Protes-protes yang terjadi di Turki menyoroti perpecahan yang berakar sampai 1920an, ketika Mustafa Kemal Ataturk membentuk republik sekuler.
ISTANBUL —
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan berdiri di depan para pendukung setianya yang melambaikan bendera-bendera Turki, menyerukan "Allahu Akbar," atau Allah Maha Besar, dan memanggil nama-nama penyair Ottoman yang saleh dalam mengecam warga lain yang menantang kekuasaannya.
Di seluruh Istanbul, bendera-bendera yang sama, bulan sabit dan bintang berwarna putih dengan latar belakang merah, juga dilambaikan, namun mereka memproklamirkan apa yang oleh beberapa pengkritik Erdogan sebagai Turki yang berbeda.
Kerusuhan dan demonstrasi telah menyoroti perpecahan pada masyarakat Turki yang berawal pada 1920an ketika Mustafa Kemal Ataturk membentuk republik sekuler dari reruntuhan teokrasi Ottoman.
Ia melarang identitas Islam tampil di kehidupan publik, menggantikan huruf Arab dengan aksara Latin dan mendorong penggunaan pakaian ala Barat serta hak-hak perempuan.
Apa yang muncul kemudian adalah kohabitasi yang terkadang tidak mudah dari apa yang beberapa orang sebut "Turki Putih," elit sekuler yang berkiblat ke Barat, dan "Turki Hitam" -- penduduk yang lebih konservatif dan religius yang sebagian besar jauh dari kekuasaan negara dan diawasi dengan penuh kekhawatiran oleh para jenderal yang sejak lama dianggap sebagai penjaga sekularisme.
"Saya terkejut melihat para kerumunan itu membawa bendera nasional Turki," ujar Ugur Genc, 42, yang berdiri di alun-alun Istanbul yang telah menjadi pusat demonstrasi. "Kami juga membawa bendera nasional yang sama, namun kami berbeda."
Pada barikade di dekatnya ada seorang perempuan bertopi merah bertuliskan "Ini Republik Saya" dan memakai kaus bergambar wajah Ataturk. Ia melihat konstitusi sekuler Turki sedang terancam para pendukung Erdogan yang lebih religius.
Bendera Turki tersebut, telah menjadi titik demonstrasi bagi kedua belah pihak yang mengklaim republik untuk tujuan mereka.
Erdogan menyangkal kekuatan-kekuatan yang melawannya, terutama mereka yang bentrok dengan polisi di jalanan dalam sepekan terakhir, mewakili masyarakat Turki yang sesungguhnya.
"Tidakkah mereka yang berkumpul di bandar udara Istanbul dalam dua jam, di Adana, Mersin, dan di sini di Ankara, adalah masyarakat juga?" tanyanya dalam salah satu dari enam pertemuan yang ia adakan Minggu (9/6).
Keberatan Erdogan disuarakan oleh para pendukungnya.
"Saya cinta negara saya," ujar seorang perempuan bernama Zeynep. "Kami tidak akan membiarkan segerombolan penjarah membajak negara dan bendera kami."
Para pendukung Erdogan juga membawa beberapa potret dan spanduk dengan gambar Ataturk.
Erdogan, yang barangkali masuk ke dalam kategori "Turki Hitam," mengukir sejarah pada 2002 ketika ia membawa partai baru, yang menggabungkan kelompok Islamis, liberal dan nasionalis, ke puncak kekuasaan. TIdak sabar dengan partai-partai sekularis tradisional yang "cengeng", para pemilih menyambut rencana-rencananya untuk reformasi sosial dan penolakan Islam politik.
Hanya tiga tahun kemudian, ia terjebak kecintaannya atas kata-kata, dipenjara karena membawakan puisi dari seorang nasionalis Turki yang dianggap menghasut dan menimbulkan kebencian agama. "Mesjid-mesjid adalah barak-barak kami, kubah adalah helm kami, menara adalah bayonet kami."
