Presiden kelima Indonesia, yang juga Ketua Umum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengajak generasi muda agar tidak ikut memproduksi dan menyebarluaskan hoaks. Menurutnya, hoaks dapat memecah belah bangsa, utamanya pada pemilihan presiden 2019 ini.
Megawati menyerukan generasi muda Indonesia untuk mengambil peran lebih besar, sebagaimana yang dilakukannya ketika baru berusia 14 tahun, dengan menjadi delegasi Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok di Serbia.
"Saya bilang ke anak-anak muda sekarang jadi cengeng, karena tidak punya tanggung jawab. Kenapa tidak punya tanggung jawab? Yaitu suka hoaks, kalau sudah bully. Mestinya datang, kenapa tidak datang ke sini. Banyak kan yang membully saya, mestinya datang ke sini. Saya ingin ketemu dengan Bu Mega, saya ingin dekat dengan dia," tutur Megawati di Gedung DPP PDI Perjuangan, Menteng Jakarta, Senin (7/1/2019).
Megawati menuturkan para tokoh bangsa seperti Soekarno dan Mohammad Hatta telah bersusah payah menyatukan Indonesia. Karena itu, kata dia, tidak semestinya bangsa Indonesia justru sebaliknya memecah belah Indonesia dengan hoaks.
"Jadi pertanyaan saya, Indonesia mau dibuat apa. Mau lagi porak poranda menjadi pulau-pulau terpencil lagi. Menyatukannya susah payah," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Operasional Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Dewi S Sari menjelaskan generasi muda Indonesia memang rentan terpapar hoaks. Hal tersebut mengacu kepada data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Menurut APJJI dari 143,26 juta pengguna internet 49,52 persen di antaranya adalah anak muda. Kendati demikian, kata Dewi, anak muda lebih kerap menjadi korban hoaks ketimbang sebagai produsen hoaks.
"Mereka (pemuda) khususnya untuk politik itu jarang melakukan, apalagi memproduksi (hoaks). Mereka menjadi target, mengingat jumlahnya yang sangat dominan. Data itu kan bisa dipakai orang yang tidak bertanggung jawab untuk tes ombak, melakukan penyebaran hoaks," jelasnya kepada VOA.
Dewi menambahkan pihaknya kerap membuat kegiatan literasi di sekolah-sekolah untuk mengantisipasi penyebaran hoaks di kalangan anak muda. Selain itu, Mafindo juga bekerja sama dengan sejumlah media massa dan kampanye online untuk mengantisipasi penyebaran hoaks.
Data Mafindo pada Oktober 2018 lalu, ada 111 hoaks yang terverifikasi. Konten politik dan agama masih menjadi isu paling dominan dalam penyebaran hoaks yakni masing-masing-masing 42,34 persen dan 17,1 persen.
Dari Jakarta, Ahmad Bhagaskoro melaporkan untuk VOA Washington. (Ab/em)