Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan proporsi masyarakat di tanah air yang telah memiliki antibodi COVID-19 mencapai 99,2 persen.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil sero survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia pada Maret lalu. Budi menjelaskan sero survei pertama telah dilakukan pada Desember lalu dengan hasil 88,6 persen masyarakat telah memiliki antibodi COVID-19.
“Sebelum lebaran mulai, kami melakukan sero survei yang kedua agar kebijakan yang pemerintah ambil untuk menghadapi lebaran ini ada basis risetnya dan bisa disampaikan bahwa kadar antibodi masyarakat Indonesia naik menjadi 99,2 persen. Artinya 99,2 persen dari populasi masyarakat Indonesia sudahmemiliki antibodi, bisa itu berasal dari vaksinasi, maupun juga dari infeksi,” ungkap Budi dalam telekonferensi pers usai Ratas Evaluasi PPKM, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (18/4).
Kenaikan jumlah masyarakat yang memiliki antibodi COVID-19, kata Budi, juga diikuti dengan kenaikan kadar atau titer antibodi corona di masing-masing individu. Pada Desember lalu, hasil kadar antibodi COVID-19 masih berada di angka 500-600. Namun, pada hasil sero survei kedua kadar antibodi COVID-19 sudah mencapai 7.000-8.000.
“Ini menunjukkan bukan hanya banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi tapi kadar antibodinya tinggi sehingga kalau nanti diserang virus, daya tahan tubuh bisa cepat menghadapinya dan mengurangi sekali risiko untuk masuk rumah sakit apalagi risiko wafat. Itu yang menyebabkan kenapa kami percaya bahwa Insya Allah Ramadan dan mudik kali ini bisa berjalan dengan lancar tanpa membawa dampak negatif kepada masyarakat kita,” jelas Budi.
Your browser doesn’t support HTML5
Meski begitu, berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo, menurutnya semua pihak diimbau untuk tetap waspada dan berhati-hati. Pasalnya pandemi COVID-19 belum berakhir dan perebakan virus corona di sejumlah negara masih menimbulkan kenaikan kasus yang cukup signifikan.
“Kita tetap harus hati-hati dan waspada, kenapa? Karena tetap banyak yang tidak kita ketahui dari virus ini dan beberapa negara tetangga, negara besar seperti China, Hong Kong itu kasusnya masih naik tinggi. Kalau kita kasus hariannya 600, Korea Selatan masih ratusan ribu,” tuturnya.
BACA JUGA: Kemenkes Waspadai Tren Kenaikan Kasus COVID-19 di Jawa-BaliMaka dari itu, katanya, penerapan protokol kesehatan terutama pemakaian masker masih harus terus dilakukan. Indonesia, katanya, tidak usah terlalu terburu-buru mengikuti berbagai pelonggaran yang sudah dilakukan oleh negara lain.
Dalam kesempatan ini, Budi juga mengatakan bahwa anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun tidak perlu melakukan tes antigen dan PCR sebagai syarat mudik. Menurutnya, hal ini berlaku bagi anak-anak di bawah 18 tahun yang sudah menerima vaksin sebanyak dua dosis. Kebijakan ini dilakukan karena anak-anak pada usia tersebut belum bisa menerima vaksin penguat atau booster COVID-19.
“Bahwa kita memang mensyaratkan booster kalau tidak mau di tes antigen atau PCR untuk mudik. Tapi booster hanya diberikan kepada masyarakat yang di atas 18 tahun. Kalau anak-anak di bawah 18 tahun gimana? Mau di-booster juga belum boleh, jadi akhirnya diputuskan oleh Bapak Presiden, anak-anak remaja kalau mau mudik belum di-booster tidak apa-apa tidak usah antigen, jadi bisa mendampingi orang tuanya untuk mudik tanpa perlu tes PCR atau antigen asal vaksinasinya sudah dua kali,” jelasnya.
Budi juga menyampaikan bahwa hingga saat ini pemerintah sudah menyuntikkan 392 juta dosis vaksin kepada 198 juta masyarakat Indonesia dalam kurun waktu 15 bulan.
Pemerintah Klaim Kondisi COVID-19 Terkendali
Dalam kesempatan yang sama, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perkembangan situasi pandemi COVID-19 di Indonesia sudah membaik. Ia menjelaskan, angka reproduksi kasus efektif di semua pulau rata-rata sudah mencapai satu.
Selain itu, angka kasus aktif COVID-19 secara nasional sudah turun ke level 60.475 dengan kasus harian yang mencapai 602. Menurutnya untuk kasus harian sudah turun 69 persen, dan kasus aktif turun 90 persen dibandingkan pada April tahun lalu.
Ia juga menambahkan untuk di Jawa-Bali kasus COVID-19 sudah turun sebesar 57 persen, sedangkan untuk kasus di luar Jawa-Bali turun 42 persen. “Kalau dilihat di luar Jawa-Bali kasus tinggi ada di Papua masih 12 ribu kasus aktif dan di Lampung 7.400, sedangkan yang lain seperti Sumatera Barat 2.500 yang lain di bawah 1.000,” ungkap Airlangga.
Airlangga juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk menghabiskan waktu liburan Idul Fitri kali ini hanya di dalam negeri saja. Menurutnya, selain untuk menggerakkan perekonomian daerah, hal ini dilakukan guna mencegah kenaikan kasus yang berasal dari pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) mengingat kasus COVID-19 di luar negeri yang masih mengalami kenaikan.
“Masyarakat juga diimbau untuk tidak bepergian ke luar negeri, karena kita ketahui di negara lain situasinya tidak sama dengan di Indonesia sehingga ada potensi penularan dari luar negeri, sehingga dengan demikian ini tentu menjadi peringatan kepada kita semua bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir. Oleh karena itu kita tetap harus waspada dan kita lihat dibeberapa negara, termasuk di Sanghai, China, itu terjadi kenaikan. Tentu kita tidak ingin kenaikan tersebut membawa virus yang nanti dibawa oleh PPLN kita ke dalam negeri,” jelasnya.
Imunitas Tidak Bertahan Lama
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan hasil sero survei yang ada tentu menggembirakan. Namun, katanya, perlu diingat bahwa imunitas baik yang diperoleh dari vaksinasi maupun dari infeksi alamiah tidak bertahan lama.
BACA JUGA: Kemenparekraf Perkirakan 48 Juta Wisatawan Nusantara akan Padati Lokasi Wisata di Hari Libur Lebaran“Namun sekali lagi hal yang perlu diingat dan disadari adalah fakta imunitas ini tidak long lasting, tidak bertahan lama, bahkan tidak lebih dari satu tahun. Artinya, adanya penurunan proteksi imunitas itu ada, terjadi baik yang dari imunisasi maupun yang dari vaksinasi sehingga adanya data seperti ini tidak boleh membuat kita euphoria. Kita tetap perlu jaga dengan perilaku prokes, dan deteksi,” ungkapnya kepada VOA.
Maka dari itu, menurutnya, literasi kepada masyarakat mengenai pentingnya vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan harus terus dilakukan. Selain itu, pemerintah juga tetap harus menggalakkan deteksi dini 3T (testing, tracing, dan treatment) agar ledakan kasus bisa dicegah. [gi/ab]