Rapat paripurna marathon Dewan perwakilan Rakyat (DPR) digelar sejak Kamis siang untuk membahas Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum akhirnya menghasilkan keputusan pada Jumat (21/7) dini hari. Meski empat fraksi keluar ruangan (walk out), enam fraksi partai politik pendukung pemerintah tetap mengesahkan RUU Pemilu itu secara aklamasi.
Ketika disahkan secara bulat tersebut, terdapat 322 anggota DPR hadir dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Nasional Demokrat, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Fraksi Partai Persatuan Pembangan, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Keenam fraksi itu mengesahkan Undang-undang Pemilu yang memakai sistem ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara secara nasional.
Sedangkan empat fraksi walk out - Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Amanat Nasional - menginginkan ambang batas pengajuan kandidat presiden 0 persen.
Keputusan terhadap RUU Pemilu itu tadinya akan dilangsungkan dengan cara pemungutan suara, namun karena keempat fraksi itu walk out, akhirnya diputuskan secara bulat. Karena fraksinya walk out, pemimpin sidang paripurna Fadli Zon juga ikut keluar ruang sidang dan rapat akhirnya dikomandoi oleh Ketua DPR Setya Novanto. Sedangkan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah memilih bertahan dalam ruang rapat paripurna.
"Maka kita putuskan bahwa opsi A secara aklamasi kita putuskan kita setujui. Apakah setuju?,"kata Setya.
"Dengan demikian seluruh dewan menyetujui RUU tentang penyelenggaraan pemilihan umum untuk disahkan menjadi undang-undang," tandasnya.
Keempat fraksi tersebut walk out karena menolak sistem presidential threshold 20-25 persen. Mereka menilai penetapan threshold itu melanggar Konstitusi, dalam hal ini prinsip keserentakan Pemilu 2019.
Dalam pandangan fraksi, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani menekankan presidential threshold 0 persen dalam pemilihan presiden merupakan prinsip yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada seluruh fraksi dan kawan-kawan telah mengambil keputusan ini, maka dengan ini Fraksi Partai Gerindra menyatakan tidak ikut dalam pengambilan voting tersebut. Kami tidak bertanggung jawab atas keputusan politik tersebut," kata Muzani.
Dalam sambutannya mewakili pemerintah usai pengesahan RUU Pemilu itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah akan mulai kegiatan tahapan-tahapan menuju Pemilu 2019.
"Dengan telah disahkan Rancangan Undang-Undang pemilu dalam paripurna ini, maka setidaknya pelaksanaan pemilu serentak tahun 2019 memiliki landasan hukum sekaligus menunjukkan kepatuhan pemerintah dan seluruh partai politik terhadap keputusan MK dan prinsip daripada Undang-Undang Dasar tahun 1945," ungkap Tjahyo.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam keterangan tertulis yang diterima VOA, pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan dirinya akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap RUU Pemilu yang baru disahkan DPR. Menurut Yusril keberadaan presidential threshold dalam pemilu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22 E ayat (3) UUD 1945.
Lebih lanjut Yusril menjelaskan Pasal 6A ayat (2) itu menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Jadi, kata Yusril, pengusulan capres dan cawapres oleh parpol peserta pemilu harus dilakukan sebelum pemilu DPR dan DPRD.
Yusril menambahkan baik pemilu dilaksanakan seretak atau tidak serentak, mestinya presidential threshold tidak ada. Apalagi pemilu serentak, yang perolehan kursi anggota DPRnya belum diketahui bagi masing-masing partai. [fw/al]