Para pemrotes di Alun-Alun Taksim dan di beberapa kota lainnya di seluruh Turki yakin bahwa tiga kemenangan pemilihan umum kemudian, gaya keras Erdogan yang dicintai para pemilihnya telah berubah menjadi intoleransi dengan tantangan di dalam atau di luar partai AKP-nya.
Erdogan menyangkal ada niat untuk mengubah republik sekuler itu dan memberlakukan hukum Islam.
Mengarah ke Timur
"Saya tidak dapat memuji kekejaman, saya tidak dapat mencintai hal yang keji," ujar Erdogan pada pendukungnya, mengutip Mehmet Akif, penyair Ottoman yang menulis lagu kebangsaan Turki, namun kemudian meninggalkan Turki di bawah Attaturk karena tidak senang dengan konstitusi sekulernya.
"Saya musuh mereka yang berperilaku salah, namun saya mencintai mereka yang ditindas."
Demonstrasi-demonstrasi menghimpun koalisi yang tak disangka: Pendukung Kemal dan aktivis-aktivis suku Kurdi, kelompok liberal dan sayap kiri, serikat buruh dan aktivis hak gay, yang barangkali merupakan tulang punggung dari masyarakat sipil yang baru. Dengan cara-cara yang Erdogan sendiri barangkali tidak mengantisipasinya dan jelas tidak menyetujuinya, ia telah membangkitkan generasi-generasi yang kritis terhadap apa yang mereka lihat sebagai campur tangan negara dalam kehidupan mereka.
Kafe-kafe dilarang menyajikan anggur di meja-meja di pinggir jalan, pembatasan-pembatasan baru terhadap penjualan alkohol telah diperkenalkan, dengan alasan menjaga kesehatan rakyat, tapi para kritikus mengatakan hal itu terkait larangan agama.
Beberapa pihak melihat perubahan wajah Turki pada hal-hal lain. Perempuan yang memakai kerudung, yang dulu dilarang di kantor-kantor pemerintahan, sekarang terlihat di universitas-universitas dan bahkan istana presiden. Istri Erdogan sendiri memakai jilbab, dan pernyataan-pernyataan Erdogan terhadap peran perempuan memperlihatkan ia memiliki pandangan tradisional.
Namun banyak pendukung Erdogan melihat perubahan-perubahan ini sebagai pembebasan.
Ketika Erdogan mengutip penyair Akif mengenai kecintaannya terhadap mereka yang "tertindas," ia berbicara antara lain mengenai para perempuan yang di masa lalu tidak boleh kuliah karena berjilbab. "Pelaku yang salah", musuhnya, mengacu pada pemerintahan sebelum Erdogan yang dianggap menolak nilai-nilai tradisional Turki.
Untuk banyak anggota kelas menengah Turki yang tumbuh di tengah republik sekuler, kata-kata Erdogan dan pesannya menunjukkan tanah yang asing, Turki yang berkiblat ke Timur Tengah daripada Eropa.
"Saya menghormati saudara-saudara saya di Sarajevo, Baku, Beirut, Damaskus, Gaza, Mekkah dan Madinah," ujar Erdogan.
Banyak di antara para demonstran di Taksim dan di seluruh negeri cukup muda untuk hanya mengenal Erdogan sebagai perrdana menteri mereka. Ia dapat beralasan anak-anak muda ini terlalu hijau untuk memahami skala reformasi-reformasi yang dilakukannya.
Dalam periode-periode pertamanya, ia membuka perbincangan dengan Uni Eropa, memperluas hak-hak minoritas, melarang penyiksaan, danmenunjukkan keberanian dengan mengusahakan penghentian pemberontakan suku Kurdi yang telah menewaskan 40.000 orang. Ia mendapat restu dari kelompok liberal, sekuler dan religius sekaligus.
