Lebih dari 180 Muslim Rohingya mendarat di provinsi Aceh di Indonesia pada Senin (27/3), yang terbaru di antara ratusan orang yang melarikan diri dengan perahu dari kondisi memprihatinkan di Myanmar dan di kamp-kamp di Bangladesh.
Badan Urusan Pengungsi PBB mengatakan, tahun 2022 mungkin merupakan salah satu tahun paling mematikan di laut dalam hampir satu dekade bagi Rohingya, minoritas agama dan etnis yang teraniaya di Myanmar.
Seorang juru bicara kepolisian setempat, Kamil, mengonfirmasi melalui telepon kepada Reuters bahwa 184 orang Rohingya telah tiba di Kabupaten Aceh Timur dan "semuanya dalam kondisi sehat".
Belum jelas berapa banyak perahu yang mereka tumpangi.
Miftah Cut Ade, seorang anggota senior komunitas nelayan lokal di Aceh, mengatakan 90 wanita dan anak-anak termasuk di antara para migran itu, yang tiba sekitar pukul 03.30 waktu setempat pada hari Senin.
Dengan perahu-perahu yang yang sebetulnya tidak layak dioperasikan, banyak orang Rohingya berusaha mencapai negara-negara tetangga, terutama antara November dan April ketika laut tenang.
Peristiwa semacam ini telah berlangsung bertahun-tahun, meskipun banyak dari mereka yang dalam perjalanan berbahaya itu meninggal di laut karena penyakit, kelaparan, dan kelelahan.
BACA JUGA: KontraS Aceh Desak Pemerintah Bentuk Satgas PPLN Terkait Kedatangan Pengungsi RohingyaThailand, Bangladesh, Malaysia dan Indonesia umumnya menjadi negara-negara tujuan uatama perjalanan mereka, meskipun dua yang terakhir banyak dipilih karena mayoritas penduduknya yang Muslim.
Menurut Kementerian Luar Negeri, sejak November tahun lalu, 918 orang Rohingya tiba Aceh. Jumlah itu meningkat pesat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2021, hanya ada 180 orang Rohingya yang mendarat di sana.
Hampir 1 juta orang Rohingya hidup dalam kondisi memprihatinkan di kamp-kamp yang padat diBangladesh. Banyak di antara mereka adalah orang-orang yang berusaha melarikan diri dari tindakan keras yang mematikan oleh militer Myanmar pada tahun 2017.
Militer Myanmar sendiri menyangkal telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. [ab/uh]