Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (24/12) menjelaskan penetapan tersangka itu merupakan hasil dari pengembangan kasus suap terhadap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan yang dilakukan Harun Masiku dan Saiful Bahri. Harun Masiku kini menjadi buronan yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam kasus ini, komisi antirasuah tersebut telah menetapkan empat, yakni Harun Masiku, Saiful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustiani pada 8 Januari 2020. Tiga dari empat tersangka itui sudah menjalani proses hukum. Namun saat melakukan penyidikan dan berupaya mencari Harun yang buron, kata Setyo, KPK menemukan bukti adanya keterlibatan Hasto dan Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaan Hasto.
Setyo menguraikan Hasto menempatkan Harun pada daerah pemilihan di Sumatera Selatan, padahal Masiku berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dalam pemilihan anggota DPR pada 2019, Masiku hanya mendapat 5.878 suara, sedangkan calon anggota legislatif PDIP lainnya yang bernama Rizki Aprilia mendapat 44.402 suara.
Sesuai aturan, seharusnya yang menggantikan anggota DPR dari PDIP, Nazaruddin Kiemas, adalah Rizki. Namun Setyo mengatakan Hasto berusaha memenangkan Masiku. Hasto kemudian mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung dan menandatangani surat bertanggal 5 Agustus 2019 mengenai pelaksanaan putusan judicial review dari Mahkamah Agung. Tapi KPU menolak melaksanakan putusan judicial review tersebut. KPU lalu meminta fatwa kepada Mahkah Agung terkait hal ini.
BACA JUGA: Wacana Pemberian Maaf Bagi Koruptor Dinilai Berbahaya dan Bertentangan dengan UUSelain itu, Hasto juga berupaya agar Rizki mau mengundurkan diri sehingga bisa digantikan oleh Masiku tapi Rizki menolak. Hasto juga pernah menyuruh Saiful Bahri untuk menemui Rizki di Singapura dan meminta dia mundur, namun lagi-lagi ditolak.
Hasto bahkan menahan surat undangan pelantikan anggota DPR periode 2019-2024 atas nama Rizki Aprilia. Hasto lantas meminta Rizki mundur sehabis dilantik.
Karena tidak juga berhasil, lanjut Setyo, Hasto bekerjasama dengan Masiku, Saiful Bahri, dan DPI melakukan upaya penyuapan terhadap Wahyu Setiawan. Pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan dan meminta dia memenuhi dua usulan Hasto terkait keanggotaan di DPR, yaitu Maria Lestari dari daerah pemilihan Kalimantan Barat dan Masiku dari daerah pemilihan Sumatera Selatan.
Setyo menyebutkan dari hasil pengembangan penyidikan, ditemukan bukti bahwa sebagian uang suap untuk Wahyu Setiawan dan Agustiani berasal dari Hasto. Mulai proses perencanaan hingga penyerahan uang tersebut, menurut Setyo, Hasto mengatur dan mengendalikan Saiful Bahri dan DPI dalam memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan.
"Dengan uraian dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka HK (Hasto Kristiyanto) bersama Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 bersama Agustiyani terkait penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024," kata Setyo.
Selain itu, lanjutnya, Hasto juga diduga melakukan perintangan penyidikan. Setyo menjelaskan pada 8 Januari 2020, ketika terjadi operasi tangkap tangan oleh KPK, Hasto memerintahkan salah satu pegawainya untuk menelepon Masiku. Hasto menyuruh Masiku merendam telepon selulernya dan segera melarikan diri.
Kemudian pada 6 Juni lalu, sebelum diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto memerintahkan seorang pegawainya untuk menenggelamkan telepon seluler miliknya tersebut agar tidak ditemukan oleh KPK. Hasto juga mengumpulkan beberapa saksi terkait perkara Masiku dan memberikan penekanan agar saksi tidak memberikan keterangan sebenarnya dan keterangan yang tidak memojokkan Hasto.
Setyo mengatakan kecukupan alat bukti menjadi penyebab KPK baru menetapkan Hasto sebagai tersangka setelah lima tahun menangani kasus Harun Masiku. Dia mengatakan penetapan status tersangka ini dilakukan setelah dalam proses pencarian Harun masiku, penyidik melakukan pemanggilan, pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti elektronik. Setyo menegaskan tidak ada politisasi dalam penetapan status tersangka terhadap Hasto.
“Apakah penetapan ini ada politisasi? Ini jawabannya murni penegakan hukum,” tegas Setyo.
Pada kesempatan itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Agung Rahayu belum bisa memastikan kapan KPK akan menahan Hasto. Dia menambahkan seusia standar prosedur operasi, KPK akan mencegah Hasto berpergian ke luar negeri. Menurutnya pencegahan pergi ke luar negeri terhadap Hasto akan berlaku sampai enam bulan dan bisa diperpanjang jika diperlukan.
"(Yaitu) pencekalan terhadap yang bersangkutan (Hasto), terhadap orang-orang yang memang berkaitan dan kita duga dia memiliki informasi. Akan menyulitkan apabila dia berada di luar negeri. Pencekalan serta merta kita lakukan," ujarnya.
BACA JUGA: ICW: KPK Tidak Serius Mencari Harun MasikuMenanggapi penetapan tersangka tersebut, Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDIP, Ronny Talapessy menilai penetapan ini sebagai pembunuhan karakter dan upaya kriminalisasi. “Adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen PDIP melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi,” ujarnya.
Ronny mengatakan kasus suap terhadap Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU yang juga menjerat Harun Masiku telah berkekuatan hukum tetap. Selama proses persidangan hingga tingkat kasasi, tidak ada satupun bukti yang mengaitkan Hasto dengan kasus suap itu.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengaku tidak terlalu terkejut mendengar kabar tersebut karena sudah beredar informasi mengenai ada beberapa tokoh PDIP yang sedang dibidik oleh aparat penegak hukum.
Dia mendengar informasi penetapan Hasto sebagai tersangka disebabkan posisi PDIP yang oposisi, khususnya dulu oposisi terhadap Presiden Joko Widodo. Selain itu, menurutnya, ada keinginan kuat untuk menggeser Hasto dari jabatan sekretaris jenderal PDIP, terutama menjelang Kongres PDIP bulan depan.
"Kalau kemudian ada penetapan Hasto sebagai tersangka dalam kasus ini, mungkin itu memberi semacam sinyal yang kuat atas informasi-informasi yang beredar di tengah masyarakat soal kemungkinan adanya kriminalisasi terhadap aktor di PDIP yang dianggap vokal sebelumnya terhadap Pak Jokowi dan mungkin terhadap Pak Prabowo sebagai presiden yang berkuasa saat ini," tuturnya.
Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR terpilih periode 2019-2024 di KPU. Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut diantaranya anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan. Wahyu yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun masiku saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di LP Kelas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. [fw/ab]