Komisi Informasi Pusat (KIP) mengakhiri kebungkaman negara selama 12 tahun soal kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, setelah memenangkan gugatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) atas Kementerian Sekretariat Negara.
Dalam sidang yang berlangsung di Jakarta, Senin (10/10), Ketua Majelis Komisioner Evy Trisulo dalam amar putusan meminta pemerintah segera mengumumkan hasil penyelidikan selama 2004-2005 yang dilakukan tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir kepada publik.
"Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengumunkan secara resmi hasil penyelidikan tim pencari fakta kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat," ujarnya.
"Dua, alasan Pemerintah Republik Indonesia belum mengumumkan hasil penyelidikan tim pencari fakta kasus meninggalnya Munir sebagaimana tercantum dalam penetapan kesembilan Keppres No. 111/2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta, kasus meninggalnya Munir adalah informasi wajib diumumkan untuk publik."
Evy menambahkan, kedua pihak akan menerima salinan putusan itu paling lambat tiga hari. Jika dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari tidak ada banding dari salah satu pihak bersengketa, maka putusan KIP soal kasus Munir ini telah berkekuatan hukum tetap dan wajib dilaksanakan.
Your browser doesn’t support HTML5
Sidang ini dihadiri oleh istri Munir, Suciwati, mantan anggota TPF Usman Hamid, dan sejumlah aktivis KontraS. Selain itu, hadir pula Maria Katarina Sumarsih, ibunda BR Norma Irawan atau Wawan, aktivis mahasiswa yang tewas dalam tragedi Semanggi I, November 1998.
Suciwati mengatakan, sebetulnya putusan KIP ini merupakan hal yang mestinya sudah lama dilakukan oleh pemerintah, yakni mengumumkan hasil penyelidikan TPF kasus Munir kepada publik.
"Kita minta kalau bisa presiden segera mengambil inisiatif untuk mengumumkan itu dan kemudian menindaklanjuti. Sekali lagi segera tidak hanya diumumkan tapi juga segera dituntaskan. Apakah ada tim investigasi atau pengadilan lagi, saya pikir itu penting untuk segera tuntas kasus Munir," ujarnya.
Suciwati mengatakan kasus terbunuhnya Munir adalah kasus yang sudah terang benderang. Dia mencontohkan dalam wawancara dengan Alan Nair, mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) A.M. Hendropriyono sudah mengakui dia bertanggung jawab atas kematian Munir pada 7 September 2004 karena dia waktu itu menjabat kepala BIN.
Munir meninggal diracun dalam penerbangan dari Singapura menuju Belanda. Setelah diotopsi, diketahui dia mengembuskan napas terakhir akibat kandungan arsenik melebihi batas normal dalam tubuhnya.
Koordinator KontraS Haris Azhar menyatakan pihaknya ingin hasil investigasi TPF kasus Munir segera dibuka karena ada kemungkinan banyak pihak terlibat dalam pembunuhan pendiri KontraS tersebut.
"Kalau pasca putusan KIP, pemerintah tidak mengumumkan hasil TPF, saya bisa bilang pemerintahan hari ini adalah pemerintah yang mendukung terhadap pembunuhan Munir," ujarnya.
Dalam argumennya, Kementerian Sekretariat Negara mengaku tidak memiliki dokumen hasil investigasi TPF kasus Munir. Jika itu benar, menurut Haris, harus segera diusut lantaran negara dianggap lalai dalam mengurus administrasi publik. [hd]