Pencapaian terbesarnya barangkali mengendalikan, sesuai dengan persyaratan UE, militer yang telah menumbangkan empat pemerintahan dalam empat dekade, meski kelompok skeptis yang tidak akan pernah memercayai Erdogan mengatakan bahwa hal itu dilakukan bukan atas nama demokrasi namun untuk menghilangkan kendala terhadap Islam politik.
Ekonomi telah melesat dan pendapatan per kapita naik tiga kali lipat.
Erdogan, tumbuh di distrik Kasimpasa yang keras di Istanbul, jauh dari dunia usaha besar, jelas sekarang melihat kemunafikan para pengusaha berpengaruh yang tidak mengacuhkannya.
"Jika seorang manajer umum sebuah bank mengklaim berpihak pada pengacau-pengacau ini, ia akan berseberangan dengan kami. Mereka yang telah datang dan mengatakan pada kami bahwa mereka telah lima kali lipat lebih kaya pada masa jabatan kami sekarang berpindah sisi."
Perubahan Tempat
Beberapa orang di Alun-Alun Taksim berpendapat bahwa apa yang mereka saksikan adalah pembalasan dendam atas pembatasan agama di masa lalu.
"Perdana menteri mengatakan kami provokator, tapi provokator sesungguhnya adalah dia," ujar Ece Simsek, 17. "Ia menggunakan agama untuk memprovokasi orang. Ia membatasi agama menjadi apakah kita memakai rok mini atau jilbab, dan itu salah."
Partai-partai Islamis telah berulangkali dilarang, dan pada 1997 pemerintahan pertama yang dipimpin kelompok Islamis dikudeta oleh angkatan darat.
"Saya telah berkecimpung dalam politik selama 40 tahun," ujar Bulent Arinc, wakil perdana menteri dan salah satu korban kudeta itu.
"Saya sudah merasakan ditendang ke sana ke mari, diabaikan; istri saya, saya sendiri, gaya hidup saya, dan pendapat-pendapat saya. Tapi kami tidak berniat bertempur. Kami mencari solusi dalam demokrasi."
Para pengkritik Erdogan mengatakan demokrasi sedang dibalikkan.
Investigasi terhadap plot-plot dugaan kudeta melawan Erdogan menyebar, berujung pada penahanan ratusan jenderal papan atas, para intelektual dan jurnalis. Minggu lalu, terlihat sekali pemerintah mengatur pemberitaan karena tujuh surat kabar memasang judul utama yang sama persis yang memuji cara Erdogan menghadapi para pemrotes.
Beberapa kritikus mengatakan perubahan besar dalam AKP setelah pemilihan umum 2010 membuat Erdogan mendapat rekor suara 51 persen.
Mantan wakil AKP Suat Kiniklioglu mengatakan ada pembersihan kelompok liberal dan sentris di parlemen pada 2011.
"Banyak yang kritis dalam pembentukan persepsi bahwa partai bergerak ke arah tengah pada 2007 kemudian dikeluarkan," tulisnya dalam harian Zaman. Para eksekutif yang berbuat serupa dibersihkan pada 2012.
Meski drama dan retorika pada beberapa minggu ini berbicara mengenai "dua Turki," masa jabatan Erdogan selama 10 tahun telah menyamarkan konflik mengenai Turki Hitam dan Putih.
"Istilah-istilah itu tidak terlalu signifikan sekarang," ujar Cengiz Candar, seorang jurnalis yang telah mengikuti karir Erdogan. "Kulit Erdogan telah lebih cerah sekarang."
Hal itu berarti bahwa Erdogan telah berhasil mematahkan pegangan terhadap elit lama, dari militer ke pengadilan, dan membangun basis kekuatan sendiri dengan semua prerogatif penguasa. Salah satu hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat di wilayah AKP. Kemakmuran telah didistribusikan ulang.
"Erdogan melepaskan potensi pedesaan populis yang dalam kurang dari 10 tahun telah menggantikan kroni-kroni pemerintahan lama," ujar penulis Alev Alatli.
