Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam sebuah pidatonya yang disiarkan televisi, Senin (5/10) malam, mengatakan ia tidak membantah bahwa telah terjadi kematian brutal terkait narkoba di negaranya. Ia bahkan mengatakan pernah berusaha mencari tahu mengenai kebenaran informasi itu. Namun, ia membantah bahwa tewasnya ribuan pengedar narkoba di negaranya disebabkan operasi pemberantasan narkoba yang digelarnya.
Menurut Duterte, ia pernah diberitahu bahwa sejumlah pengedar narkoba kemungkinan tewas karena persaingan di antara sindikat atau karena pencurian uang hasil transaksi jual-beli narkoba.
Lebih dari 5.800 tersangka pengedar narkoba tewas dan 256 ribu lainnya ditangkap sejak Duterte menduduki jabatan presiden pada pertengahan 2016. Kelompok-kelompok HAM menduga, kebanyakan dari tersangka yang tewas itu akibat pembunuhan yang disengaja. Namun, Duterte dan kepolisian Filipina bersikeras mengatakan mereka yang tewas umumnya karena melawan ketika berusaha ditangkap.
Pemerintah negara-negara Barat telah menyerukan penyelidikan independen atas pembunuhan-pembunuhan itu, yang terus berlanjut bahkan pada masa pandemi. Namun, Duterte menolaknya dan bahkan menyebut seruan itu sebagai tindakan campur tangan terhadap urusan negaranya.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sedang mengevaluasi gugatan-gugatan mengenai adanya kejahatan terhadap kemanusiaan terkait operasi pemberantasan narkoba yang diprakarsai Duterte. Namun, belum memutuskan apakah sudah ada cukup bukti untuk memulai penyelidikan resmi. [ab/uh]