Suhu politik di tanah air terus menghangat pasca pemilihan umum serentak, yang mencakup pemilihan presiden dan legislatif dalam hari yang sama, pada 17 April lalu. Terlebih setelah kedua pasangan calon mengklaim sebagai pemenang.
Kubu petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyatakan menang berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengumumkan kemenangan sesuai hasil penghitungan suara riil di internal.
Situasi kian menghangat karena sebagian masyarakat menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparat keamanan berbuat curang mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Selain salah memasukkan suara di situs resmi KPU, kecurangan dituduhkan berupa mengurangi suara yang diperoleh Prabowo dan menggelembungkan suara yang didapat Joko Widodo. Menanggapi situasi terkini tersebut, Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta penyelenggara pemilihan umum, termasuk KPU, serta aparat keamanan untuk bertindak jujur dan adil.
BACA JUGA: Wiranto Bantah Ada Konspirasi antara Pemerintah dan Penyelenggara PemiluDalam jumpa pers di kantornya, Rabu (24/4), Ketua Dewan Pertimbangan MUI Dien Syamsuddin meminta tahapan selanjutnya dari pemiihan umum, yakni penghitungan suara hingga penetapan hasil harus sesuai amanat konstitusi, yaitu jujur dan adil.
Prinsip kejujuran dan keadilan ini, lanjutnya, harus dilaksanakan oleh tiga elemen. Pertama penyelenggara pemiihan umum, yaitu KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Kedua, aparat penegak hukum dan keamanan, yakni Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia. ketiga adalah pasangan calon, tim sukses, relawan, dan pendukung.
“KPU tolong secara jujur dan adil, transparan dan akuntabel, melakukan penghitungan. Jangan ada trik-trik di situ, jangan ada dusta, jangan ada kebohongan, jangan ada kecurangan," kata Dien.
Dien menyatakan Dewan Pertimbangan MUI meminta sengketa pemilihan umum harus diselesaikan melalui jalur hukum dan konstitusi. MUI meminta kepada para pendukung kedua pasangan calon untuk menjaga persatuan dan kesatuan.
Ketika ditanya soal rencana pengerahan massa besar-besaran (people power) oleh salah satu kubu pasangan calon, Dien menolak berkomentar.
Terkait hal tersebut, Mohamad al-Jufri dari organisasi Alkhairaat mengatakan pengerahan massa besar-besaran tidak akan terjadi selama sengketa pemilihan umum dapat diselesaikan dengan jujur, adil, terbuka, dan akuntabel.
"People power bisa terjadi jika penyelesaian dari sengketa pemilu ini tidak dapat ditangani oleh yang berwenang, sehingga masyarakat akan bertindak sendiri," ujar Mohamad.
BACA JUGA: Hashim : Prabowo Sakit, Pertemuan dengan Luhut TertundaMengenai demonstrasi menolak kecurangan pemilihan umum di depan kantor Bawaslu hari ini, Dien menekankan konstitusi menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dia menegaskan unjuk rasa merupakan salah satu bentuk dari kebebasan berekspresi dan dijamin hukum selama tidak menimbulkan kekerasan dan kerusakan.
Dien mengakui ada kekurangan dari pemilihan serentak yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Karena itu, menurutnya, MUI akan mengambil prakarsa untuk mengajak semua pihak meninjau kembali pelaksanaan sistem demokrasi di Indonesia agar tidak menyimpang dari Pancasila.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman kembali menegaskan bahwa lembaganya bekerja secara profesional, bersih dan transparan.
Lembaganya kata Arief tidak pernah anti kritik tetapi ketika tuduhan itu tidak berdasar dan cenderung bohong maka publik harus diberitahu.
“Saya meyakini sejak tahapan awal pelaksanaan pemilu ini pasti banyak isu-isu beredar, bisa benar bisa salah.Awalnya saya melihat biasa saja, itu tidak usah ditanggapi lama-lama habis. Tapi Kemudian isunya meningkat kemudian substansinya menurut saya sudah mengganggu makanya kemudian dalam beberapa isu yang ini harus dilaporkan ke aparat penegak hukum,” tandas Arief.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Atmajaya, Yogyakarta,Riawan Tjandra, menjelaskan apabila ada ketidakpuasan pada hasil pemilu atau menemukan pelanggaran pada pesta demokrasi maka bisa mengajukan upaya pengajuan pemeriksaan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi dalam batas waktu 3x24 jam sejak pengumuman resmi oleh KPU. (fw/em)