Kementerian Kesehatan RI akan membuat sistem pencatatan kesalahan tindakan medis di pusat-pusat layanan kesehatan, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit.
DENPASAR, BALI —
Kasus kesalahan tindakan medis (malpraktek) terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tetapi hingga kini Indonesia belum memiliki sistem pencatatan kesalahan medis secara nasional.
Kementerian Kesehatan berencana akan membuat sistem pencatatan kesalahan tindakan medis untuk pusat layanan kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit. Sistem pencatatan kesalahan tindakan medis diperlukan sebagai bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti dalam keterangannya usai pembukaan Konferensi Internasional Keperawatan di Sanur Bali, Jumat pagi (13/9).
Ali Ghufron Mukti mengungkapkan akibat belum adanya sistem pencatatan kesalahan tindakan medis menyebabkan tidak adanya data secara nasional mengenai jumlah kesalahan tindakan medis yang terjadi di Indonesia. Walaupun beberapa rumah sakit memiliki data, tetapi data tersebut baru sebatas dana kasus karena adanya pengaduan dari pasien dan keluarga pasien.
Menurut Ali Ghufron Mukti, sistem pencatatan kesalahan tindakan medis pada dasarnya sangat penting dalam upaya melakukan akreditasi terhadap pusat-pusat layanan kesehatan. Selain itu, sistem pencatatan kesalahan tindakan medis akan sangat berguna dalam mendukung program jaminan kesehatan nasional (JKN)
“Karena JKN itu intinya tadi sudah saya sampaikan bahwa tidak hanya akses tapi juga mutu. Mutu itu artinya mengurangi kesalahan dan meningkatkan keamanan pasien, kemudian efisiensi dan keadilan dan pemerataan, kita memang belum mencatat berapa kesalahan yang terjadi,” jelas Prof. dr. Ali Ghufron Mukti.
Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya mengakui selama ini pusat-pusat layanan kesehatan di Bali tidak melakukan pencatatan secara khusus terkait kesalahan tindakan medis, karena setiap tidakan medis yang dilakukan pasti memiliki standar prosedur. Penyidikan terhadap kesalahan prosedur juga baru dilakukan apabila ada pengaduan dari pasien atau keluarga pasien
“Jadi secara khusus, tidak ada memang pencatatan khusus bahwa ini melanggar SOP. Karena semua tindakan medis itu sudah ada SOP-nya, kita asumsikan bahwa semua tindakan itu sudah sesuai SOP, kecuali ada korban, menganggap itu tidak sesuai SOP kita buktikan,” jelas dr. Ketut Suarjaya.
Sedangkan Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia yang juga sekaligus Ketua Umum Persatuan Perawat Indonesia Dr. Dewi Irawati menyampaikan pencatatan di setiap layanan kesehatan pasti dilakukan. Masalahnya adalah pencatatan yang dilakukan masih sangat umum.
“Semua pasien pasti ada catatan pasien, tetapi yang tidak ada adalah secara spesifik, diidentifikasi dan dicatat di tempat khusus, itu yang tidak, ada juga mencatat karena ada sistem , maka ada instrumenya secara detail, aspek apa saja yang harus dicatat,” kata Dr. Dewi Irawati.
Dewi Irawati berharap rencana pengimplementasian sistem pencatatan kesalahan tindakan medis juga diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat. Sebab kualitas tenaga kesehatan yang baik akan mampu mengurangi terjadinya kesalahan tindakan medis terhadap pasien.
Kementerian Kesehatan berencana akan membuat sistem pencatatan kesalahan tindakan medis untuk pusat layanan kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit. Sistem pencatatan kesalahan tindakan medis diperlukan sebagai bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti dalam keterangannya usai pembukaan Konferensi Internasional Keperawatan di Sanur Bali, Jumat pagi (13/9).
Ali Ghufron Mukti mengungkapkan akibat belum adanya sistem pencatatan kesalahan tindakan medis menyebabkan tidak adanya data secara nasional mengenai jumlah kesalahan tindakan medis yang terjadi di Indonesia. Walaupun beberapa rumah sakit memiliki data, tetapi data tersebut baru sebatas dana kasus karena adanya pengaduan dari pasien dan keluarga pasien.
Menurut Ali Ghufron Mukti, sistem pencatatan kesalahan tindakan medis pada dasarnya sangat penting dalam upaya melakukan akreditasi terhadap pusat-pusat layanan kesehatan. Selain itu, sistem pencatatan kesalahan tindakan medis akan sangat berguna dalam mendukung program jaminan kesehatan nasional (JKN)
“Karena JKN itu intinya tadi sudah saya sampaikan bahwa tidak hanya akses tapi juga mutu. Mutu itu artinya mengurangi kesalahan dan meningkatkan keamanan pasien, kemudian efisiensi dan keadilan dan pemerataan, kita memang belum mencatat berapa kesalahan yang terjadi,” jelas Prof. dr. Ali Ghufron Mukti.
Kepala Dinas Kesehatan Bali dr. Ketut Suarjaya mengakui selama ini pusat-pusat layanan kesehatan di Bali tidak melakukan pencatatan secara khusus terkait kesalahan tindakan medis, karena setiap tidakan medis yang dilakukan pasti memiliki standar prosedur. Penyidikan terhadap kesalahan prosedur juga baru dilakukan apabila ada pengaduan dari pasien atau keluarga pasien
“Jadi secara khusus, tidak ada memang pencatatan khusus bahwa ini melanggar SOP. Karena semua tindakan medis itu sudah ada SOP-nya, kita asumsikan bahwa semua tindakan itu sudah sesuai SOP, kecuali ada korban, menganggap itu tidak sesuai SOP kita buktikan,” jelas dr. Ketut Suarjaya.
Sedangkan Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia yang juga sekaligus Ketua Umum Persatuan Perawat Indonesia Dr. Dewi Irawati menyampaikan pencatatan di setiap layanan kesehatan pasti dilakukan. Masalahnya adalah pencatatan yang dilakukan masih sangat umum.
“Semua pasien pasti ada catatan pasien, tetapi yang tidak ada adalah secara spesifik, diidentifikasi dan dicatat di tempat khusus, itu yang tidak, ada juga mencatat karena ada sistem , maka ada instrumenya secara detail, aspek apa saja yang harus dicatat,” kata Dr. Dewi Irawati.
Dewi Irawati berharap rencana pengimplementasian sistem pencatatan kesalahan tindakan medis juga diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat. Sebab kualitas tenaga kesehatan yang baik akan mampu mengurangi terjadinya kesalahan tindakan medis terhadap pasien.