Menteri Pendidikan Tinggi Afghanistan Nida Mohammad Nadim pada Kamis (22/12) membela keputusan pemerintah Taliban untuk melarang perempuan menempuh pendidikan di universitas, sebuah dekrit yang memicu kecaman luas dunia.
Nadim mengatakan larangan Taliban yang dikeluarkan awal pekan ini diperlukan untuk mencegah bercampurnya antar gender di universitas, dan karena ia yakin beberapa mata pelajaran yang diajarkan telah melanggar prinsip-prinsip Islam.
“Ada subyek mata pelajaran yang tidak sesuai dengan martabat perempuan dan tidak sesuai dengan kebudayaan Afghanistan, seperti teknik pertanian," ujarnya.
Ia menggarisbawahi larangan itu berlaku hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Taliban: Berhenti Campuri Urusan Dalam Negeri Afghanistan
Dalam wawancara dengan televisi Afghanistan, Nadim menolak kecaman internasional yang meluas, termasuk dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Turki dan Qatar. Nadim mengatakan negara lain harus berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.
Mantan gubernur provinsi, kepala polisi dan komandan militer itu diangkat menjadi menteri pendidikan pada bulan Oktober lalu oleh pemimpin tertinggi Taliban. Ia sebelumnya berjanji akan membubarkan sekolah-sekolah sekuler.
Nadim menentang pendidikan bagi kaum perempuan, dengan mengatakan hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan Afghanistan.
BACA JUGA: Taliban Paksa Remaja Perempuan Afghanistan untuk Keluar dari Pusat Pelatihan Pendidikan SwastaAlasan lain melarang perempuan menempuh pendidikan di universitas, ujarnya, adalah karena kegagalan perempuan mematuhi aturan berpakaian dan mempelajari mata pelajaran dan kursus tertentu.
“Kami mengatakan kepada perempuan untuk memakai jilbab yang tepat, tetapi mereka tidak melakukannya, dan mereka mengenakan gaun seperti akan pergi ke pesta pernikahan,” ujar Nadim.
Taliban Berjanji Akses Pendidikan Untuk Perempuan akan Dibuka Kembali
Taliban, tambahnya, sedang memperbaiki masalah ini dan setelah selesai maka universitas-universitas akan dibuka kembali untuk perempuan.
Taliban menyampaikan janji serupa tentang akses sekolah menengah bagi anak perempuan, dengan mengatakan kelas-kelas akan dibuka kembali setelah “masalah teknis” seputar seragam dan transportasi selesai. Namun, hingga kini anak-anak perempuan masih tetap tidak bersekolah.
Taliban berupaya memperbaiki apa yang diklaimnya sebagai masalah yang mereka warisi dari pemerintahan sebelumnya sejak pengambilalihan tahun lalu. Nadim menuduh orang-orang tidak mengikuti aturan, dan hal itu membenarkan larangn perempuan berkuliah.
Sejumlah Pihak di Afghanistan Dukung Hak Perempuan Menempuh Pendidikan
Di Afghanistan, sejumlah pihak menentang larangan perempuan berkuliah, termasuk dari beberapa pemain kriket. Kriket adalah olahraga yang sangat populer di negara itu, dan para pemainnya memiliki ratusan ribu pengikut di media sosial.
Dukungan bagi para mahasiswi juga datang dari Universitas Kedokteran Nangarhar. Media lokal melaporkan sejumlah mahasiswa menolak mengikuti kuliah dan ujian hingga akses perempuan pada perguruan tinggi dipulihkan.
BACA JUGA: Turki, Saudi Kecam Taliban Larang Perempuan Afghanistan KuliahMeskipun pada awalnya menjanjikan aturan yang lebih moderat, dengan menghormati hak-hak perempuan dan kelompok minoritas, Taliban telah secara luas menerapkan interpretasi atas hukum Islam yang keras sejak merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus 2021.
Taliban telah melarang anak-anak perempuan memasuki sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, melarang perempuan di sebagian besar bidang pekerjaan, dan memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian yang menutup aurat dari ujung kepala hingga kaki ketika berada di depan umum.
Perempuan juga dilarang datang ke taman-taman dan pusat kebugaran. Pada saat yang sama, masyarakat Afghanistan yang umumnya masih tradisional, dua dekade terakhir ini telah semakin memahami urgensi pendidikan bagi anak perempuan dan kaum perempuan. [em/ah]