Kelompok oposisi Burundi menyatakan keluar dari perundingan perdamaian dengan pemerintah, yang disponsori PBB, setelah salah seorang pemimpin partai mereka ditembak mati.
Zedi Feruzi dari Partai Serikat Perdamaian dan Pembangunan dimakamkan hari Minggu (24/5), sehari setelah ia dan penjaga keamanannya ditembak mati di ibukota Bujumbura.
Ribuan anggota kelompok oposisi mengikuti rombongan yang membawa peti mati Feruzi melalui jalan-jalan kota menuju ke sebuah pemakaman Muslim.
Pemimpin kelompok oposisi lainnya, Frederick Bamvuginyumvira, mengatakan partainya tidak lagi akan melangsungkan perundingan dengan pemerintah.
“Ini mustahil. Kami telah memutuskan untuk meninggalkan perundingan karena hal itu tidak berguna. Yang paling penting sekarang adalah menghentikan aksi-aksi pembunuhan yang kita alami ini dan pembunuhan terorganisir pemimpin-pemimpin kelompok oposisi," ujarnya.
Juru bicara sebuah kelompok oposisi lainnya mengatakan tidak menjamin demonstrasi anti-pemerintah akan berlangsung damai.
Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengutuk pembunuhan Feruzi dan mendesak seluruh pihak untuk menghindari aksi kekerasan dan bekerjasama mengatasi krisis politik di negara itu.
Pemerintah Burundi telah menumpas para demonstran anti-pemerintah yang marah dengan pengumuman Presiden Pierre Nkurunziza bahwa ia ingin terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga dalam pemilu bulan depan.
Beberapa kritikus mengatakan masa jabatan ketiga itu tidak konstitusional dan melanggar aturan pembatasan dua kali masa jabatan.
Presiden Nkurunziza berkeras ia masih layak untuk bertarung lagi karena parlemen, bukan rakyat, yang memilihnya untuk masa jabatan pertama tahun 2005.
Rencananya untuk masa jabatan lima tahun ketiga telah menimbulkan krisis terburuk di Burundi sejak perjanjian perdamaian tahun 2006 mengakhiri perang saudara selama lebih dari 10 tahun.
Sikap keras pemerintah terhadap para demonstran telah menewaskan 20 orang, mendorong terjadinya kudeta yang gagal dan memaksa lebih dari 20 ribu warga Burundi meninggalkan rumah menuju ke tempat yang lebih aman di negara-negara tetangga.
Dalam perkembangan lainnya, Badan Urusan Pengungsi PBB UNHCR mengatakan wabah kolera telah menewaskan 31 pengungsi Burundi di sekitar Danau Tanganyika di Tanzania. Tiga ribu lainnya jatuh sakit. Para petugas telah mengirim air bersih dan obat-obatan kepada mereka.