Ketegangan Tetap Tinggi di AS selagi Monumen-monumen Konfederasi Disingkirkan

Para pekerja membongkar sebuah patung konfederasi di kota Gainesivlle, Florida (foto: dok).

Pertemuan massal warga kulit putih nasionalis bulan lalu di Charlottesville, Virginia, memicu munculnya kembali seruan-seruan di banyak negara bagian Amerika tentang perlu tidaknya menyingkirkan monumen Perang Saudara yang bagi sebagian orang terus mengingatkan akan supremasi warga kulit putih.

Ketika warga kulit putih nasionalis memrotes rencana penurunan patung seorang jenderal konfederasi dalam perang saudara berubah menjadi kekerasan di Charlottesville, Virginia, satu orang meninggal dan 19 lainnya terluka. Setelah kekerasan itu, kota-kota lain memutuskan untuk menurunkan monumen-monumen Konfederasi.

Kevin Levin seorang sejarawan independen mengatakan, "Makin banyak yang memandang monumen dan tugu peringatan ini seperti menghadapi kenyataan di mana mereka rela mengorbankan nyawa, yaitu pembentukan negara merdeka yang mempertahankan budak."

Pandangan yang disangkal oleh seorang penduduk Virginia, Ernie Williams.

"Ini bukan rasis. Tidak ada yang rasis mengenai hal itu. Ini adalah perang saudara," tandasnya.

Melalui Skype Levin mengatakan terserah kepada masyarakat secara keseluruhan untuk memutuskan apa yang ingin dilakukan terhadap monumen tersebut.

"Ketika sebagian besar monumen itu dipasang, kira-kira antara tahun 1890 dan 1940, kita hanya berbicara mengenai komunitas kulit putih di banyak kota besar dan kecil di wilayah di selatan ini," ujarnya.

Sementara perdebatan berlanjut, masing-masing pihak tetap bergairah dengan pendapat mereka.

Bruce Anderson adalah salah seorang di antaranya.

"Secara umum saya berpendapat patung Konfederasi harus diturunkan. Pasukan Union atau Serikat memenangkan perang, jadi sebagai warga negara Amerika, semua pemberontak ini harus dibuang ke tempat sampah."

Warga lainnya Thomas Arzu mengatakan, "Jika patung-patung itu diturunkan, generasi muda tidak akan memiliki konsep pemahaman apa pun mengenai apa yang ditunjukkannya dan perjuangan-perjuangan yang kita lewati."

Menurut kelompok hak asasi manusia Southern Poverty Law Center, lembaga nirlaba yang aktif dalam advokasi hukum khususnya dalam bidang hak-hak sipil dan kepentingan publik, sebuah studi baru-baru ini mengidentifikasi sekitar 1.500 simbol Konfederasi, termasuk 700 monumen dan patung.

Pekan lalu, Katedral Nasional di Washington bergabung dengan gerakan tersebut dan mengganti jendela kaca hias yang menggambarkan jenderal Konfederasi Robert E. Lee dan Thomas "Stonewall" Jackson. Para pengecam mengatakan bahwa menurunkan monumen itu seperti "menghapus sejarah."

Dalam serangkaian pesan di Twitter baru-baru ini, Presiden Donald Trump menulis, "Tidak bisa mengubah sejarah, tapi kita bisa belajar dari sejarah. Robert E Lee, Stonewall Jackson - siapa berikutnya Washington, Jefferson? Tindakan yang sangat bodoh!" Demikian cuitan Presiden Trump.

Pekan ini, Kongres yang menjadi tempat 10 patung tokoh selatan terkemuka yang terkait Konfederasi, menyetujui sebuah resolusi yang mengecam supremasi kulit putih, Neo-Nazi dan kelompok-kelompok kebencian lainnya. [my/lt]