Mahkamah Agung Pakistan membela ketuanya setelah dia mengeluarkan putusan terkait penodaan agama yang memicu reaksi di dunia maya dan berujung pada ancaman pembunuhan terselubung.
Kampanye yang menarget Ketua Mahkamah Agung Qazi Faez Isa dimulai setelah ia memerintahkan pembebasan seorang laki-laki dari sekte Ahmadiyah, yang dianggap sesat oleh para cendekiawan Muslim garis keras.
Laki-laki itu t dituduh menyebarkan teks terlarang Ahmadiyah, yang oleh para ulama dianggap sama dengan penodaan agama. Ini merupakan isu hangat di Pakistan yang mayoritas penduduknya Muslim, di mana tuduhan yang tidak terbukti menyinggung Islam sekali pun telah memicu kekerasan.
Mahkamah Agung mengeluarkan pernyataan pada Kamis malam (22/2) untuk membela keputusan tersebut, dan menyangkal bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan konstitusi Islam.
“Kesan ini benar-benar salah,” katanya. “Kampanye terorganisir melawan lembaga peradilan dan hakim sangat disayangkan.”
Keputusan Isa dua minggu lalu itu semula luput dari perhatian, sebelum disorot oleh akun media sosial yang terkait dengan Partai Tehreek-e-Labbaik Pakistan, yang kerap berada di balik protes anti-penodaan agama yang disertai kekerasan.
Kelompok militan Taliban cabang Pakistan yang dikenal sebagai Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), menyebut Isa sebagai “musuh Islam” dan “orang terkutuk.”
Namun Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan mengatakan keputusannya “melindungi hak konstitusional semua agama minoritas atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.” “Para pemimpin politik dan media yang bertanggung jawab atas kampanye ini harus ditahan,” kata organisasi tersebut di platform media sosial X.
Ahmadiyah telah didiskriminasi dan dianiaya selama beberapa dekade di Pakistan, karena keyakinan mereka pada nabi abad ke-19 setelah Nabi Muhammad SAW.
Amandemen kedua konstitusi Pakistan, yang dibuat pada tahun 1974, menyatakan pemeluk Ahmadiyah dikategorikan sebagai non-Muslim.
Undang-undang tersebut juga melarang mereka untuk mengaku sebagai Muslim atau menyebarkan agama mereka, dan mengizinkan hukuman mati bagi mereka yang dinyatakan bersalah menghina Islam.
Dalam penilaiannya, Isa memutuskan bahwa menurut konstitusi, “setiap warga negara berhak untuk menganut, mengamalkan, dan menyebarkan agamanya.”
Ulama Fazlur Rehman, pemimpin berpengaruh dari partai agama konservatif Jamiat Ulema-e-Islam, mengatakan alasan Isa tersenbut “salah dan didasarkan pada niat buruk.”
Pada tahun 2011, gubernur provinsi Punjab di Pakistan timur dibunuh oleh pengawalnya setelah menyerukan reformasi undang-undang penodaan agama yang ketat. Berdasarkan undang-undang itu para pengikut Ahmadiyah sering dianggap melakukan pelanggaran. [lt/em]