Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam resmi dibuka di Kuala Lumpur, Malaysia, hari Kamis (19/12) dan akan berlangsung hingga hari Minggu (22/12). Pertemuan penting ini membahas isu-isu Islam global, termasuk persoalan Uighur, Rohingya, Kashmir, dan Palestina.
Sejak awal KTT ini sudah memicu kontroversi karena dua negara Muslim berpengaruh di dunia – Arab Saudi dan Indonesia – tidak mengirim wakilnya. Arab Saudi, yang merupakan kiblat umat Islam dunia, menuding KTT Islam itu tidak mencerminkan kepentingan negara-negara muslim tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara. Arab Saudi menuduh Malaysia ingin membentuk organisasi tandingan OKI.
BACA JUGA: Saudi Ogah Datang, Malaysia Tetap Bela KTT MuslimIndonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, juga tidak mengirim wakilnya. Presiden Joko Widodo memilih menengok calon ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sementara Wakil Presiden Ma'ruf Amin berhalangan hadir karena sakit akibat kelelahan.
Menlu Retno Marsudi Wakili Indonesia di Pembukaan KTT Islam
Menurut pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan datang hanya untuk menghadiri acara pembukaannya saja. Menurutnya, KTT sedianya memang dihadiri oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, sehingga Retno hanya datang di acara pembukaan saja.
Meski Joko Widodo atau Ma'ruf Amin tidak datang, lanjutnya, Indonesia sudah menghadiri pertemuan-pertemuan persiapan tingkat menteri luar negeri dan pejabat tinggi sebelumnya, sehingga masukan-masukan dan pandangan dari Indonesia sudah disampaikan untuk KTT Islam tersebut.
Dalam sejumlah pertemuan persiapan untuk KTT Islam tersebut, menurut Faizasyah, Indonesia menyampaikan pandangan atas berbagai tantangan dihadapi berbagai masyarakat muslim seluruh dunia dan menekankan pentingnya perdamaian serta kesejahteraan bagi umat Islam.
"Beliau (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi) menggarisbawahi arti pentingnya persatuan di antara umat muslim itu sendiri dan ibu menteri luar negeri juga menggarisbawahi tetap arti penting dan sentral dari OKI sebagai organisasi kerjasama Islam untuk juga menjadi tumpuan dalam kerjasama di antara negara-negara Islam," kata Faizasyah.
Kemlu Tolak Komentari Ketidakhadiran Arab Saudi
Faizasyah menolak mengomentari sikap Arab Saudi yang menolak pelaksanaan KTT Islam karena dilaksanakan di luar wadah OKI. Dia menekankan sekali lagi Indonesia menilai OKI memiliki arti penting dan sentral bagi kerjasama negara-negara muslim dalam menghadapi persoalan umat islam di berbagai belahan dunia.
Ditambahkannya, pemerintah menolak mengomentari polemik tentang KTT Islam di Kuala Lumpur tersebut karena sejak awal Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk hadir tapi karena kelelahan, batal datang.
KTT Islam di Kuala Lumpur itu dipersiapkan oleh yayasan bernama Perdana Leadership Foundation bentukan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, bukan oleh pemerintah Malaysia, sehingga ada perbedaan pendekatan dan substansi pembahasan isu.
KTT Islam Dinilai Sebagai Bentuk Keprihatinan Sejumlah Pemimpin Muslim
Menurut Direktur Indonesia Center for Middle East Studies di Universitas Padjajaran, Dina Y. Sulaeman, pelaksanaan KTT Islam di Kuala Lumpur itu merupakan bentuk dari keresahan dari beberapa pemimpin muslim dunia terhadap OKI yang tumpul dalam membantu penyelesaian dihadapi banyak negara Islam, seperti Palestina, Yaman, dan Rohingya.
Salah satu penyebab OKI tumpul menghadapi masalah dihadapi negara anggotanya lanjutnya karena faktor kepentingan negara tertentu.
BACA JUGA: Erdogan Peringatkan Eksodus Pengungsi Suriah Baru"OKI ini kan yang paling dominan Arab Saudi. Nah bagaimana bisa menyelesaikan konflik Yaman di mana Arab Saudi justeru aktor utamanya. Arab Saudi yang melakukan serangan-serangan membabi buta ke Yaman dibantu Uni Emirat Arab. Tentu hampir dipastikan tidak mungkin ada kata sepakat di situ ketika ada yang berkepentingan besar dalam konflik yang terjadi," ujar Dina.
Mengingat ketidakhadiran Arab Saudi, lanjut Dina, hampir dapat dipastikan tidak akan ada hasil maksimal dari pelaksanaan KTT Islam tersebut. Tapi minimal hal ini merupakan langkah baik untuk memecah kebuntuan OKI yang kerap tidak dapat mengambil langkah implementatif untuk menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di negara-negara Muslim.
Apa Pengaruh Ketidakhadiran Arab Saudi dalam KTT Islam?
Dina menggarisbawahi bahwa pengaruh ketidakhadiran Saudi bergantung pada isu yang akan dibahas. Untuk isu Perang Yaman misalnya, maka peserta yang hadir dipastikan akan mencapai kata sepakat sebab negara yang berkepentingan, yakni Arab Saudi, tidak datang.
Dina melihat sulitnya menyelesaikan persoalan di berbagai negara Muslim ini lebih dikarenakan tidak adanya kesepakatan soal bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Juga adanya aktor berpengaruh yang bisa menentukan bagaimana konflik itu harus diselesaikan. Namun ia tidak merinci aktor yang dimaksudnya.
Menurut Dina, Arab Saudi sebagai penguasa dua tanah suci mestinya bisa berperan sangat penting dalam penyelesaian beragam persoalan di negara-negara Muslim karena menjadi patron dan patokan negara Muslim lainnya. Namun dia menyayangkan sejumlah kebijakan Arab Saudi yang kontraproduktif terhadap persatuan Islam, misalnya gerakan yang menyebarluaskan ideologi Wahabi yang memecah belah umat.
Dari salinan daftar peserta dan agenda acara diperoleh VOA, hanya empat kepala negara yang datang, yakni Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad, Presiden Iran Hasan Rouhani, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (fw/em)