Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) Haris Azhar pekan lalu membuat gerah banyak petinggi negeri, setelah mengunggah tulisan di media sosial soal keterlibatan aparat penegak hukum dalam bisnis narkoba di tanah air. Haris Azhar menemui terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman di LP Nusakambangan dua tahun lalu.
Dalam pertemuan itu Freddy Budiman - ujar Haris Azhar - mengatakan ada sejumlah oknum di Kepolisian, Badan Narkotika Nasional, dan Tentara Nasional Indonesia terlibat dalam bisnis narkoba yang dijalankannya.
Freddy Budiman dan ketiga terpidana mati kasus narkoba lainnya telah dieksekusi akhir bulan lalu di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Tulisan Haris Azhar yang berisi pengakuan Freddy Budiman itu membuat tiga lembaga hukum yang disebut-sebut akhirnya melaporkan Haris Azhar ke polisi dengan tudingan pencemaran nama baik institusi. Aturan hukum yang dijadikan landasan pengaduan adalah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Praktisi Hukum, Todung Mulya Lubis memuji keberanian Haris Azhar dan menyamakan dia dengan mendiang pegiat hak asasi manusia Munir. Seraya menghela napas, Todung berharap Haris Azhar tidak bernasib sama seperti Munir, yang meregang nyawa karena dibunuh.
Mengingat pengakuan Freddy Budiman yang disebarluaskan Haris Azhar menyangkut kepentingan publik, Todung menilai Haris Azhar tidak pantas dipidanakan.
"Dia seharusnya dilindungi, dia bukan diproses, dia bukan dikriminalisasi. Kalau dia dikriminalisasi, tidak akan ada yang berani membongkar kasus semacam ini. Saya minta kepada Presiden, kepada Kapolri, bentuk saja tim independen yang akan menginvestigasi kasus ini," ungkap Todung.
Sementara itu, Asfinawati, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menjelaskan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti kejahatan Transnasional Terorganisir lewat Undang-undang nomor 5 Tahun 2009 . Pasal 18 ayat 27 konvensi itu menyebut soal bantuan timbal balik, termasuk perlindungan saksi atau pelapor.
Asfinawati menambahkan kejahatan narkoba yang dilakukan mendiang Freddy Budiman bersifat lintas batas. Karena itu, ada kepentingan negara lain sama dengan kepentingan Indonesia, sehingga perlindungan terhadap Haris Azhar sebagai pengungkap harus dilakukan.
Asfinawati mengatakan tulisan Haris Azhar soal testimony Freddy Budiman merupakan bagian dari kebebasan berpendapat, yang tidak bisa dikurangi kecuali untuk menghormati hak atau nama baik orang lain.
"Pertanyaannya, apakah Haris menyebutkan individu-individu tertentu? Tidak. Apakah ada nama baik mafia narkoba harus dilindungi di atas kepentingan publik untuk tidak mengkonsumsi narkoba secara gampang? Menurut saya, hanya orang gila mengatakan kepentingan mafia harus didahulukan daripada kepentingan publik," ujar Asfinawati.
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Ganjar Bondan Laksmana mengatakan pengakuan Freddy Budiman yang ditulis Haris Azhar seharusnya bisa jadi sarana penegak hukum untuk menggali informasi.
"Kalau pihak tertentu langsung melaporkan Haris Azhar atau Freddy Budiman, ini salah oper bola. Yang harus dilakukan pertama kali adalah mencari tahu apa yang disampaikan Bung Haris Azhar. Stop pertama mendudukkan Haris Azhar sebagai orang dimintai keterangan karena dia mengungkapkan," kata Ganjar.
Tulisan Koordinator Kontras Haris Azhar tentang cerita bandar narkoba Freddy Budiman yang menyebut keterlibatan oknum polisi, BNN dan TNI dalam bisnis narkoba berbuntut panjang.
Selasa pekan lalu, tiga institusi yaitu Polri, TNI dan BNN melaporkan Koordinator Kontras Haris Azhar ke Badan Rerserse Kriminal Mabes Polri karena dianggap telah melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik ketiga institusi tersebut. [fw/em]