Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD mengatakan presiden Joko Widodo tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Mahfud MD menjelaskan Presiden Jokowi belum mau mengeluarkan Perppu KPK, karena UU KPK sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Kata Mahfud, presiden berpandangan kurang etis jika dirinya mengeluarkan Perppu berbarengan dengan gugatan di MK. Kata dia, hasil putusan MK nantinya akan dijadikan pertimbangan presiden untuk perlu tidaknya mengeluarkan Perppu KPK.
Your browser doesn’t support HTML5
"Presiden sekarang sudah memutuskan belum diperlukan Perppu, karena sudah ada judicial review. Kalau sudah ada itu dan ditimpa dengan Perppu, menurut presiden ya dan kita harus hargai pendapat presiden. Rasanya etika bernegaranya kurang, orang sedang judicial review kok ditimpa Perppu," jelas Mahfud MD di Jakarta, Selasa (5/11).
Mahfud juga meminta para aktivis yang mendorong penerbitan Perppu KPK tidak banyak berharap kepada dirinya. Ia beralasan tidak dapat memaksa presiden meskipun secara pribadi ia mendukung penerbitan Perppu dan kini sudah menjabat sebagai Menko Polhukam.
BACA JUGA: Tak Keluarkan Perppu, Komitmen Pemberantasan Korupsi Jokowi Dipertanyakan"Tidak ada gunanya berharap kepada saya, karena saya bukan pemegang kewenangan. Tetapi suara-suara itu saya sampaikan, tapi yang punya kewenangan tetap presiden. Makanya presiden mengatakan, visi presiden adalah visi presiden. Menteri tidak boleh punya visi lepas," tambah Mahfud.
Mahfud menambahkan masih ada pekerjaan rumah yang bisa dikerjakan, jika KPK dianggap dilemahkan oleh sebagian besar masyarakat. Antara lain dengan menguatkan kepolisian dan kejaksaan, serta mencari dewan pengawas KPK yang bagus dan mendorong KPK menangani kasus yang besar.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan alasan presiden yang menyebut penerbitan Perppu tidak etis merupakan (suatu hal yang) keliru. Ia beralasan, penerbitan Perppu juga sudah pernah dilakukan presiden-presiden sebelum Jokowi. Ia juga meyakini para hakim MK juga tidak ada yang tersinggung jika presiden mengeluarkan Perppu KPK.
"Eksekutif dan yudikatif itu tidak ada hubungan proseduralnya. Jadi tidak ada kesopanan atau norma yang terlangkahi kalau mengeluarkan Perppu. Berbeda misalnya proses pembentukan UU karena DPR dan pemerintah," jelas Bivitri.
Bivitri menambahkan pelemahan KPK akan terus berlanjut jika presiden terus menunda mengeluarkan Perppu. Sebab, KPK akan kehilangan kewenangan dengan munculnya Dewan Pengawas yang akan terbentuk Desember mendatang.
Sebelumnya, sejumlah tokoh nasional dan mahasiswa mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK. Mereka beralasan Perppu tersebut dibutuhkan untuk menganulir UU KPK yang baru yang dinilai melemahkan KPK. Beberapa poin yang dianggap melemahkan dalam UU KPK yaitu keberadaan dewan pengawas dan status pegawai KPK yang menjadi ASN.
UU KPK yang sudah berlaku 17 Oktober lalu, kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sekelompok mahasiswa dari berbagai universitas. Antara lain Universitas Indonesia, Atma Jaya dan Universitas Kristen Indonesia. [sm/jm]