Elit baru ini sekarang membangun rumah-rumah megah dan mendatangi toko serta hotel yang dulu didatangi oleh elit lama. Mereka mengklaim tempat-tempat di sekolah-sekolah papan atas, dan mengirim anak-anak mereka ke universitas-universitas di Amerika Serikat.
Akif melihat sebuah Turki pada era akhir Ottoman yang terlalu terpukau dengan dunia Barat. Erdogan, sebagai pengagumnya, menyetir jalan halus untuk memperbaiki apa yang dilihatnya sebagai warisan budaya Islam yang terabaikan seraya mengakomodasi tradisi-tradisi sekuler.
Lebih banyak cacian akan muncul sebelum Turki menemukan keseimbangan tersebut. More ructions could follow before Turkey finds that balance. (Reuters)
Kerusuhan dan demonstrasi telah menyoroti perpecahan pada masyarakat Turki yang berawal pada 1920an ketika Mustafa Kemal Ataturk membentuk republik sekuler dari reruntuhan teokrasi Ottoman.
Ia melarang identitas Islam tampil di kehidupan publik, menggantikan huruf Arab dengan aksara Latin dan mendorong penggunaan pakaian ala Barat serta hak-hak perempuan.
Apa yang muncul kemudian adalah kohabitasi yang terkadang tidak mudah dari apa yang beberapa orang sebut "Turki Putih," elit sekuler yang berkiblat ke Barat, dan "Turki Hitam" -- penduduk yang lebih konservatif dan religius yang sebagian besar jauh dari kekuasaan negara dan diawasi dengan penuh kekhawatiran oleh para jenderal yang sejak lama dianggap sebagai penjaga sekularisme.
"Saya terkejut melihat para kerumunan itu membawa bendera nasional Turki," ujar Ugur Genc, 42, yang berdiri di alun-alun Istanbul yang telah menjadi pusat demonstrasi. "Kami juga membawa bendera nasional yang sama, namun kami berbeda."
Pada barikade di dekatnya ada seorang perempuan bertopi merah bertuliskan "Ini Republik Saya" dan memakai kaus bergambar wajah Ataturk. Ia melihat konstitusi sekuler Turki sedang terancam para pendukung Erdogan yang lebih religius.
Bendera Turki tersebut, telah menjadi titik demonstrasi bagi kedua belah pihak yang mengklaim republik untuk tujuan mereka.
Erdogan menyangkal kekuatan-kekuatan yang melawannya, terutama mereka yang bentrok dengan polisi di jalanan dalam sepekan terakhir, mewakili masyarakat Turki yang sesungguhnya.
Keberatan Erdogan disuarakan oleh para pendukungnya.
"Saya cinta negara saya," ujar seorang perempuan bernama Zeynep. "Kami tidak akan membiarkan segerombolan penjarah membajak negara dan bendera kami."
Para pendukung Erdogan juga membawa beberapa potret dan spanduk dengan gambar Ataturk.
Erdogan, yang barangkali masuk ke dalam kategori "Turki Hitam," mengukir sejarah pada 2002 ketika ia membawa partai baru, yang menggabungkan kelompok Islamis, liberal dan nasionalis, ke puncak kekuasaan. TIdak sabar dengan partai-partai sekularis tradisional yang "cengeng", para pemilih menyambut rencana-rencananya untuk reformasi sosial dan penolakan Islam politik.
Hanya tiga tahun kemudian, ia terjebak kecintaannya atas kata-kata, dipenjara karena membawakan puisi dari seorang nasionalis Turki yang dianggap menghasut dan menimbulkan kebencian agama. "Mesjid-mesjid adalah barak-barak kami, kubah adalah helm kami, menara adalah bayonet kami."
