LSM Minta Pemerintah Tutup Pesantren yang Ajarkan Radikalisme

  • Fathiyah Wardah

Beberapa siswa beristirahat setelah membaca kitab suci Qur'an di Pesantren Al Mukmin, Solo, tahun 2006 silam. (foto: dok)

Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mendesak Kementerian Agama untuk menutup pesantren yang tetap mengajarkan kekerasan, termasuk yang terbukti menjadi sarang teroris.

Ketua Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia, Jumat di Jakarta mendesak Kementerian Agama untuk menutup pesantren yang tetap mengajarkan kekerasan termasuk yang terbukti menjadi sarang teroris.

Menurut Musdah, pemerintah harus tegas bahwa semua pendidikan di Indonesia termasuk di pesantren harus mengajarkan nilai-nilai kebangsaan seperti saling menghormati perbedaan dan cinta damai.

Musdah Mulia mengatakan, "Pemerintah harus tegas bahwa semua pendidikan, semua institusi pendidikan yang tidak mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, itu nggak hidup di Indonesia, tidak ada pilihan lain. Nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai Indonesia harus ditanamkan melalui pendidikan dalam aspek manapun juga termasuk dalam pendidikan agama."

Juru Bicara Kementerian Agama, Nasarudin Umar menyatakan pondok pesantren yang mengajarkan faham radikalisme di Indonesia ilegal atau tidak resmi. Biasanya muridnya pun tidak banyak.

"Itu tidak ada izinnya kemudian juga operasionalnya seperti apa, transparansinya kepada masyarakat juga tidak. Kami melihat memang tidak ada tempatnya pondok pesantren keras di Indonesia. Tidak bisa pondok pesantren atau madrasah-madrasah seperti milik Taliban di Afganistan itu, mau di copy masuk Indonesia, itu tidak mungkin. Kenapa? karena culture masyarakat Indonesia itu ada soft culture bukan hard culture," ujar Nasaruddin Umar.

Hari Senin lalu, bom rakitan meledak di dalam Pondok Pesantren Umar bin Khattab Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Ledakan itu menewaskan seorang pengurus pondok pesantren bernama Firdaus. Setelah dilakukan olah Tempat Kejadian Perkara, polisi menemukan senjata tajam seperti tombak, pedang, kapak, dan busur panah. Polisi juga menemukan bom molotov, puluhan batang paku, 300 lebih anak panah serta buku-buku tentang jihad.

Pihak kepolisian mengatakan bom rakitan yang meledak itu rencananya akan digunakan untuk menyerang polisi.

Sebelum kejadian itu, seorang anggota polisi tewas dengan tiga tusukan sangkur. Dia ditikam seorang santri Pesantren Umar bin Khattab bernama Saban Abdurahman 18 tahun.

Salah satu ketua Barisan Tolak Terorisme yang juga Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas mengungkapkan kelompok teroris saat ini sedang meningkatkan perekrutan dari kalangan anak muda.

Untuk itu, Barisan Tolak Terorisme ini kata Nasir Abbas akan terus melakukan sosialisasi tentang bahaya terorisme bagi generasi muda di pesantren-pesantren, Sekolah Menengah Pertama (SMA) dan juga kampus-kampus agar mereka dapat menangkis ajakan untuk masuk ke jaringan terorisme.

Barisan Tolak Terorisme adalah sebuah gerakan yang diprakarsai oleh Nasir Abbas dan Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azumardi Azra.

Nasir Abbas mengatakan, "Anak remaja itu pada masa-masa itu adalah masa-masa untuk mencari jati diri ya apalagi jika mereka itu diberi semangat ataupun merasa heroik kepada mereka, sehingga mereka merasa punya kekeuatan atau keberanian untuk menunjukan diri mereka. Oleh karena itu, para perekrut ini mengincar anak-anak muda."