Mahkamah Internasional Akan Keluarkan Putusan Soal Perselisihan Iran-AS atas Aset yang Dibekukan

  • Associated Press

Hakim dan wakil presiden Kirill Gevorgian dari Rusia(kedua dari kanan), mulai membacakan putusan Mahkamah Internasional, pengadilan tinggi PBB, terkait perselisihan Iran-AS atas pembekuan rekening bank Iran di Den Haag, Belanda, 30 Maret 2023. (AP/Peter Dejong)

Pengadilan tertinggi PBB, Kamis (30/3), akan mengeluarkan putusan soal kasus yang diajukan oleh Iran terhadap Amerika Serikat terkait pembekuan aset Iran senilai sekitar $2 miliar. Ases itu telah diberikan Mahkamah Agung AS kepada para korban pengeboman tahun 1983 di Lebanon dan serangan-serangan lain yang terkait dengan Teheran.

Pada sidang tahun lalu, pengacara yang mewakili AS mendesak Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menolak klaim tersebut. Iran menyebut pembekuan aset itu sebagai upaya untuk mengacaukan pemerintah Teheran dan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Iran mengajukan klaimnya ke ICJ pada tahun 2016 setelah Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa uang milik bank sentral Iran dapat digunakan sebagai kompensasi untuk 241 tentara Amerika yang tewas dalam pengeboman tahun 1983, yang diyakini terkait dengan Teheran.

Utusan Iran Tavakol Habibzadeh (tengah) dan anggota delegasi lainnya menunggu hakim untuk masuk ke Mahkamah Internasional, pengadilan tinggi PBB di Den Haag, Belanda, 30 Maret 2023. (AP/Peter Dejong)

Yang kini dipertaruhkan adalah obligasi senilai $1,75 miliar, ditambah akumulasi bunga milik negara Iran tetapi disimpan di rekening Citibank di New York.

Setelah pengeboman sebuah pangkalan militer AS di Lebanon, ledakan kedua di dekatnya menewaskan 58 tentara Prancis. Iran membantah terlibat, tetapi hakim Pengadilan Distrik AS menyatakan Teheran bertanggung jawab atas peristiwa tahun 2003 itu.

Putusan hakim mengatakan duta besar Iran untuk Suriah pada saat itu memanggil "seorang anggota Garda Revolusi Iran dan menginstruksikannya untuk menyulut pengeboman di sebuah barak Marinir."

Pada sidang tahun lalu, ketua tim hukum AS Richard Visek mengatakan kepada hakim bahwa mereka harus memohon, untuk pertama kalinya, sebuah prinsip hukum yang dikenal sebagai "tangan kotor", di mana suatu negara tidak dapat mengajukan kasus karena tindakan kriminalnya sendiri terkait dengan kasus tersebut.

“Inti dari pembelaan ini adalah bahwa perilaku buruk Iran sendiri, yang mensponsori tindakan teroris yang diarahkan terhadap Amerika Serikat dan warga negara AS, sebagai permasalahannya,” kata Visek di pengadilan.

Delegasi Iran (kiri depan) dan delegasi AS (barisan depan belakang), berdiri saat para hakim mengambil tempat duduk mereka di Mahkamah Internasional, pengadilan tinggi PBB, di Den Haag, Belanda, 30 Maret 2023. (AP/Peter Dejong)

Dalam kasus yang dibawa ICJ yang berbasis di Den Haag, Iran berpendapat pembekuan aset adalah pelanggaran Perjanjian Persahabatan 1955, yang menjanjikan persahabatan dan kerja sama antara kedua negara. AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatik sejak sejumlah mahasiswa militan mengambil alih Kedutaan Besar AS di Teheran pada tahun 1979.

Visek berargumen bahwa aset yang dibekukan adalah milik negara yang tidak tercakup dalam perjanjian, yang diakhiri Washington pada 2018 sebagai tanggapan atas perintah Mahkamah Internasional dalam kasus terpisah untuk mencabut beberapa sanksi terhadap Iran.

Putusan pengadilan itu bersifat final dan mengikat secara hukum. [ab/uh]