Mantan Presiden Liberia Ajukan Banding dalam Kasus Kejahatan Perang

Mantan Presiden Liberia Charles Taylor hadir di pengadilan khusus untuk Sierra Leone di Leidschendam, barat Belanda (22/1).

Pengadilan Khusus Sierra Leone yang didukung PBB di Den Haag Selasa (22/1) mulai mendengar argumen lisan selama dua hari atas mantan Presiden Charles Taylor.
Tim jaksa telah menyerukan pengadilan khusus di Sierra Leone yang didukung PBB untuk menolak banding dari mantan presiden Liberia Charles Taylor, agar vonis kejahatan perangnya dibatalkan.

Mantan Presiden Liberia Charles Taylor mengajukan banding atas hukuman 50 tahun penjara dalam kasus kejahatan perang dan tindakan terorisme, pembunuhan, pemerkosaan, dan perekrutan tentara anak selama satu dekade perang saudara di Sierra Leone.

Sidang pengadilan dua hari yang berisi adu argumen itu berlangsung di Den Haag hari Selasa (22/1).

Dalam sidang itu, kuasa hukum Charles Taylor – Christopher Gosnell – mendebat bahwa tidak ada informasi yang menunjukkan mantan pemimpin Liberia itu tahu apakah senjata-senjata khusus atau amunisi yang mungkin disediakannya telah digunakan untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut. Jaksa Nicholas Koumjian mengatakan argumen tim pembela sulit diterima.

Pada bulan April 2012, pengadilan memutuskan Taylor bersalah atas 11 tuduhan dan menyebut walaupun dia tidak memberi komando dan mengontrol pemberontak yang melakukan kekejaman itu, dia menyadari kegiatan mereka dan memberi mereka senjata serta perlengkapan lainnya.

Tim jaksa mengupayakan hukuman-hukuman yang lebih keras bagi Charles Taylor. Mereka ingin pengadilan menjatuhkan hukuman 80 tahun penjara kepada mantan pemimpin berusia 64 tahun itu.

Charles Taylor mengatakan tindakannya itu “dilakukan dengan maksud baik” guna menciptakan perdamaian di negara tetangga Sierra Leone, dan tanpa perdamaian “Liberia tidak akan bisa maju”.

Charles Taylor merupakan mantan kepala negara pertama sejak Perang Dunia Kedua yang diadili oleh pengadilan kejahatan perang internasional.