Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menegaskan penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik bagi Warga Negara Asing (WNA) sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Dijelaskannya bahwa sejak tahun 2014, WNA dengan kriteria sudah memiliki izin tinggal tetap dan berusia lebih dari 17 tahun wajib mempunyai KTP elektronik. Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (27/2), terkait foto sebuah KTP milik WNA asal China yang bernama GC yang tinggal di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Foto ini kemudian menjadi viral di media sosial.
Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan bahwa sejak tahun 2014, sudah dicetak sebanyak 1.600 KTP elektronik bagi WNA, tetapi kegaduhan baru muncul sekarang ini, diduga karena menjelang Pilpres dan Pileg. Masih banyak pihak yang menyangka bahwa WNA tidak boleh memiliki KTP di Indonesia.
"Oleh karena itu perlu saya tegaskan sekali lagi dalam konfigurasi administrasi kependudukan di Indonesia, penduduk itu di bagi menjadi dua, yaitu WNA dan WNI. Dalam pasal 62 dan 63 diatur bahwa penduduk yang WNA dan WNI itu bila sudah 17 tahun wajib memiliki KTP elektronik. Bagi yang WNA kewajiban ini harus ditunaikan apabila WNA tersebut memiliki izin tinggal tetap, jadi sesuai pasal 63 seorang WNA berumur 17 tahun atau lebih atau belum 17 tahun tapi sudah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, maka yang bersangkutan wajib mengurus KTP elektronik," ujar Zudan.
Sementara terkait Nomor Induk Kependudukan atau NIK GC yang masuk dalam DPT di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pun, pihak KPUD setempat sudah mengklarifikasi bahwa terjadi salah input dan sudah diperbaiki.
Cegah Terulangnya Insiden, Kemendagri Beri Akses Database NIK pada KPU
Guna mencegah terulangnya insiden serupa, Kemendagri sudah memberikan akses kepada KPU untuk database NIK yang dijadikan DPT. Jadi ketika KTP elektronik yang dicurigai palsu, sebenarnya pihak KPU dapat mengecek data yang telah diberikan Kemendagri atau mengeceknya kepada kantor dinas Dukcapil yang ada di setiap daerah di seluruh Indonesia.
Ditegaskannya bahwa meskipun WNA mempunyai KTP elektronik, namun tetap tidak memiliki hak memilih dan dipilih dalam politik. Sesuai UU Pemilu, hanya WNI yang memiliki hak memilih dan dipilih.
Menurutnya warga secara cepat juga bisa mengetahui perbedaan KTP elektronik WNI dan WNA, yaitu pada kolom status perkawinan, agama dan pekerjaan; yang ditulis dengan bahasa Inggris. Masa berlaku KTP elektronik bagi WNA juga sesuai dengan masa berlaku ijin tinggal tetap yang sudah diperoleh dari pihak imigrasi, sementara KTP elektronik WNI sudah berlaku seumur hidup.
"Agar tidak terjadi lagi salah input kami sebenarnya berharap dari KPU bisa optimal menggunakan database kependudukan dari Dukcapil, tidak lagi menginput manual satu per satu, tetapi sepenuhnya karena DPT itu menjadi domainnya KPU tata kelola terkait dengan penyusunan DPS sampai dengan DPT ataupun DPT HP sepenuhnya saya serahkan kepada rekan-rekan KPU. Tugas kami adalah memberikan DP4, DAK 2, merekam KTP elektronik dan mencetak KTP elektronik, untuk DPT kami serahkan kepada KPU tata kelola nya," imbuh Zudan.
Menanggapi hal ini Komisioner KPU Hasyim Asyari kepada VOA mengatakan agar hal serupa tidak terjadi lagi, pihaknya berusaha dengan optimal memperkuat koordinasi dengan pihak Kemendagri tentang data penduduk WNA dan WNI, sehingga bisa melakukan singkronisasi data penduduk untuk memastikan bahwa yang masuk dalam DPT adalah benar-benar WNI. Ditambahkannya data WNA juga diperlukan oleh KPU agar nantinya kedepan tidak terjadi lagi saah input NIK seperti yang terjadi di Kabupaten Cianjur Jawa Barat kemarin.
"Memang utamanya itu koordinasi kan yang jadi tanggung jawab KPU adalah daftar pemilih , tanggung jawab Kemendagri adalah data penduduk, data penduduk itu bisa WNI dan WNA kan. WNA juga ada KTP nya. Maka dari itu kami harus berkoordinasi untuk mendapatkan data WNA yang punya KTP elekronik, sehingga untuk dijadikan bahan untuk mencocokan dengan nama-nama dalam DPT. Itu yang utama. Jadi tugas KPU itu memastikan bahwa didalam DPT itu yang ada hanya WNI yang paling penting. Yang kedua di TPS kan ada daftar pemilih kan DPT di tempel kan , ini kan bisa di cek kan, kemudian ada daftar hadir itu juga ada nama-namanya berdasarkan DPT tadi, itu jadi salah satu alat kontrol bahwa yang hadir adalah WNI," kata Hasyim.
Menurut Hasyim cara tersebut merupakan satu-satunya cara agar data WNI yang terdaftar dalam DPT murni hanya WNI saja.
Ketika ditanyakan apakah isu ini akan terus berkembang menjelang pileg dan pilpres, Hasyim enggan berkomentar. Dia juga menegaskan bahwa tidak ada WNA dalam DPT di KPU Cianjur karena hal tersebut murni hanya kesalahan input data saja. (gi/em)
Your browser doesn’t support HTML5