Para delegasi dari berbagai negara di Asia menghadiri Pertemuan Dewan Anggota Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Instansi Sejenis se-Asia atau the Association of Asian Courts and Equivalent Institutions (AACC) di sebuah hotel di Surakarta, Jawa Tengah, 8-11 Agustus 2017.
Mereka akan memilih Presiden Asosiasi yang baru. Presiden ke-3 Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi sejenis se-Asia yang juga menjabat ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Arief Hidayat, mengatakan kepemimpinan Indonesia dimulai sejak tahun 2014 dan seharusnya berakhir dalam Kongres Asosiasi sebelumnya tahun 2016 lalu di Bali. Menurut Arief, Dewan Anggota Asosiasi ini memberikan mandat kepada MK Indonesia untuk memperpanjang masa kepemimpinannya hingga penyelenggaraan pertemuan pada tahun 2017 ini.
Your browser doesn’t support HTML5
“Pemilihan presiden keempat Asosiasi, ada 13 negara yang hadir saat ini dari total 16 negara. Pertemuan sebelumnya di Bali tahun lalu itu kan mengalami deadlock, akhirnya menyerahkan kembali pada Indonesia untuk melanjutkan menjabat Presiden Asosiasi MK Asia, diperpanjang satu tahun.
Tradisinya per dua tahun pemilihan presiden Asosiasi dan saat ini saya buka pertemuan ini untuk pemilihan presiden Asosiasi MK se-Asia. Saya tanyakan kembali apakah Malaysia yang dulu mengajukan diri menjadi presiden Asosiasi MK kemudian terjadi masalah internal dan terjadi deadlock pemilihan, saat ini sudah siap kembali menerima mandat itu. Delegasi MK Malaysia yang dalam bahasa Malaysia adalah Mahkamah Persekutuan, Profesor Raus, yang saat ini menjabat ketuanya, langsung menyanggupi sebagai presiden Asosiasi MK Asia berikutnya. Pada waktu informal meeting kemarin memang sudah menguat Malaysia akan terpilih. Term berikutnya setelah Malaysia, sudah ada kesediaan presiden MK Kazakhtan, periode 2 tahun berikutnya dari MK Mongolia, dan selanjutnya MK Thailand,” ujar Arief Hidayat.
Selama ini Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se–Asia sudah membentuk tiga sekretariat tetap yang tersebar di tiga negara yaitu Indonesia sebagai pusat perencanaan dan koordinasi, Korea sebagai pusat penelitian dan pengembangan, dan Turki sebagai pusat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Malaysia terpilih menjadi Presiden Asosiasi Mahkamah Konstitusi se-Asia periode 2017-2019, menggantikan Indonesia yang sudah dua tahun ditambah perpanjangan satu tahun menduduki jabatan tersebut. Juru bicara delegasi Malaysia, Mohammad Raus Sharif, mengatakan akan melanjutkan rencana dan program yang sudah ada saat kepemimpinan Indonesia dalam Asosiasi sebelumnya.
“Terima kasih untuk Indonesia, Malaysia terpilih menjadi Presiden Asosiasi yang baru untuk periode dua tahun. Kita akan terus memperbaiki apa yang sudah dilakukan selama kepemimpinan Indonesia sebagai Presiden Asosiasi ini sebelumnya selama tiga tahun. Banyak rancangan telah dibuat. Kita akan meneruskan apa yang telah dilakukan, termasuk kesepakatan Asosiasi ini menambah anggota baru,” ujar Profesor Raus.
Pertemuan kali ini dihadiri oleh delegasi dari 13 negara, yakni Indonesia, Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhtan, Korea Selatan, Malaysia, Rusia, Tajikistan, Thailand, Turki, Uzbekistan, Mongolia, Kirgistan, dan Myanmar.
Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia ini dibentuk dan dideklarasikan tahun 2010 di Jakarta dan Piagam pembentukan Asosiasi ini dikenal sebagai Deklarasi Jakarta. Presiden Asosiasi ini pertama kali adalah MK Korea tahun 2010-2012 dan dilanjutkan oleh MK Turki untuk periode 2012-2014.
Puncak kegiatan pertemuan Asosiasi MK se-Asia yang berlangsung selama tiga hari di Solo direncanakan akan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Selain pemilihan Presiden Asosiasi yang baru, pertemuan Asosiasi MK se-Asia ini juga membahas persiapan partisipasi Asosiasi dalam Konferensi Dunia Hakim Konstitusi September mendatang di Lithuania, Penandatanganan kerjasama antara Asosiasi MK se-Asia dengan Asosiasi MK se-Afrika. [ys/lt]