Rania Zaboubi menjelajahi kantong-kantong mayat yang diletakkan di tempat parkir sebuah rumah sakit di selatan Turki. Dia ke sana untuk mencari pamannya yang hilang setelah gempa berkekuatan 7,8 magnitudo menghantam negara itu pada Senin (6/2).
"Kami menemukan (jenazah) bibiku, tapi tidak pamanku," katanya dengan suara tercekat.
Seorang pengungsi Suriah mengatakan dia kehilangan delapan anggota keluarganya dalam tragedi yang sejauh ini telah merenggut nyawa sedikitnya 16.000 orang di Turki dan negara tetangga Suriah.
Di tempat parkir rumah sakit utama di Antakya, sebuah kota besar di Provinsi Hatay Turki, para penyintas lainnya juga berpindah dari satu mayat ke mayat lain untuk mencari orang yang mereka kenal.
Kantong jenazah di luar rumah sakit pada 8 Februari 2023. Tim SAR masih masih berjibaku menyelamatkan korban yang terjebak di bawah puing-puing. (Foto: Eylul Yasar/AFP)
Wartawan AFP menghitung setidaknya terdapat hampir 200 mayat, diatur di kedua sisi tenda, pada Rabu (8/2) malam.
Sedikitnya 3.356 orang tewas di Hatay, di mana kota itu menyumbangkan lebih dari seperempat korban tewas di Turki yang dilaporkan sejauh ini.
Namun, tempat parkir yang luas itu tidak mampu menampung korban gempa yang terus berjatuhan. Keterbatasan tempat membuat tujuh mayat terpaksa dibaringkan di bawah kontainer yang penuh dengan sampah.
Rumah sakit itu sendiri mengalami keretakan yang cukup signifikan di satu sisi. Namun, bangunan itu masih berdiri meski pihak berwenang memutuskan untuk mengevakuasinya.
Bagian dalam gedung juga telah rusak, sehingga tidak mungkin menerima korban luka maupun korban tewas.
Seorang pekerja penyelamat menggali untuk menjangkau seorang anak laki-laki di bawah puing-puing bangunan yang runtuh di Kota Jindayris, 8 Februari 2023, dua hari setelah gempa mematikan melanda Turki dan Suriah. (Foto: AFP/Bakr ALKASEM)
Mayat Tak Dikenal
Para pasien dirawat di tenda-tenda yang berwarna merah dan putih. Mereka diklasifikasikan dalam tiga warna sesuai dengan tingkat keparahan lukanya.
Banyak pasien yang diangkut dengan helikopter ke rumah sakit yang tahan gempa, di mana banyak di antaranya yang dikirim ke Adana, kota terbesar keempat di Turki.
Namun, banyak mayat yang bergeletakan di aspal yang dingin.
Berapa banyak mayat yang dibawa ke sana sejak Senin? "Terlalu banyak," kata Yigitcan Kayserili, seorang relawan dari Ankara. "Mungkin 400, mungkin 600."
BACA JUGA: Pejabat PBB: Gempa Turki, Krisis di Atas Krisis
Kayserili membantu banyak keluarga untuk menemukan jenazah yang mereka kenal sambil memberikan dukungan psikologis. Dia belum tidur selama dua hari.
Di tempat parkir, terlihat warga tampak datang dan pergi tiada henti.
Di sebelah kanan Kayserili, tampak seorang pria dan anaknya, seorang remaja berambut keriting, Mereka terlihat mengangkat seorang mayat dan pergi berlalu dengan wajah yang terlihat sedikit emosional.
Di belakang mereka, seorang pria pelan-pelan mengendarai sedan biru tua. Dia juga telah menemukan jenazah yang dia cari, yang tergeletak di kursi belakang dalam tas hitam. Pintu kiri mobil itu dibuka agar kaki jenazah dapat menjulur keluar.
Seorang anggota Tim SAR menggali untuk menjangkau seorang anak laki-laki di bawah puing-puing bangunan yang runtuh di Kota Jindayris, 8 Februari 2023, dua hari setelah gempa mematikan melanda Turki dan Suriah. (Foto: AFP/Bakr ALKASEM)
Sebuah truk putih panjang diparkir di dekatnya. Tidak seperti banyak kendaraan lain di jalan menuju Antakya, kendaraan ini tidak digunakan untuk mengangkut bantuan. Sebaliknya, kendaraan tersebut digunakan untuk mengangkut mayat tak dikenal.
"Sekitar 70 persen mayat di sini tidak diketahui namanya," kata Kayserili.
Jenazah yang dalam 24 jam tidak dibawa keluarganya, akan dibawa ke dalam truk untuk dimakamkan secara massal.
"Kita bisa memasukkan 50 mayat ke dalamnya," kata Kayserili. "Kami bisa menambahkan lebih banyak, tetapi kami tidak ingin menumpuknya." [ah/rs]