Koalisi Anti-ISIS Tingkatkan Tekanan terhadap Ekstremis

Seorang anggota unit Kontra Terorisme Irak (CTS) memperlihatkan bendera militan Islamic State saat ia merayakan kemenangan di Kota Tua Mosul, Irak, 9 Juli 2017 (foto: REUTERS/Alaa Al-Marjani)

Para pejabat Amerika dan puluhan mitra global mereka mengakhiri pertemuan tiga hari pada pekan ini untuk membahas cara-cara mengintensifkan tekanan global terhadap militan ISIS.

Para wakil dari 72 negara anggota koalisi anti-ISIS berkumpul di Washington pekan ini, hanya beberapa hari setelah Irak menyatakan kemenangannya atas kelompok ekstremis itu di Mosul setelah pertempuran selama berbulan-bulan.

Pasukan koalisi juga mencapai kemajuan dalam menghadapi kelompok teror itu di Raqqa, markas utama ISIS di Suriah. Para pakar kini berupaya menyusun rencana setelah pertempuran, untuk membangun kembali dan menstabilkan daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai militan.

Irak telah menyatakan kemenangannya atas ISIS, dengan membebaskan kota Mosul dari cengkeraman kelompok teror itu pada hari Minggu lalu.

Pekan ini, para anggota koalisi anti-ISIS menjajaki cara-cara untuk mengenyahkan kelompok militan ekstremis itu dari seluruh wilayah Irak dan Suriah. Perang secara keseluruhan masih jauh dari usai.

Brett McGurk, utusan Amerika untuk koalisi global anti-ISIS, mengatakan,

"Jika Anda memikirkan dalam tahapan-tahapan, jika kita berada di tahap 1, kami ingin mengalahkan ISIS, memastikan mereka tidak lagi menguasai teritori, dan bukan lagi ancaman bagi kita.

Mengalahkan ISIS dan meredakan perang saudara secara keseluruhan, dan ini melalui pengaturan gencatan senjata, menyelesaikan konflik di daerah-daerah, agar kita nantinya dapat memulai proses yang sungguh-sungguh kredibel untuk benar-benar mencapai penyelesaian politik.”

Prioritas selanjutnya adalah menstabilkan daerah-daerah yang dibebaskan, dan memberi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah tersebut.

McGurk menambahkan,

"Tujuan dasar kita adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan penduduk setempat dari daerah-daerah yang bebas dari kontrol ISIS untuk memulihkan kembali kehidupan ke komunitas tersebut dan membuat orang-orang yang mengungsi di dalam negeri secara sukarela kembali ke tempat tinggal mereka.”

Para pakar menyatakan lebih banyak lagi sumberdaya yang diperlukan untuk membendung arus militan dari luar negeri dan untuk menangkis propaganda ekstremis.

Jasmine El-Gamal dari lembaga kajian Atlantic Council mengemukakan,

"Kita akan lebih banyak bertindak dengan cara-cara nontradisional, seperti memerangi mereka di Internet, melalui media sosial, menambah sumberdaya untuk meningkatkan kemampuan penegakan hukum, untuk mencegah serangan-serangan teror oleh pelaku tunggal.”

McGurk dan para pejabat senior lain yang terlibat dalam pertemuan itu menyatakan, pertempuran di Irak dan Suriah tidak terpengaruh oleh krisis diplomatik yang telah memecah belah negara-negara di Arab sejak awal Juni, sewaktu Arab Saudi dan negara-negara lainnya memutuskan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Qatar.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir menganggap Qatar telah mendanai ekstremisme. Mereka ingin pihak berwenang di Qatar untuk mengurangi hubungannya dengan Iran, musuh utama Arab Saudi di Timur Tengah.

Qatar telah menolak tuntutan negara-negara tetangganya dan membantah mendukung terorisme dengan cara apapun. Kelima negara Arab ini sama-sama menjadi anggota koalisi global anti-ISIS.

Amerika Kamis menyatakan akan mengirim tambahan bantuan kemanusiaan senilai 119 juta dolar untuk Irak. Jumlah bantuan Amerika untuk Irak sejak 2014 kini telah melebihi 1,4 miliar dolar. [uh/ab]