Komisi Pemberantasan Korupsi KPK pekan ini bergerak cepat. Setelah menetapkan delapan belas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malang sebagai tersangka korupsi, hari Selasa (3/4) 38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumatera Utara 2009-2014 dan 2014-2019 yang ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam jumpa pers di kantornya, Ketua KPK Agus Rahardjo dalam jumpa pers di kantornya Selasa (3/4) mengatakan ke-38 tersangka itu diduga telah menyalahgunakan wewenang sebagai anggota DPRD Sumatera Utara dengan menerima suap berupa hadiah atau janji dari Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Setiap anggota dan mantan anggota DPRD Sumatera Utara itu mendapat “fee” sekitar 300-350 juta rupiah.
Suap tersebut tambahnya terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Gatot sebagai gubernur untuk tahun anggaran 2012-2014 oleh DPRD Sumatera Utara (Sumut), Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut. Juga terkait pengesahan APBD Sumut
Tahun Anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada 2015.
Agus Rahardjo menyatakan korupsi ini merupakan bentuk korupsi massal.
"Selain pengumpulan informasi, data dan mencermati hal-hal di persidangan perkara tersebut, KPK menemukan permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan terhadap 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka. Ke 38 anggota DPRD provinsi Sumatera Utara tersebut diduga menerima hadiah atau janji dari Gubernur Sumatera Utara saudara Gatot Pujo Nugroho," ungkap Agus.
Tiga puluh delapan anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah:
1. Rijal Sirait
2. Rinawati Sianturi
3. Rooslynda Marpaung
4. Fadly Nurzal
5. Abu Bokar Tambak
6. Enda Mora Lubis
7. M Yusuf Siregar
8. Muhammad Faisal
9. DTM Abul Hasan Maturidi
10. Biller Pasaribu
11. Richard Eddy Marsaut Lingga
12. Syafrida Fitrie
13. Rahmianna Delima Pulungan
14. Arifin Nainggolan
15. Mustofawiyah
16. Sopar Siburian
17. Analisman Zalukhu
18. Tonnies Sianturi
19. Tohonan Silalahi
20. Murni Elieser Verawaty Munthe
21. Dermawan Sembiring
22. Arlene Manurung
23. Syahrial Harahap
24. Restu Kurniawan Sarumaha
25. Washington Pane
26. John Hugo Silalahi
27. Ferry Suando Tanuray Kaban
28. Tunggul Siagian
29. Fahru Rozi
30. Taufan Agung Ginting
31. Tiaisah Ritonga
32. Helmiati
33. Muslim Simbolon
34. Sonny Firdaus
35. Pasiruddin Daulay
36. Elezaro Duha
37. Musdalifah
38. Tahan Manahan Panggabean
Sebelumnya pada Maret 2017, mantan gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho telah dijatuhi divonis empat tahun penjara karena terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 senilai Rp 61,8 miliar.
Hingga 29 Januari 2018, KPK telah memeriksa 46 anggota DPRD Sumatera Utara. Pemeriksaan dilakukan sejak tahun 2015.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, menilai korupsi massal seperti yang terjadi di Sumatera Utara, Malang dan Jambi merupakan cerminan hubungan yang bermasalah antara eksekutif dan legislatif di era otonomi daerah.
Hubungan kolutif seperti itu kata Robert merupakan hubungan yang berlangsung adem ayem tetapi sesungguhnya seperti pasar gelap kekuasaan di mana persekongkolan terjadi.
"Kelihatan adem karena cara untuk meredam dinamika dan suara keras DPRD itu dengan membeli DPRD , tinggal belinya di muka atau di belakang . Beli di muka dengan cara dikasih uang pelumas kemudian mau terlibat dalam pengesahan atau persetujuan. Di bayar dibelakang, setuju dulu setelah itu dapat jatah project. Itu soal waktu saja," ujar Robert.
Robert menambahkan penyebab terjadinya korupsi berjamaah ini adalah karena mahalnya biaya politik yang harus disiapkan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu. Walhasil banyak anggota DPRD dan kepala daerah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Ditambahkannya, proses pembahasan anggaran di banyak daerah yang sangat tidak transparan juga memudahkan terjadinya penyalahgunaan. Menteri Dalam Negeri, menurut Robert, seharusnya mendorong dan memastikan pembahasan APBD transparan dan dapat diakses publik.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta para kepala daerah belajar dari kasus korupsi yang menjerat puluhan anggota dan mantan anggota DPRD Sumatra Utara. Ia menyerukan seluruh kepala daerah untuk tidak main-main ketika menyusun anggaran dengan DPRD.
"Saya kira harus hati-hati karena area yang dicermati KPK , kejaksaan termasuk BPK audit anggaran ini juga yang berkaitan dengan perencanaan anggaran , maka saya mengharapkan seorang kepala daerah termasuk dewan harus mengikuti aturan dan mekanisme dalam merencanakan dan memastikan sebuah program daerah yang dianggarkan lewat APBD. Sedikit ada penyimpangan apalagi ada penyalahgunaan ,apalagi ada pembagian pasti terbongkar seperti yang dialami oleh teman-teman pemeritah daerah dan DPRD di Sumatera Utara," ujar Tjahyo.
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan penyalahgunaan anggaran merupakan korupsi yang paling banyak terjadi di tahun 2017. Penyelahgunaan anggaran itu mencapai 154 kasus. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai sedikitnya Rp 1,2 triliun. [fw/em]