ICW, Transparency International Tolak Pembatasan Kewenangan KPK

  • Fathiyah Wardah

Kantor pusat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Kedua organisasi anti korupsi ini beranggapan KPK sudah selayaknya memiliki wewenang khusus dalam pemberantasan korupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia menolak rencana DPR yang akan merevisi pasal penyadapan dalam Undang-undang KPK.

Manajer Hukum dan Monitoring Pengadilan ICW, Emerson Yuntho mengatakan langkah ini merupakan upaya untuk melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. Menurutnya, rencana pembatasan kewenangan KPK menurut Emerson sangat berlebihan.

KPK sebagai lembaga anti-korupsi yang independen, kata Emerson, sudah selayaknya memiliki kewenangan yang khusus. Tambahnya, seharusnya semua pihak mendukung posisi KPK agar tetap kuat dalam memberantas korupsi dan bukan malah mengurangi kewenangan KPK.

Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan aparat hukum seperti Jaksa Urip Tri Gunawan dengan Arthalita Suryani dapat terungkap oleh KPK karena adanya penyadapan. Belum lagi kasus kriminalisasi pimpinan KPK yang juga terungkap melalui proses penyadapan. "Saya pikir kita akan kembali ke era kegelapan," tukas Emerson Yuntho.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Teten Masduki. Indeks persepsi korupsi Indonesia yang disusun organisasinya, selama beberapa tahun terakhir stagnan di tingkat 2,8 dalam skala 1 sampai 10. Menurutnya, untuk menaikkan indeks tersebut bagi Indonesia, salah satunya adalah harusnya ada pemberantasan korupsi yang serius oleh KPK.

Apabila rencana pengurangan kewenangan KPK dalam penyadapan tetap dilakukan, maka indeks persepsi akan korupsi Indonesia diprediksi akan turun. "Saya kira akan turun kalau yang diberantas KPK bukan korupsi," kata Teten Masduki.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin memastikan pemerintah akan tetap mendukung dan menguatkan kewenangan KPK melakukan penyadapan.

Selain itu, Kementrian Hukum dan HAM juga mendukung tetap ditiadakannya kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh KPK. "Jelas kami berada pada posisi tidak akan pernah ada pelemahan KPK yang akan dukung. Jadi, kewenangan-kewenangan khusus penyadapan ataupun tidak adanya SP3 itu harus tetap berada disitu dan kalau perlu kita fikirkan bersama-sama apa lagi yang kita lakukan untuk memperkuat KPK," ungkap Amir Syamsuddin.

Sebelumnya anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Jamil mengatakan hingga saat ini penggodokan revisi Undang-undang KPK belum memasuki tahap substansial ataupun pembentukan tim pembahasan. Tetapi, Nasir mengakui dari rancangan sederhana yang dipegangnya, ada beberapa perubahan dalam Undang-undang tersebut. Mulai dari revisi, penghapusan pasal-pasal hingga pembatasan kewenangan KPK. Salah satunya mengenai penyadapan.

Menurut Nasir, DPR menginginkan penyadapan yang dilakukan KPK harus terlebih dahulu seizin pengadilan seperti yang ada pada Undang-undang intelijen.