Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan, Jumat (30/9), bahwa Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dapat tetap memegang jabatannya dan tidak melanggar ketentuan konstitusional yang membatasi masa jabatan selama delapan tahun.
Anggota parlemen oposisi telah mengajukan petisi ke mahkamah itu untuk memutuskan apakah Prayuth, yang mengambil alih kekuasaan sebagai panglima militer setelah kudeta 2014, telah melanggar batas masa jabatannya. Batas masa jabatan delapan tahun itu sendiri dimasukkan untuk pertama kalinya ke dalam Konstitusi Thailand pada 2017.
Prayuth secara resmi menjadi perdana menteri dalam pemerintahan militer pada Agustus 2014, dan diangkat sebagai perdana menteri lagi setelah pemilihan 2019. Jika menggunakan 2014 sebagai tahun awal ia menjabat, maka masa jabatannya telah berakhir bulan lalu.
BACA JUGA: Parlemen Thailand Mulai Perdebatkan Mosi Tidak Percaya terhadap PMIa dan para pendukungnya berpendapat bahwa penghitungan mundur untuk batas masa jabatan harus dimulai ketika konstitusi saat ini mulai berlaku pada April 2017. Jika itu menjadi patokan, Prayuth masih mungkin menjabat hingga 2025 jika ia memenangkan pemilu.
Mahkamah Konstitusi yang beranggotakan sembilan hakim memutuskan konstitusi baru mulai berlaku pada 2017 setelah Prayuth mengambil alih kekuasaan, dan ini berarti pembatasan masa jabatan baru berlaku tahun itu. Konstitusi baru itu sendiri tidak menyatakan bahwa ketentuan tersebut dapat berlaku surut. [ab/uh]