Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo kepada VOA, Rabu (4/10) mengatakan Indonesia harus segera meratifikasi konvensi ASEAN melawan perdagangan orang (manusia) terutama perempuan dan anak.
Menurut Wahyu, konvensi ini perlu segera diratifikasi untuk melengkapi keterbatasan UU No.2 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang yang jangkauannya hanya di wilayah Indonesia. Padahal wilayah operasi kejahatan perdagangan manusia ini melintasi batas negara sehingga diperlukan instrumen legal antar negara (regional) untuk memeranginya.
Dalam kejahatan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara lanjut Wahyu, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan. Meski tidak menyebut jumlahnya, Wahyu mengatakan banyak WNI yang menjadi korban perdagangan manusia. Ia mencontohkan kepiluan keluarga-keluarga di Nusa Tenggara Timur yang setiap hari menerima pemulangan mayat warganya, yang sebagian besar merupakan korban perdagangan manusia.
Lebih jauh Wahyu Susilo mengatakan sindikat perdagangan manusia sering menggunakan korban untuk menjadi kurir narkoba dan bentuk kejahatan transnasional lainnya. Mereka yang “dikorbankan” seringkali tidak tahu risiko yang dihadapi karena dilakukan dengan kedok pengiriman TKI.
"Instrumen di tingkat nasional tidak cukup memadai untuk merespon kasus-kasus yang terjadi karena ternyata sebagaian besar kasus-kasus trafficking yang dialami warga negara Indonesia itu melintas batas negara sehingga membutuhkan pendekatan antar negara dan pendekatan regional. Kita melihat konvensi ASEAN ini menjadi salah satu instrumen yang efektif," ujar Wahyu.
Wahyu menambahkan hingga saat ini hanya Indonesia dan Brunei Darussalam yang belum meratifikasi konvensi ASEAN untuk memerangi perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara ini.
Padahal menurutnya konvensi ASEAN ini bisa menjadi salah satu instrumen yang efektif untuk upaya memerangi perdagangan manusia termasuk hak korban untuk mendapatkan keadilan. Migrant Care lanjutnya berharap konvensi ini dapat diratifikasi tahun 2017 ini dan ditindaklanjuti dengan mengimplementasikan instrument tersebut dalam erjasama penegak hukum ASEAN serta memaksimalkan diplomasi perlindungan WNI di ASEAN.
"Pemenuhan hak korban,akses terhadap korban yang selama ini kadang-kadang tidak diberikan. Kemudian juga pendekatan pemenuhan hak asasi manusia karena kadang-kadang selama ini cara pandang pendekatan penegak hukum dalam konteks perdagangan manusia tidak dalam konteks hak asasi manusia dan juga tidak dalam konteks penegakan hak-hak perempuan," tambahnya.
DPR hingga kini masih membahas soal konvensi ASEAN tersebut. Anggota DPR Irma Suryani Chaniago mengatakan semua pihak harus bekerjasama untuk mengatasi persolan perdagangan orang ini.
"Penyelesaian ini harus dilakukan secara komprehensif , Kemenlu, imigrasi terlibat, kepolisian yang menjaga keamanan di pelabuhan, di bandara juga terlibat. Makanya mereka harus duduk bersama, mempunya visi dan komitmen yang sama," tukas Irma. [fw/em]
Your browser doesn’t support HTML5