Para pemrotes di Alun-Alun Taksim dan di beberapa kota lainnya di seluruh Turki yakin bahwa tiga kemenangan pemilihan umum kemudian, gaya keras Erdogan yang dicintai para pemilihnya telah berubah menjadi intoleransi dengan tantangan di dalam atau di luar partai AKP-nya.
Erdogan menyangkal ada niat untuk mengubah republik sekuler itu dan memberlakukan hukum Islam.
Mengarah ke Timur
"Saya tidak dapat memuji kekejaman, saya tidak dapat mencintai hal yang keji," ujar Erdogan pada pendukungnya, mengutip Mehmet Akif, penyair Ottoman yang menulis lagu kebangsaan Turki, namun kemudian meninggalkan Turki di bawah Attaturk karena tidak senang dengan konstitusi sekulernya.
"Saya musuh mereka yang berperilaku salah, namun saya mencintai mereka yang ditindas."
Demonstrasi-demonstrasi menghimpun koalisi yang tak disangka: Pendukung Kemal dan aktivis-aktivis suku Kurdi, kelompok liberal dan sayap kiri, serikat buruh dan aktivis hak gay, yang barangkali merupakan tulang punggung dari masyarakat sipil yang baru. Dengan cara-cara yang Erdogan sendiri barangkali tidak mengantisipasinya dan jelas tidak menyetujuinya, ia telah membangkitkan generasi-generasi yang kritis terhadap apa yang mereka lihat sebagai campur tangan negara dalam kehidupan mereka.
Kafe-kafe dilarang menyajikan anggur di meja-meja di pinggir jalan, pembatasan-pembatasan baru terhadap penjualan alkohol telah diperkenalkan, dengan alasan menjaga kesehatan rakyat, tapi para kritikus mengatakan hal itu terkait larangan agama.
Namun banyak pendukung Erdogan melihat perubahan-perubahan ini sebagai pembebasan.
Ketika Erdogan mengutip penyair Akif mengenai kecintaannya terhadap mereka yang "tertindas," ia berbicara antara lain mengenai para perempuan yang di masa lalu tidak boleh kuliah karena berjilbab. "Pelaku yang salah", musuhnya, mengacu pada pemerintahan sebelum Erdogan yang dianggap menolak nilai-nilai tradisional Turki.
Untuk banyak anggota kelas menengah Turki yang tumbuh di tengah republik sekuler, kata-kata Erdogan dan pesannya menunjukkan tanah yang asing, Turki yang berkiblat ke Timur Tengah daripada Eropa.
"Saya menghormati saudara-saudara saya di Sarajevo, Baku, Beirut, Damaskus, Gaza, Mekkah dan Madinah," ujar Erdogan.
Dalam periode-periode pertamanya, ia membuka perbincangan dengan Uni Eropa, memperluas hak-hak minoritas, melarang penyiksaan, danmenunjukkan keberanian dengan mengusahakan penghentian pemberontakan suku Kurdi yang telah menewaskan 40.000 orang. Ia mendapat restu dari kelompok liberal, sekuler dan religius sekaligus.
Pencapaian terbesarnya barangkali mengendalikan, sesuai dengan persyaratan UE, militer yang telah menumbangkan empat pemerintahan dalam empat dekade, meski kelompok skeptis yang tidak akan pernah memercayai Erdogan mengatakan bahwa hal itu dilakukan bukan atas nama demokrasi namun untuk menghilangkan kendala terhadap Islam politik.
Ekonomi telah melesat dan pendapatan per kapita naik tiga kali lipat.
Erdogan, tumbuh di distrik Kasimpasa yang keras di Istanbul, jauh dari dunia usaha besar, jelas sekarang melihat kemunafikan para pengusaha berpengaruh yang tidak mengacuhkannya.
"Jika seorang manajer umum sebuah bank mengklaim berpihak pada pengacau-pengacau ini, ia akan berseberangan dengan kami. Mereka yang telah datang dan mengatakan pada kami bahwa mereka telah lima kali lipat lebih kaya pada masa jabatan kami sekarang berpindah sisi."
