Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (22/3) bahwa Israel berisiko akan diisolasi dunia lebih lanjut jika merealisasikan rencana mereka untuk menyerang Kota Rafah, Jalur Gaza, Palestina.
Blinken bertemu langsung dengan Netanyahu selama misi perdamaian ke Timur Tengah di tengah menegangnya hubungan antara Israel dan AS akibat serangan Israel di Gaza yang dikuasai Hamas. Serangan tersebut menewaskan 32.000 warga Palestina, dan lebih banyak korban lagi yang dikhawatirkan tewas tertimbun di bawah reruntuhan, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
“Kami memiliki tujuan yang sama dengan Israel untuk mengalahkan Hamas… namun, operasi darat militer besar-besaran di Rafah bukanlah cara untuk mencapainya,” kata Blinken kepada wartawan di Tel Aviv.
“(Serangan) itu berisiko membunuh lebih banyak warga sipil, berisiko menimbulkan kekacauan yang lebih besar dalam misi menyediakan bantuan kemanusiaan, berisiko semakin mengisolasi Israel di seluruh dunia dan membahayakan keamanan dan kedudukan jangka panjang mereka,” tambah Blinken.
Netanyahu sebelumnya menyatakan bahwa Israel akan bertindak sendiri jika Washington tetap menentang rencana untuk melakukan penetrasi ke Rafah di sepanjang pagar perbatasan selatan wilayah tersebut, tempat lebih dari satu juta warga Gaza mencari perlindungan di tempat penampungan sementara.
Netanyahu mengatakan dia memberitahu Blinken bahwa dia menghargai dukungan AS dalam perjuangannya melawan Hamas, kelompok militan Palestina, dan bahwa Israel menyadari perlunya melindungi warga sipil.
“Saya juga mengatakan bahwa kita tidak punya cara untuk mengalahkan Hamas tanpa pergi ke Rafah dan melenyapkan sisa batalion di sana. Dan saya mengatakan kepadanya bahwa saya berharap kami akan melakukannya dengan dukungan AS, tetapi jika perlu, kami akan melakukannya sendiri,” katanya dalam pernyataan video kepada wartawan.
Meskipun Israel telah menyatakan keinginannya untuk menghancurkan Hamas, tetapi masih belum jelas bagaimana mereka bisa melakukan hal tersebut dan para ahli meragukan hal tersebut.
BACA JUGA: Netanyahu: Israel Akan ‘Lakukan Sendiri’ Ofensif di Rafah Tanpa Dukungan ASIsrael mengklaim Rafah adalah benteng terakhir bagi militan Hamas, dan mereka mempunyai rencana untuk mengevakuasi warga sipil sebelum serangan terjadi. Namun Israel belum membagikan rencana tersebut secara terbuka atau dengan sekutu dekatnya, Washington.
Washington mengatakan serangan darat merupakan sebuah kesalahan dan menimbulkan banyak kerugian bagi para pengungsi di sana.
Para pejabat senior Israel dan AS dijadwalkan bertemu di Washington pada minggu depan. Pada saat itu AS akan menyampaikan kepada Israel cara-cara alternatif untuk mengejar Hamas tanpa melakukan serangan skala penuh di Rafah.
“Kami percaya serangan darat besar-besaran adalah sebuah kesalahan” dan akan menjadi “bencana,” kata juru bicara Gedung Putih John Kirby dalam sebuah pengarahan.
AS, sekutu terdekat Israel, menggelontorkan bantuan militer senilai miliaran dolar setiap tahunnya dan secara teratur menggunakan kekuatan diplomatiknya untuk melindungi kepentingan Israel.
BACA JUGA: Rusia dan China Veto Resolusi 'Gencatan Senjata Segera di Gaza' PBBDalam duel diplomatik terbaru di Dewan Keamanan PBB, Rusia dan China melakukan veto terhadap resolusi yang diajukan oleh AS yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan kesepakatan tawanan antara Israel dan Hamas. Mereka menyatakan seruan Washington tersebut justru secara efektif memberikan lampu hijau bagi invasi ke Rafah.
Teks tersebut mencerminkan sikap AS yang lebih keras terhadap Israel karena Washington pada awal perang tidak menyukai kata “gencatan senjata”. Namun, Moskow dan Beijing mengatakan pihaknya masih belum berbuat cukup untuk menahan Israel.
Mereka mendukung teks alternatif yang menurut Washington tidak cukup kuat dalam mendorong Hamas menuju diplomasi yang berkelanjutan. Hamas pekan lalu mengeluarkan proposal gencatan senjata dan pertukaran sandera. Prancis juga dikatakan sedang mengerjakan resolusi alternatif. Dewan Keamanan dijadwalkan melakukan pemungutan suara kembali pada Sabtu.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan pihaknya menghargai veto yang dilakukan Rusia dan China, "yang menolak proyek Amerika yang cenderung mendukung agresi terhadap rakyat kami."
Ketegangan dalam hubungan diplomatik antara AS dan Israel semakin menjadi sorotan publik. Presiden Joe Biden menyebut kampanye Israel di Gaza “berlebihan” dan mengatakan bahwa tindakan tersebut telah menimbulkan terlalu banyak korban jiwa bagi warga sipil.
Para pejabat AS mengatakan jumlah pengiriman bantuan melalui jalur darat perlu ditingkatkan dengan cepat dan bantuan tersebut perlu dipertahankan dalam jangka panjang.
Israel, yang memeriksa semua pengiriman ke Gaza dan telah menutup pagar di bagian utara wilayah kantong tersebut, membantah membatasi makanan. Mereka mengatakan yakin cukup banyak makanan yang bisa dikirim.
“Sejauh yang kami tahu, berdasarkan analisis kami, tidak ada kelaparan di Gaza. Ada cukup banyak makanan yang masuk ke Gaza setiap hari,” kata Kolonel Moshe Tetro, kepala Administrasi Koordinasi dan Penghubung Israel untuk Gaza, kepada wartawan.
Hal tersebut bertentangan dengan laporan para ahli internasional yang memperingatkan bahwa terdapat kerawanan pangan ekstrem di beberapa wilayah Jalur Gaza dan kematian massal diperkirakan akan segera terjadi. [ah/ft]