Kongres Diaspora Indonesia seluruh dunia di Los Angeles hari Minggu (8/7) berakhir dengan sejumlah poin penting, termasuk rekomendasi untuk memberikan landasan hukum bagi kewarganegaraan ganda.
“Kami diaspora Indonesia. Kami tersebar di lima benua, terdiri dari warganegara Indonesia dan warga bangsa-bangsa dunia yang berketurunan Indonesia.”
Itulah deklarasi yang dibacakan oleh beberapa perwakilan diaspora Indonesia pada acara penutupan Kongres Diaspora Indonesia hari Minggu di Los Angeles Convention Center. Kongres yang digagas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika ini bertujuan untuk menghubungkan warga Indonesia ataupun keturunan Indonesia di luar negeri.
Para diaspora yang datang dari berbagai negara itu menyatakan mereka bertekad untuk membangun sebuah komunitas global diaspora Indonesia yang dinamai Jaringan Diaspora Indonesia.
“Diaspora Indonesia akan menjadi penghubung (hub) untuk gagasan, solusi, sumber-daya dan jaringan guna membangun kesejahteraan bersama, dan kami akan menjadi suatu kekuatan untuk perdamaian dan kemajuan.”
Terbentuknya komunitas diaspora Indonesia yang baru ini disambut baik oleh Presiden Universitas Paramadina Indonesia, Anies Baswedan.
Ia mengatakan kini dunia akan memandang Indonesia sebagai pemain utama. Dan pelakunya tidak hanya warga Indonesia yang ada di tanah air tapi juga warga diaspora Indonesia di seluruh dunia.
Kongres akbar yang berlangsung selama tiga hari tersebut juga menghasilkan sejumlah rekomendasi. Lebih dari 5.000 diaspora, yang terdiri dari peserta kongres dan diaspora lain di luar negeri, membuat petisi yang meminta kepada pemerintah untuk menyusun Undang-undang yang memungkinkan mereka memiliki kewarganegaraan ganda.
Petisi tersebut telah diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang membawa sekitar 10 anggota dewan ke Kongres tersebut.
“Benar bahwa per hari ini Undang-undang di negara kita belum mengenal kewarganegaraan ganda. Tapi benar bahwa suara yang begitu deras dari Los Angeles ini adalah suara nurani yang kami dengar secara langsung.”
Priyo berjanji untuk meneruskan aspirasi ini ke Jakarta untuk dirundingkan bersama DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Aspirasi ini muncul menyusul banyaknya bekas Warga Negara Indonesia yang telah berpindah kewarganegaraan, namun masih memiliki ikatan emosional dan budaya yang kuat dengan Indonesia.
Untuk membantu para diaspora, Presiden hari Jumat telah menyatakan akan membentuk unit khusus diaspora di bawah Kementrian Luar Negeri. Salah satu bentuk dukungan yang akan diberikan adalah kemudahan dalam memperoleh visa Indonesia jangka panjang bagi diaspora yang sudah tidak lagi berpaspor hijau.
Kebijakan baru tersebut terlahir dalam Kongres Diaspora Indonesia yang baru diadakan pertama kalinya. Kongres bersejarah ini menghabiskan biaya sekitar 820 ribu dolar. Menurut penggagasnya, Dino Patti Djalal, dana besar itu diperoleh dari sponsor seperti Marvell Technology dan Pertamina.
Kongres Diaspora Indonesia berikutnya akan diadakan di Jakarta tanggal 23-25 Agustus tahun depan dengan mengusung tema “Diaspora Indonesia Pulang Kampung.”
Itulah deklarasi yang dibacakan oleh beberapa perwakilan diaspora Indonesia pada acara penutupan Kongres Diaspora Indonesia hari Minggu di Los Angeles Convention Center. Kongres yang digagas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amerika ini bertujuan untuk menghubungkan warga Indonesia ataupun keturunan Indonesia di luar negeri.
Para diaspora yang datang dari berbagai negara itu menyatakan mereka bertekad untuk membangun sebuah komunitas global diaspora Indonesia yang dinamai Jaringan Diaspora Indonesia.
“Diaspora Indonesia akan menjadi penghubung (hub) untuk gagasan, solusi, sumber-daya dan jaringan guna membangun kesejahteraan bersama, dan kami akan menjadi suatu kekuatan untuk perdamaian dan kemajuan.”
Terbentuknya komunitas diaspora Indonesia yang baru ini disambut baik oleh Presiden Universitas Paramadina Indonesia, Anies Baswedan.
Ia mengatakan kini dunia akan memandang Indonesia sebagai pemain utama. Dan pelakunya tidak hanya warga Indonesia yang ada di tanah air tapi juga warga diaspora Indonesia di seluruh dunia.
Kongres akbar yang berlangsung selama tiga hari tersebut juga menghasilkan sejumlah rekomendasi. Lebih dari 5.000 diaspora, yang terdiri dari peserta kongres dan diaspora lain di luar negeri, membuat petisi yang meminta kepada pemerintah untuk menyusun Undang-undang yang memungkinkan mereka memiliki kewarganegaraan ganda.
Petisi tersebut telah diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang membawa sekitar 10 anggota dewan ke Kongres tersebut.
“Benar bahwa per hari ini Undang-undang di negara kita belum mengenal kewarganegaraan ganda. Tapi benar bahwa suara yang begitu deras dari Los Angeles ini adalah suara nurani yang kami dengar secara langsung.”
Priyo berjanji untuk meneruskan aspirasi ini ke Jakarta untuk dirundingkan bersama DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Aspirasi ini muncul menyusul banyaknya bekas Warga Negara Indonesia yang telah berpindah kewarganegaraan, namun masih memiliki ikatan emosional dan budaya yang kuat dengan Indonesia.
Untuk membantu para diaspora, Presiden hari Jumat telah menyatakan akan membentuk unit khusus diaspora di bawah Kementrian Luar Negeri. Salah satu bentuk dukungan yang akan diberikan adalah kemudahan dalam memperoleh visa Indonesia jangka panjang bagi diaspora yang sudah tidak lagi berpaspor hijau.
Kebijakan baru tersebut terlahir dalam Kongres Diaspora Indonesia yang baru diadakan pertama kalinya. Kongres bersejarah ini menghabiskan biaya sekitar 820 ribu dolar. Menurut penggagasnya, Dino Patti Djalal, dana besar itu diperoleh dari sponsor seperti Marvell Technology dan Pertamina.
Kongres Diaspora Indonesia berikutnya akan diadakan di Jakarta tanggal 23-25 Agustus tahun depan dengan mengusung tema “Diaspora Indonesia Pulang Kampung.”