Kemitraan Ekonomi Indonesia-Uni Eropa Saling Menguntungkan

  • Wella Sherlita

Pekerja pada industri garment. Kemitraan Indonesia dan Uni Eropa dinilai akan saling melengkapi, karena akan memperluas akses pasar berbagai produk masing-masing.

Berbeda dengan perjanjian dengan Tiongkok, kerjasama dagang Indonesia dan Uni Eropa bersifat saling menguntungkan dan non kompetitif.

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership – CEPA) diharapkan tidak hanya memfasilitasi perdagangan, tetapi juga memberikan nilai tambah untuk rakyat Indonesia.

Hubungan Indonesia dan Uni Eropa memang tidak bergerak secepat hubungan Indonesia dengan Asia Timur.

Namun, Indonesia dan Uni Eropa memiliki hubungan yang besar, jika dilihat dari nilai total perdagangan dan investasi, lalu lintas manusia, dan sejumlah aspek lain. Karenanya, dibutuhkan prakarsa baru yang dapat mendorong perkembangan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, serta mengurangi angka kemiskinan.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Kelompok Visi Indonesia-Uni Eropa, Profesor Djisman Simanjuntak, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, “Saya pikir posisi Indonesia ini semakin disadari oleh Eropa. Kita (Indonesia dan Eropa) punya hubungan yang sangat komplementer (saling melengkapi), karena itu jika ada prakarsa baru dalam hubungan kita, kita mengharapkan bahwa kepincangan itu dapat dihindari. Perdagangan dan investasi akan bisa berkembang dengan saling menguntungkan. Kita tidak perlu mengkuatirkan bahwa hubungan dagang ini akan njomplang (berat sebelah).”

Perjanjian Kemitraan Perdagangan Indonesia-Uni Eropa itu nanti diharapkan bersifat menyeluruh, terutama untuk bantuan kapasitas teknis dan perluasan akses pasar untuk produk Indonesia. Ditambahkan Djisman, Indonesia saat ini menerima surplus perdagangan yang besar dengan Uni Eropa sebesar 7,2 Milyar Dollar Amerika.

Lebih lanjut Djisman mengatakan, “Dalam akses pasar, kita merekomendasikan liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan investasi. Kita menganjurkan persetujuan yang ambisius, dalam arti FTA-nya mencakup 95 persen dari barang yang diperdagangkan dan 95 persen dari nilai barang yang diperdagangkan. Transisinya kita minta jangan terlalu panjang, yaitu 9 tahun.”

Beberapa waktu lalu, ada desakan dari pihak LSM untuk mengkaji ulang perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok, yang dianggap banyak merugikan pihak Indonesia. Belakangan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Radjasa, turut mengakui hal tersebut.

Saat ditanyakan, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Julian Wilson, menyatakan bahwa Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa tidak sama dengan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok, karena Eropa tidak berkompetisi di bidang yang sama dengan Indonesia. Duta Besar Wilson mengatakan, " Perjanjian ini tidak sama dengan perjanjian yang dibuat dengan Tiongkok. Uni Eropa memproduksi mesin-mesin canggih yang digunakan berbagai pabrik di Indonesia untuk memproduksi bahan tekstil atau mengolah bahan-bahan mentah bagi pasar Uni Eropa. Kerjasama ini saling mendukung dan bukan kompetisi.

Lebih lanjut Duta Besar Wilson mengatakan,"Dari segi investasi, Uni Eropa hanya menanamkan modal sebanyak 1,4 persen dari total investasinya di Asia. Dari angka sekecil ini Eropa telah menjadi investor nomor dua terbesar di Indonesia. Bayangkan jika angka ini ditambah menjadi 14 persen atau bahkan 41 persen, maka kita akan memperoleh nilai potensial yang sangat banyak."