Mahkamah Konstitusi menolak gugatan penggunaan dana APBN untuk menanggulangi korban semburan lumpur PT Lapindo Brantas, Kamis (13/12).
JAKARTA —
Mahkamah Konstitusi menyelenggarakan sidang keputusan terkait gugatan terhadap PT Lapindo Brantas menjadi pihak yang sepenuhnya bertanggung jawab atas tragedi lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo Jawa Timur, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Kamis (13/12).
Dalam putusannya, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md menyatakan, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan para penggugat atas penggunaan dana APBN untuk menanggulangi korban semburan lumpur PT Lapindo Brantas. Sembilan hakim konstitusi sepakat bulat atas keputusan itu.
Dalam pertimbangan keputusan yang dibacakan anggota Hakim Kontitusi Anwar Usman, PT. Lapindo Brantas Inc. bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan melakukan pembelian atas tanah dan bangunan milik rakyat yang rusak akibat lumpur Lapindo pada Peta Area terdampak (PAT) dan tanggung jawab negara, yang berada di luar PAT.
"Terlepas dari apakah peristiwa Lumpur Lapindo diakibatkan oleh bencana alam atau bukan bencana alam – terdapat tanggung jawab perusahaan yaitu PT. Lapindo Brantas Inc. yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, yaitu membayar ganti kerugian dengan melakukan pembelian atas tanah dan bangunan milik rakyat yang rusak akibat lumpur Lapindo pada PAT dan tanggung jawab negara di luar PAT," ungkap Anwar Usman. "Tanggung jawab negara tersebut, adalah bagian dari pelaksanaan fungsi negara yang harus memberikan perlindungan dan jaminan kepada rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, menurut Mahkamah permohonan itu tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum," tambahnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan kecewa atas keputusan dari Mahkamah Kontitusi ini. Ketua Divisi bidang Kampanye untuk isu tambang dan energi Pius Ginting kepada VOA mengatakan, kasus Lumpur Lapindo adalah kesalahan dari korporasi perusahaan yang melakukan pengeboran. Sehingga menurut Pius, negara tidak seharusnya mengeluarkan uang untuk menutup kesalahan yang dilakukan PT Lapindo.
"MK disini telah melakukan sebuah penghilangan hak konstitusi warga ataupun membiarkan kerugian negara terjadi dengan meng'amin'i bahwa uang negara atau uang publik dipakai untuk kemudian mengganti atau mengambil alih tanggung jawab korporasi yang menyebabkan semburan lumpur ini," kata Pius Ginting.
Sebelumnya, pemerintah memastikan anggaran untuk penanganan Lumpur Lapindo mencapai Rp 7,2 triliun. Anggaran ini, diatur dalam Undang-Undang APBN-Perubahan 2012 sebagai dana pemulihan bencana. Pengucuran dana ini, membuat pemerintah mengambil alih tanggung jawab PT Lapindo dalam penanganan sosial kemasyarakatan akibat semburan lumpur.
Sementara itu, PT Lapindo menyepakati pembayaran ganti rugi secara bertahap kepada warga hingga akhir tahun ini. Total hutang PT Lapindo kepada warga korban, mencapai Rp 950 miliar.
Dalam putusannya, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md menyatakan, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan para penggugat atas penggunaan dana APBN untuk menanggulangi korban semburan lumpur PT Lapindo Brantas. Sembilan hakim konstitusi sepakat bulat atas keputusan itu.
Dalam pertimbangan keputusan yang dibacakan anggota Hakim Kontitusi Anwar Usman, PT. Lapindo Brantas Inc. bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan melakukan pembelian atas tanah dan bangunan milik rakyat yang rusak akibat lumpur Lapindo pada Peta Area terdampak (PAT) dan tanggung jawab negara, yang berada di luar PAT.
"Terlepas dari apakah peristiwa Lumpur Lapindo diakibatkan oleh bencana alam atau bukan bencana alam – terdapat tanggung jawab perusahaan yaitu PT. Lapindo Brantas Inc. yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, yaitu membayar ganti kerugian dengan melakukan pembelian atas tanah dan bangunan milik rakyat yang rusak akibat lumpur Lapindo pada PAT dan tanggung jawab negara di luar PAT," ungkap Anwar Usman. "Tanggung jawab negara tersebut, adalah bagian dari pelaksanaan fungsi negara yang harus memberikan perlindungan dan jaminan kepada rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, menurut Mahkamah permohonan itu tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum," tambahnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan kecewa atas keputusan dari Mahkamah Kontitusi ini. Ketua Divisi bidang Kampanye untuk isu tambang dan energi Pius Ginting kepada VOA mengatakan, kasus Lumpur Lapindo adalah kesalahan dari korporasi perusahaan yang melakukan pengeboran. Sehingga menurut Pius, negara tidak seharusnya mengeluarkan uang untuk menutup kesalahan yang dilakukan PT Lapindo.
"MK disini telah melakukan sebuah penghilangan hak konstitusi warga ataupun membiarkan kerugian negara terjadi dengan meng'amin'i bahwa uang negara atau uang publik dipakai untuk kemudian mengganti atau mengambil alih tanggung jawab korporasi yang menyebabkan semburan lumpur ini," kata Pius Ginting.
Sebelumnya, pemerintah memastikan anggaran untuk penanganan Lumpur Lapindo mencapai Rp 7,2 triliun. Anggaran ini, diatur dalam Undang-Undang APBN-Perubahan 2012 sebagai dana pemulihan bencana. Pengucuran dana ini, membuat pemerintah mengambil alih tanggung jawab PT Lapindo dalam penanganan sosial kemasyarakatan akibat semburan lumpur.
Sementara itu, PT Lapindo menyepakati pembayaran ganti rugi secara bertahap kepada warga hingga akhir tahun ini. Total hutang PT Lapindo kepada warga korban, mencapai Rp 950 miliar.