Nelayan Teluk Palu Berupaya Pulihkan Terumbu Karang yang Rusak Akibat Tsunami

  • Yoanes Litha

Sebuah perahu yang digunakan untuk membawa tujuh media transplantasi Karang Jahe dalam upaya rehabilitasi terumbu karang di Teluk Palu, 21 Juli 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Relawan bersama warga di pesisir pantai Teluk Palu berupaya mengembalikan ekosistem terumbu karang yang rusak akibat terjangan tsunami pada 28 September 2018. Upaya itu dilakukan demi mengembalikan keberadaan ikan yang semakin sulit ditemukan oleh warga yang umumnya bekerja sebagai nelayan.

Di bawah terik sinar matahari yang cukup menyengat pada pukul 13 waktu Indonesia Tengah, belasan nelayan serta Relawan dari Arkom (Arsitek Komunitas) Kota Palu, pada Minggu siang (21/7/2019) melakukan kegiatan penanaman 116 bibit karang Jahe (Karang Porites) yang diletakkan pada 20 media transplantasi terumbu karang di pesisir Teluk Palu di Kelurahan Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah.

Your browser doesn’t support HTML5

Nelayan di Teluk Palu Berupaya Pulihkan Terumbu Karang yang Rusak akibat Tsunami

Ke-20 media transplantasi yang terbuat dari beton itu diangkut dengan menggunakan sebuah perahu nelayan sejauh 250 meter dari tepi pantai ke lokasi yang telah ditentukan di mana setiap media transplantasi seberat sepuluh kilogram itu dibawa ke dasar laut oleh seorang nelayan yang menyelam sejauh empat meter.

Ahmad Maliki (41) kepada wartawan di tepi pantai Teluk Palu di Kelurahan Mamboro mengatakan kegiatan yang mereka lakukan itu berangkat dari kegelisahan bahwa sejak peristiwa Tsunami, ia dan nelayan lainnya sudah semakin sulit menangkap ikan di pesisir teluk Palu.

Nampak dari atas seorang nelayan yang sedang menyelam disisi perahu membawa media transplantasi Karang Jahe ke dasar laut sedalam empat meter di Pantai Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah, 21 Juli 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

“Satu hal yang menginspirasi, saya melihat situasi kondisi pascabencana ini bahwa terumbu karang yang ada di lingkungan saya ini habis, tidak ada sisa biar satu, sedikitpun tidak ada. Dulu di sini banyak –terumbu karang- terus kemudian saya kemarin coba cari ikan pakai pukat, biar satu ekorpun tidak ada karena terumbu karang habis,” kata Ahmad Maliki mengenai motivasinya menanam terumbu karang di Teluk Palu.

Media transplantasi itu dibuat dengan cetakan kayu menggunakan material campuran pasir dan semen, pipa plastik, dan potongan besi, lalu dikeringkan selama 2 hari sebelum media tranplantasi itu bisa dibawa ke laut. Ahmad menyebutkan selain semen dan pasir, material pembuatan media transplantasi mereka memanfaatkan barang-barang bekas bangunan yang rusak akibat tsunami.

Dua orang warga mengamati perahu yang sedang membawa media transplantasi karang Jahe di pinggir pantai Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah, 21 Juli 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Moh Edward Yusuf, Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut pada Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah Senin (22/7/2019) mengatakan survei awal yang telah dilakukan di wilayah pantai Kayu Malue dan Mpanau di Kecamatan Palu Utara memperlihatkan kerusakan terumbu karang mencapai 80 persen. Tsunami juga merusak ekosistem terumbu karang yang merupakan hasil dari upaya panjang kegiatan rehabilitasi sejak tahun 2008 di pinggir pantai Pantai Loli dan Silae di Kota Palu, seluas tiga hingga empat hektare.

“Misalnya spot di bagian sini ada di daerah Silae, ada di daerah Loli. Ada dua spot yang kami konsentrasi kemarin semua mengalami kerusakan parah, semua karang yang telah kami rehabilitasi itu hilang, yang tadinya sudah menjadi sebuah komunitas karang yang sudah begitu banyak,” jelas Moh Edward di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah.

Kerusakan akibat Tsunami di pinggi pantai Teluk Palu di Kelurahan Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah, 21 Juli 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Diakuinya masih perlu survei lanjutan terkait dampak kerusakan terumbu karang pascabencana alam gempa bumi dan Tsunami. Dikatakannya pada tahun 2019 ini pihaknya telah bekerja sama dengan Badan kerjasama Internasional Jepang (JICA) untuk melakukan survei bathimetri. Hasil dari survei itu akan memperlihatkan perubahan permukaan dasar laut pascagempa bumi sebagai bahan masukan penerapan kebijakan ke depan untuk upaya pelestarian lingkungan maupun kegiatan pembangunan di sekitar kawasan teluk Palu. [yl/ab]