Kandidat Presiden Mesir, Mohammed Morsi dari kelompok Ikhwanul Muslimin telah menyatakan kemenangan dalam pemilihan presiden putaran kedua Mesir (18/6).
Mohammed Morsi dari Ikhwanul Muslimin telah menyatakan kemenangan dalam pemilihan presiden negara itu yang diwarnai pergolakan, tetapi saingannya Ahmed Shafiq yang didukung para tokoh politik yang pernah berkuasa membantah klaim itu, sementara penguasa militer Mesir memperluas kekuasaan mereka atas presiden berikut.
Gerakan Ikhwanul Muslim Morsi mengatakan hasil tidak resmi menunjukkan ia telah memenangkan kira-kira 52 persen suara dalam pemilihan babak kedua yang berakhir hari Minggu, sedangkan Shafiq memperoleh 48 persen. Shafiq adalah perdana menteri terakhir yang bekerja di bawah Presiden Hosni Mubarak yang terguling. Ikhwanul Muslimin mendasarkan klaim kemenangannya pada hasil yang dihitung oleh para wakil Ikhwanul pada hampir semua TPS di negara itu.
Dalam pidatonya di markas besar kampanye hari Minggu, Morsi mengatakan ia akan menjabat sebagai pemimpin semua warga Mesir, baik Muslim maupun Kristen, dan berjanji untuk tidak berusaha melakukan pembalasan terhadap para penentang kelompok Islamis itu.
Seorang staf Shafiq mengutarakan keheranan atas pengumuman Ikhwanul Muslimin. Mahmud Barakeh menuduh kaum Islamis “membajak” proses pemilu dengan menolak untuk menunggu hasil resmi komisi pemilu, yang akan keluar sebelum Kamis. Barakeh juga mengatakan angka tidak resmi kampanye Shafiq menempatkan bekas perdana menteri itu pada kedudukan teratas.
Dalam tindakan yang mengurangi kekuasaan pemenang pemilihan presiden kelak, para Jenderal yang berkuasa di Mesir mengumumkan undang-undang dasar sementara yang baru, tidak lama setelah TPS tutup hari Minggu. Dewan militer telah memimpin negara sejak penggulingan Mubarak bulan Maret tahun 2011 dan telah berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada presiden yang baru tepilih sebelum tanggal 1 Juli.
Kantor-kantor berita Barat mengatakan undang-undang dasar sementara itu memberi kepada para jenderal kekuasaan legislatif sampai majelis rendah parlemen terpilih untuk menggantikan Majelis Nasional yang didominasi Islamis yang terpilih sebelumnya tahun ini dan dibubarkan oleh mahkamah tertinggi negara itu pekan lalu.
Menurut dokumen yang akan diterbitkan hari Senin, pemilu tidak boleh diselenggarakan sampai panel yang diangkat militer menulis undang-undang dasar permanen yang pasal-pasalnya dapat di-veto para jenderal.
Gerakan Ikhwanul Muslim Morsi mengatakan hasil tidak resmi menunjukkan ia telah memenangkan kira-kira 52 persen suara dalam pemilihan babak kedua yang berakhir hari Minggu, sedangkan Shafiq memperoleh 48 persen. Shafiq adalah perdana menteri terakhir yang bekerja di bawah Presiden Hosni Mubarak yang terguling. Ikhwanul Muslimin mendasarkan klaim kemenangannya pada hasil yang dihitung oleh para wakil Ikhwanul pada hampir semua TPS di negara itu.
Dalam pidatonya di markas besar kampanye hari Minggu, Morsi mengatakan ia akan menjabat sebagai pemimpin semua warga Mesir, baik Muslim maupun Kristen, dan berjanji untuk tidak berusaha melakukan pembalasan terhadap para penentang kelompok Islamis itu.
Seorang staf Shafiq mengutarakan keheranan atas pengumuman Ikhwanul Muslimin. Mahmud Barakeh menuduh kaum Islamis “membajak” proses pemilu dengan menolak untuk menunggu hasil resmi komisi pemilu, yang akan keluar sebelum Kamis. Barakeh juga mengatakan angka tidak resmi kampanye Shafiq menempatkan bekas perdana menteri itu pada kedudukan teratas.
Dalam tindakan yang mengurangi kekuasaan pemenang pemilihan presiden kelak, para Jenderal yang berkuasa di Mesir mengumumkan undang-undang dasar sementara yang baru, tidak lama setelah TPS tutup hari Minggu. Dewan militer telah memimpin negara sejak penggulingan Mubarak bulan Maret tahun 2011 dan telah berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada presiden yang baru tepilih sebelum tanggal 1 Juli.
Kantor-kantor berita Barat mengatakan undang-undang dasar sementara itu memberi kepada para jenderal kekuasaan legislatif sampai majelis rendah parlemen terpilih untuk menggantikan Majelis Nasional yang didominasi Islamis yang terpilih sebelumnya tahun ini dan dibubarkan oleh mahkamah tertinggi negara itu pekan lalu.
Menurut dokumen yang akan diterbitkan hari Senin, pemilu tidak boleh diselenggarakan sampai panel yang diangkat militer menulis undang-undang dasar permanen yang pasal-pasalnya dapat di-veto para jenderal.