Perubahan Tempat
Beberapa orang di Alun-Alun Taksim berpendapat bahwa apa yang mereka saksikan adalah pembalasan dendam atas pembatasan agama di masa lalu.
"Perdana menteri mengatakan kami provokator, tapi provokator sesungguhnya adalah dia," ujar Ece Simsek, 17. "Ia menggunakan agama untuk memprovokasi orang. Ia membatasi agama menjadi apakah kita memakai rok mini atau jilbab, dan itu salah."
Partai-partai Islamis telah berulangkali dilarang, dan pada 1997 pemerintahan pertama yang dipimpin kelompok Islamis dikudeta oleh angkatan darat.
"Saya telah berkecimpung dalam politik selama 40 tahun," ujar Bulent Arinc, wakil perdana menteri dan salah satu korban kudeta itu.
"Saya sudah merasakan ditendang ke sana ke mari, diabaikan; istri saya, saya sendiri, gaya hidup saya, dan pendapat-pendapat saya. Tapi kami tidak berniat bertempur. Kami mencari solusi dalam demokrasi."
Para pengkritik Erdogan mengatakan demokrasi sedang dibalikkan.
Investigasi terhadap plot-plot dugaan kudeta melawan Erdogan menyebar, berujung pada penahanan ratusan jenderal papan atas, para intelektual dan jurnalis. Minggu lalu, terlihat sekali pemerintah mengatur pemberitaan karena tujuh surat kabar memasang judul utama yang sama persis yang memuji cara Erdogan menghadapi para pemrotes.
Beberapa kritikus mengatakan perubahan besar dalam AKP setelah pemilihan umum 2010 membuat Erdogan mendapat rekor suara 51 persen.
Mantan wakil AKP Suat Kiniklioglu mengatakan ada pembersihan kelompok liberal dan sentris di parlemen pada 2011.
"Banyak yang kritis dalam pembentukan persepsi bahwa partai bergerak ke arah tengah pada 2007 kemudian dikeluarkan," tulisnya dalam harian Zaman. Para eksekutif yang berbuat serupa dibersihkan pada 2012.
Meski drama dan retorika pada beberapa minggu ini berbicara mengenai "dua Turki," masa jabatan Erdogan selama 10 tahun telah menyamarkan konflik mengenai Turki Hitam dan Putih.
"Istilah-istilah itu tidak terlalu signifikan sekarang," ujar Cengiz Candar, seorang jurnalis yang telah mengikuti karir Erdogan. "Kulit Erdogan telah lebih cerah sekarang."
Hal itu berarti bahwa Erdogan telah berhasil mematahkan pegangan terhadap elit lama, dari militer ke pengadilan, dan membangun basis kekuatan sendiri dengan semua prerogatif penguasa. Salah satu hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat di wilayah AKP. Kemakmuran telah didistribusikan ulang.
"Erdogan melepaskan potensi pedesaan populis yang dalam kurang dari 10 tahun telah menggantikan kroni-kroni pemerintahan lama," ujar penulis Alev Alatli.
Elit baru ini sekarang membangun rumah-rumah megah dan mendatangi toko serta hotel yang dulu didatangi oleh elit lama. Mereka mengklaim tempat-tempat di sekolah-sekolah papan atas, dan mengirim anak-anak mereka ke universitas-universitas di Amerika Serikat.
Akif melihat sebuah Turki pada era akhir Ottoman yang terlalu terpukau dengan dunia Barat. Erdogan, sebagai pengagumnya, menyetir jalan halus untuk memperbaiki apa yang dilihatnya sebagai warisan budaya Islam yang terabaikan seraya mengakomodasi tradisi-tradisi sekuler.
Lebih banyak cacian akan muncul sebelum Turki menemukan keseimbangan tersebut. More ructions could follow before Turkey finds that balance. (Reuters)