Kasus kerja paksa kembali dialami oleh anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan China. Empat korban sudah memberikan kesaksian melalui rekaman video yang kini viral di media sosial.
Keempatnya mengaku dipaksa bekerja lebih dari 20 jam sehari dan tidak mendapat makan kalau tidak bekerja. Mereka mengklaim sering disiksa dan diberitahu tidak akan menerima gaji yang telah dijanjikan.
BACA JUGA: Indonesia Minta China Tegas Soal ABKKoordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Suhufan, Rabu (26/8), mengatakan pihaknya memang sudah menerima informasi mengenai kasus terbaru kerja paksa dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh warga Indonesia yang bekerja sebagai awak di kapal ikan China.
Ditambahkannya, informasi yang diterima masih terbatas dan pihaknya perlu memverifikasi lagi, apakah informasi itu ditulis langsung oleh korban atau temannya. Menurut Abdi, dalam kasus terbaru kerja paksa di kapal ikan China, ada empat orang Indonesia menjadi korban.
"Kejadiannya menimpa empat orang ABK (asal Indonesia) atas nama Soekarto, Irgi, Putra Napitupulu, dan Galih. Masing-masing dari Tegal, dari Cianjur, dari Medan, dan dari Tasikmalaya. Mereka diberangkatkan oleh PT Raja Kru Atlantik adanya di Tegal. Nama kapal tempat mereka bekerja yaitu Lian Liao Yuan Yu 03 dan melakukan operasi penangkapan ikan di laut (Samudera) Pasifik," kata Abdi
Keempat ABK asal Indonesia yang menjadi korban kerja paksa itu diketahui dikontrak untuk bekerja dua tahun, mulai 6 November 2019 hingga 6 November 2021. Sesuai kontrak, mereka dijanjikan gaji $ 300 per bulan.
Abdi mengakui DFW Indonesia mendapatkan informasi mengenai kasus empat ABK Indonesia yang menjadi korban kerja paksa di kapal China dari sebuah akun Facebook. Komunikasi dengan pengelola akun itu lanjutnya masih terus berlangsung dan jawaban yang diberikan masih terbatas.
BACA JUGA: Pandemi Berlanjut, Perdagangan Manusia Memburuk?Abdi belum bisa memastikan apakah pengelola akun yang membocorkan kasus kerja paksa tersebut memang sekapal dengan keempat korban atau tidak. Sejauh ini, lanjutnya, posisi kapal ikan Lian Liao Yuan Yu 03 tempat keempat ABK Indonesia bekerja itu masih berlayar di Samudra Pasifik. DFW Indonesia juga belum mengetahui apakah masih ada ABK asal Indonesia selain keempat korban yang bekerja di kapal ikan itu.
Satu ABK Indonesia Lainnya Terjatuh dari Kapal
Sebelum kasus yang menimpa empat ABK Indonesia ini, kata Abdi, satu ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China terjatuh dari kapal sedang berlayar di Samudera Hindia dan sampai sekarang belum ditemukan. Korban bernama Afrisia, 21 tahun, dari Magelang, Jawa Tengah.
Abdi mengungkapkan dalam setahun terakhir, ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China sudah 15 orang meninggal dan tiga lainnya hilang di laut.
DFW Indonesia mendukung sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang terus mendesak pemerintah China bertindak tegas agar kejadian kerja paksa dialami ABK asal Indonesia di kapal-kapal ikan China tidak terus terulang.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), tambah Abdi, pekan lalu juga telah membentuk sebuah satuan tugas untuk mencegah dan menindak pengiriman pekerja-pekerja migran ke luar negeri secara ilegal. Satuan tugas ini diketuai oleh mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius.
Abdi mengatakan ada banyak perusahaan penyalur tidak memiliki izin untuk memberangkatkan warga Indonesia untuk bekerja sebagai ABK di luar negeri. Di Jawa Tengah saja, ujarnya, ada hampir 50 agen penyalur. Padahal untuk memberangkatkan ABK Indonesia ke luar negeri, agen-agen penyalur itu seharusnya memiliki izin dari Kementerian perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja.
BACA JUGA: Dalam 7 Bulan Terakhir, 11 ABK Indonesia di Kapal Ikan China Meninggal, 2 HilangKarena kasus kerja paksa terhadap ABK Indonesia di kapal ikan China terus bermunculan ke publik, DFW Indonesia menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan kampanye dan edukasi mengenai kondisi dan risiko kepada ABK-ABK Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri.
Kemlu Belum Dapat Informasi
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan kementeriannya baru mengetahui informasi mengenai kasus terbaru kerja paksa yang dialami ABK Indonesia di kapal ikan China juga dari media sosial.
Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, ujarnya, sudah mencoba mengontak nomor perusahaan yang mengirim keempat korban kerja paksa itu, namun sampai sekarang belum berhasil.
Di samping itu, Kementerian Luar negeri juga telah menghubungi Kementerian perhubungan dan Kementerian tenaga Kerja untuk meminta informasi tentang perusahaan yang memberangkatkan keempat ABK asal Indonesia tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
"Informasi awal mereka tidak terdaftar di kemenaker dan kemenhub. Secara paralel kita juga telah menghubungi kedutaan besar kita di Beijing untuk melakukan komunikasi dengan otoritas China," ujar Faizasyah.
Sejauh ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota China, Beijing, belum menyampaikan informasi mengenai kasus kerja paksa terbaru yang menimpa empat ABK Indonesia di kapal ikan China. Faizasyah berharap pengunggah rekaman video kesaksian keempat ABK Indonesia menjadi korban kerja paksa itu dapat memberikan informasi kepada pihak terkait mengenai kasus ini. [fw/em]