VOA: Makna Natal tahun ini?
Romo Michael: Tahun ini kita diajak untuk merefleksi bersama tentang bagaimana kehadiran Allah yang senantiasa ingin mengangkat harkat dan martabat manusia. Maka ini senantiasa harus dimaknai setiap hari. Bukan hanya menjelang Natal saja baru diingatkan lagi, tapi kalau semua orang telah merasakan telah menerima berkat yang ada dalam keseharian mereka yang ada hanya rasa syukur. Tidak lagi menuntut bahwa Allah harusnya begini atau begitu. Atau terhadap sesama menuntut begini begitu. Tidak. Setiap hari dia harus melakukan kebaikan.
VOA: Di tengah himpitan ekonomi saat ini, apa yang mesti dilakukan?
Romo Michael: Umat harus selalu menyeimbangkan ya. Kalau dia melihat hanya pada saat ini saja ekonomi sedang susah, ya pasti dirinya atau hatinya akan susah. Tapi sebelumnya kan dia sudah mendapatkan kebahagiaan. Sudah mendapatkan rejeki. Kalau diseimbangkan, mana lebih banyak? Rejeki atau masalah tantangannya? Nah, makanya jadi orang harus balance. Jangan hanya melihat kedukaannya, masalahnya, lihatlah banyak rahmat yang sudah ia terima. Menjadi seseorang itu, menjadi seimbang dalam hidupnya. Sehingga ketika ia menghadap Tuhan doanya tidak dikabulkan ia tidak bersungut-sungut. Tapi dia melihat.. oh dulu doa saya dikabulkan.. ya sudah, mungkin Tuhan ingin melihat kesetiaan saya dalam berdoa, kesetiaan saya dalam beriman kepadaNya. Ya itu yang diharapkan.
Your browser doesn’t support HTML5
VOA: Indonesia saat ini tengah menghadapi berbagai masalah ancaman terorisme dan intoleransi seperti aksi sweeping atribut Natal. Bagaimana harus menghadapi ini semua?
Romo Michael: Intoleransi sudah pasti jangan diberi tempat. Itupun menurut saya, intoleransi juga bisa terjadi pada kita. Karena kalau kita memberi peluang pada intoleransi maka yang terjadi adalah hal yang tidak baik akan berkembang. Tapi ketika seseorang pada dirinya sendiri misalnya melihat orang yang berbeda terus nggak terima, dia bisa mensikapinya secara positif. Maka dari dirinya sendiri dia sudah memupus hal-hal tersebut sehingga nggak terjadi. Mungkin sebagai minoritas kita nggak bisa mengingatkan karena akan terjadi rasa tidak enak dan sebagainya. Tetapi kita mungkin bisa melakukan mulai dari lingkungan kita sekitar dulu. Mulai memberi tempat bagaimana kita membaur dengan orang lain. Biasanya intoleransi itu kan terjadi karena ada eksklusivisme. Karena kita terkadang suka merasa, sudah minoritas menarik diri, semakin hilang semakin nggak dikenal. Tetapi ketika kita menghadapi ada intoleransi kita terus terlibat, dalam artian kita bersama mengerjakan saya yakin nggak ada lagi eksklusivisme. Misalnya di lingkungan setempat ada kerja bakti bersama, ada yang berduka, kita ikut disitu. Nah itu kan hal-hal kemanusiaan yang nggak perlu seseorang itu agama nya apa atau seseorang itu latar belakangnya apa. Seperti politik kan, bagaimana menciptakan polItik yang bersih semua orang merindukan itu. Dalam lingkup yang lebih besar ini negara kita lho. Kalau mau dilihat lagi semua manusia bersatu. Nggak ada itu manusia yang darahnya biru misalnya, semuanya merah. Tuhan kita satu yang menciptakan. Dengan perbedaan itu adalah keniscayaan. Tetapi bagaimana Tuhan menghendaki kamu yang berbeda bisa nggak bersahabat bisa nggak sebagai saudara, Allah nya satu SAYA yang menciptakan. Memangnya ada Allah macam-macam yang menciptakan? Nggak ada kan?
VOA: Untuk refleksi akhir tahun dan harapan di 2017?
Romo Michael: Sebenarnya iklimnya sudah mulai baik ya. Di mana hukum positif itu selalu dikedepankan. Hukum positif itu kan adalah hukum yang mengayomi semua bangsa negara dan diundang-undangkan. Ketika hukum itu coba dijalankan dengan baik dan semua orang sama dihadapan hukum, akhirnya menjadi sesuatu yang enak dijalankan bersama, misalnya kita ngurus sesuatu deh ada rule nya a, b, c yang harus dilewati, nah ketika itu sudah dilewati kan enak sekali. Maka negara yang memegang amanat dan kepercayaan rakyat untuk mengedepankan itu, silahkan menjalankan yang sebaik-baiknya dengan sistim keadilan Pancasila dan agama juga. Negara yang bisa membuat itu semua kalau negara itu punya kedaulatan diakui dan diterima. [al/em]