Ketua parlemen Sri Lanka mengatakan dia tidak dapat menerima Mahinda Rajapaksa, mantan presiden dan orang kuat negara itu, sebagai perdana menteri baru.
Karu Jayasuriya mengatakan Rajapaksa perlu membuktikan bahwa dia mendapat dukungan mayoritas di parlemen.
“Mayoritas anggota berpandangan bahwa perubahan yang dilakukan di parlemen tidak konstitusional dan bertentangan dengan tradisi,” kata Jayasuriya dalam sebuah pernyataan.
“Oleh karena itu, saya diminta oleh mayoritas anggota parlemen untuk menerima posisi sebagaimana sebelum perubahan ini. Sampai ada kelompok baru yang menunjukkan mayoritas, saya harus menerima status quo sebelum adanya perubahan,”tambahnya.
Presiden Maithripala Sirisena memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan seluruh kabinetnya bulan lalu dan menunjuk perdana menteri Rajapaksa. Keesokan harinya, Sirisena membekukan parlemen hingga 16 November. Hari Kamis (1/11), dalam sebuah langkah yang tampaknya untuk tunduk pada tekanan internasional untuk menyelesaikan krisis politik, Sirisena mengubahnya menjadi 5 November. Para analis percaya dia membekukan parlemen untuk memberikan waktu kepada Rajapaksa untuk memperoleh dukungan yang cukup agar pemerintahan bisa bertahan tanpa mosi tidak percaya.
Sirisena mengatakan dia memecat Wickremesinghe setelah seorang informan mengatakan kepada polisi bahwa seorang menteri kabinet menjadi bagian dari komplotan untuk membunuhnya. Dia tidak mengungkapkan nama menteri itu. [lt]