Hampir 400 petugas penegak hukum bergegas datang ke lokasi penembakan massal di SD Robb, di kota Uvalde, Texas, 24 Mei lalu, tetapi “pengambilan keputusan yang sangat buruk” menyebabkan habisnya waktu lebih dari satu jam untuk melumpuhkan laki-laki bersenjata yang membantai 19 siswa dan dua guru itu. Itulah sebagian dari hasil peyelidikan yang dirilis pada Minggu (17/7).
Laporan setebal 80 halaman itu adalah laporan pertama yang mengkritisi aparat penegak hukum negara bagian Texas dan federal – bukan hanya aparat lokal di kota Uvalde – atas ketidakcekatan mereka yang tidak bisa dipahami, ketika seorang laki-laki bersenjata melepaskan tembakan di dalam dua ruang kelas 4 SD Robb.
Secara keseluruhan, laporan itu beserta rekaman kamera tubuh sejumlah personel berdurasi lebih dari tiga jam yang baru dirilis menjadi laporan terlengkap – sejauh ini – yang mengulas salah satu insiden penembakan di sekolah yang paling banyak menelan korban jiwa dalam sejarah Amerika.
Sebagian keluarga mengecam polisi sebagai pengecut dan menuntut pengunduran diri mereka.
“Di SD Robb, petugas penegak hukum gagal mengikuti pelatihan penembak aktif yang telah mereka jalani dan gagal memprioritaskan penyelamatan nyawa yang tidak berdosa dibanding keselamatan mereka sendiri,” kata laporan itu.
Laki-laki bersenjata itu menembakkan sekitar 142 peluru di dalam gedung, dan “hampir pasti” bahwa setidaknya 100 peluru ditembakkan sebelum petugas masuk, tambah laporan yang menjelaskan secara rinci kegagalan yang terjadi.
BACA JUGA: Polisi Lewatkan Kesempatan Menembak Pelaku Penembakan di SD TexasBeberapa kegagalan lain yang disebut dalam laporan itu antara lain:
- Tidak ada yang mengambil alih komando meskipun ada sejumlah petugas di lokasi kejadian.
- Komandan tim taktis Patroli Perbatasan menunggu perisai anti peluru dan kunci utama untuk memasuki ruang kelas, yang bahkan mungkin tidak diperlukan.
- Seorang petugas Departemen Kepolisian Uvalde mengatakan ia mengetahui panggilan darurat 911 dari dalam kelas, dan dalam pemahamannya para petugas di satu sisi gedung mengetahui adanya korban yang terperangkap, namun tetap tidak ada yang mencoba menerobos kelas.
Laporan paling lengkap tentang tanggapan aparat yang ragu-ragu dan serampangan terhadap insiden penembakan 24 Mei itu ditulis oleh Komite Investigasi DPR Texas. Laporan itu dengan cepat menimbulkan dampak, yaitu pengenaan cuti administratif terhadap Letnan Mariano Pargas, seorang personil Departemen Kepolisian Uvalde yang juga penjabat kepala polisi kota itu ketika insiden terjadi.
Wali Kota Uvalde Don McLaughlin mengatakan akan membuka penyelidikan untuk menentukan apakah Pargas seharusnya mengambil alih komando di lokasi kejadian. Untuk pertama kalinya ia juga mengungkapkan bahwa beberapa petugas penegak hukum mengundurkan diri sejak insiden penembakan itu, tetapi ia tidak merinci jumlah pastinya dan hanya mengatakan “tiga.”
Vincent Salazar, kakek Layla Salazar, korban penembakan berusia 11 tahun, mengatakan, “(Aparat penegak hukum) itu adalah lelucon. Mereka adalah lelucon. Mereka tidak berhak memakai lencana. Tidak satu pun dari mereka mengambil tindakan.”
Kemarahan memuncak di Uvalde, tidak saja soal tanggapan aparat terhadap insiden penembakan itu, tetapi juga mengenai cara penyampaian laporan itu. Tina Quintanilla-Tayloy, yang putrinya selamat dari penembakan itu, berteriak kepada Komite DPR Texas yang menggotakan tiga orang itu ketika mereka meninggalkan ruang konferensi pers setelah temuan itu dirilis.
BACA JUGA: Penyelidik Salahkan 'Kegagalan Sistemik' Polisi dalam Merespons Penembakan Massal di TexasAnggota Komite DPR Texas mengundang keluarga korban untuk membahas laporan itu secara pribadi, tetapi Quintanilla-Taylor mengatakan komite itu seharusnya juga menjawab pertanyaan dari masyarakat, bukan hanya media. “Saya kesal. Mereka harus kembali dan memberi kita perhatian penuh,” ujarnya. “Para pemimpin ini bukan pemimpin!”
Menurut laporan tersebut terdapat 376 personel penegak hukum di sekolah itu, sebagian besar adalah aparat hukum federal dan negara bagian, termasuk hampir 150 agen Patroli Perbatasan Amerika dan 91 polisi negara bagian. Laporan itu juga berisi kesimpulan dari wawancara tertutup dengan lebih dari 40 orang, termasuk saksi mata dan aparat yang berada di lokasi kejadian. [em/rd]