sangat terlambat mencari pertolongan dan kota tidak bisa disalahkan.
BACA JUGA: Jokowi Kecewa Penanganan Pandemi Makin MemburukKapasitas unit perawatan intensif (ICU) Pamekasan, katanya, sudah mencapai 66 persen.
Namun di seluruh Jawa, pulau terpadat di planet ini, tanda-tanda mengkhawatirkan lainnya bermunculan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, Rabu (2/12), tingkat hunian kamar isolasi di Bogor, Depok, Bekasi, dan Bandung sudah mencapai 80 persen.
Di Ibu Kota DKI Jakarta juga tak kalah memprihatinkan. LaporCOVID-19 memperingatkan pada pekan ini bahwa bangsal darurat Jakarta mengarah ke "kolaps."
Dalam membantu pasien virus corona menemukan kamar perawatan di rumah sakit dari 27-29 November, LaporCOVID-19 menghubungi unit gawat darurat di 69 rumah sakit dan menemukan bahwa 97 persen sudah terisi penuh.
"Kelebihan kapasitas ICU di rumah sakit rujukan untuk Covid-19 di beberapa daerah menunjukkan penanganan pandemi oleh pemerintah kurang serius," kata Irma Hidayana, salah satu inisiator LaporCOVID-19.
Data dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa tempat tidur isolasi di 98 rumah sakit rujukan sudah mencapai 79 persen, sedangkan tempat tidur ICU 74 persen sudah terisi per 29 November.
Satgas Covid-19, Asosiasi Rumah Sakit Nasional dan Dinas Kesehatan Jakarta, tidak memberikan data terbaru saat ditanya Reuters.
Namun, berbicara dalam jumpa pers pada Kamis (3/12), juru bicara Satgas Wiku Adisasmito, mengatakan tempat tidur di unit ICU secara nasional sudah terisi 57,97 persen per 1 Desember. Wiku mengatakan sekitar 1.315 ventilator portabel juga telah didistribusikan ke daerah-daerah.
BACA JUGA: Belanja Rendah, Jangan Berharap Kapasitas Sektor Kesehatan BaikNamun, bagi Dr Sardjono, satu dari lebih dari 180 dokter di Indonesia yang meninggal karena virus tersebut, hal itu tidak ada bedanya.
Ditanya mengapa seorang dokter senior tidak dapat menerima perawatan yang dia butuhkan, Dr Syaiful mengatakan jumlah ruang perawatan memang tidak mencukupi.
"Siapa yang ingin Anda usir?" tanyanya retoris. "Anda tidak bisa melakukan itu. Hal ini menunjukkan bahwa Covid ada di sini dan itu nyata ... Ini dapat terjadi pada siapa saja dan kami tidak memiliki cukup tempat tidur." [ah/ft]