Ketua Partai Komunis yang berkuasa di Vietnam, Nguyen Phu Trong, tutup usia pada Jumat (19/7) setelah menjabat posisi paling berkuasa di negara itu selama 13 tahun. Selama menjabat, Trong menyaksikan pertumbuhan ekonomi Vietnam yang cepat, tindakan keras anti-korupsi selama bertahun-tahun, dan kebijakan luar negeri yang pragmatis. Dia wafat pada usia 80 tahun.
Tugas Trong untuk sementara diserahkan kepada Presiden To Lam, politisi yang sedang naik daun di dalam partai. Lam diproyeksikan dapat lebih mengkonsolidasikan kekuasaannya jika dia diizinkan untuk mempertahankan kedua peran tersebut.
Trong meninggal pada sore hari “karena usia tua dan penyakit serius,” kata Partai Komunis dalam sebuah pernyataan di situsnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang sifat penyakitnya.
Pernyataan tersebut mengutip informasi dari tim medis Trong, yang mengatakan bahwa dia meninggal "setelah beberapa waktu sakit, meskipun dirawat dengan sepenuh hati oleh Partai, Negara, sekelompok profesor, dokter, dan pakar medis terkemuka."
BACA JUGA: Vietnam Pilih Menteri Keamanan Publik sebagai PresidenLam telah mengambil alih tugas Trong pada Kamis (18/7) ketika ketua partai itu sedang sakit. Partai tersebut sekarang harus memutuskan apakah Lam akan secara resmi ditunjuk sebagai penjabat ketua partai sampai masa jabatannya saat ini berakhir pada 2026, atau apakah partai tersebut akan memilih ketua baru sebelum itu dari dalam jajarannya.
Meskipun Vietnam secara resmi tidak memiliki penguasa tertinggi, Trong adalah tokoh paling berkuasa di negara tersebut sebagai sekretaris jenderal partai dan telah menjabat sejak 2011.
Dia mengamankan masa jabatan ketiga pada 2021 setelah peraturan yang membatasi pemegang jabatan untuk dua masa jabatan sebagai ketua partai dikesampingka. Hal itu menunjukkan kekuatan dan pengaruh politiknya yang signifikan dalam sebuah partai yang telah memerintah Vietnam bersatu selama hampir setengah abad.
Lam Berkuasa
Konsolidasi kekuasaan di bawah Lam dipandang oleh beberapa pengusaha dan analis sebagai potensi positif untuk mempercepat pengambilan keputusan di negara Asia Tenggara. Vietnam menjadi tempat investasi bagi pabrik-pabrik besar perusahaan multinasional terkemuka, termasuk Samsung Intel, Canon dan pemasok utama Apple, Foxconn.
Peralihan yang jelas pada kepemimpinan Lam “dapat meredakan ketidakstabilan politik dan pertikaian antar faksi, setidaknya dalam jangka pendek,” kata Peter Mumford, pakar Asia Tenggara di Eurasia Group, dan menekankan bahwa hal ini akan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi.
Namun sejumlah diplomat dan aktivis melihat adanya risiko tindakan keras terhadap kebebasan sipil dan kecenderungan menuju pemerintahan yang lebih autokrasi dan bergaya China jika Lam dibiarkan memusatkan lebih banyak kekuasaan yang tidak terkendali di tangannya, yang merupakan sebuah terobosan terhadap tradisi pengambilan keputusan kolegial partai tersebut.
Marxisme-Leninis
Trong menempuh pendidikan di Uni Soviet dan dianggap sebagai ideolog Marxis-Leninis. Namun ia tetap membina hubungan dengan Amerika Serikat.
Pada 2017, ia menerapkan apa yang oleh banyak orang dianggap sebagai tindakan keras gaya China terhadap korupsi, yang dikenal sebagai “tungku yang menyala-nyala”. Saat itu, ratusan pejabat diselidiki karena korupsi dan banyak yang dipaksa mundur, termasuk menteri kabinet, seorang ketua parlemen, dan dua presiden negara bagian.
Operasi itu berdampak buruk pada investasi.
BACA JUGA: Pasca Laporan Ancaman Korut, Korsel Tingkatkan Kewaspadaan TerorTrong menjadi tuan rumah bagi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping di Hanoi tahun lalu, meningkatkan hubungan dengan kedua negara meskipun ketegangan meningkat antara AS dan China.
Kedutaan Besar AS di Vietnam mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Trong adalah “pemimpin visioner yang selama beberapa dekade menjadi jembatan antara Vietnam dan Amerika Serikat,” dan memujinya karena menjadi pemimpin partai Vietnam pertama yang mengunjungi Amerika Serikat.
Partai Komunis China juga mengirimkan pesan belasungkawa kepada Vietnam, menyebutnya sebagai “Marxis yang setia” dan “kawan, saudara, dan teman yang baik,” lapor media pemerintah. [ft]