Neraca Dagang Indonesia Surplus $3,26 Miliar

Tumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok di tengah pandemi virus corona (Covid-19) di Jakarta, 3 Agustus 2020. (Foto: Reuters)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca dagang Indonesia pada Juli 2020 surplus $3,26 miliar dengan nilai ekspor $13,73 miliar.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan nilai ekspor Indonesia pada Juli 2020 mencapai $13,73 miliar atau menurun 9,9 persen dibanding ekspor Juli 2019.

Kendati demikian, jika dibandingkan ekspor pada Juni 2020 meningkat sebesar 14,33 persen. Sedangkan nilai impor mencapai$ 10,47 miliar, turun 32,55 persen dibanding impor Juli 2019 atau menurun 2,73 persen dibandingkan Juni 2020.

"Sekarang kalau kita gabungkan ekspor dan impor, maka kita bisa melihat neraca perdagangan pada Juli 2020 mengalami surplus $3,26 miliar," jelas Suhariyanto dalam konferensi pers online, Selasa (18/8/2020).

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto saat menggelar konferensi pers online, Selasa, 18 Agustus 2020. (Foto: Screenshoot)

Suhariyanto menjelaskan ekspor nonmigas menyumbang 94,87 persen dari total ekspor pada Juli 2020, dengan peningkatan terbesar pada logam mulia dan perhiasan sebesar $452,7 juta. Sedangkan dari sisi negara, China menempati urutan pertama sebesar $2,53 miliar, disusul Amerika Serikat $1,61 miliar dan Jepang $1,05 miliar.

Jawa Barat menjadi provinsi asal barang ekspor terbesar pada Januari-Juli 2020 dengan nilai $14,65 miliar, disusul Jawa Timur $11,54 miliar dan Kalimantan Timur $7,8 miliar.

Dari sisi impor, bahan baku atau penolong mendominasi 70,58 persen dari total impor. Sementara dari sisi negara pemasok, China menjadi negara terbesar senilai$ 21,36 miliar, disusul Jepang$ 6,75 miliar dan Singapura$ 6,66 persen.

BACA JUGA: Meski Dibayangi Resesi, Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 2021 4,5 %-5,5 %

"Untuk impor konsumsi mengalami penurunan cukup dalam baik secara bulanan (-21,1 persen) maupun tahunan (-24,1) persen," tambahnya.

Ganti Bahan Impor

Sementara itu, Ekonom Indef Tauhid Ahmad menyoroti impor bahan baku baku atau penolong yang mengalami penurunan pada periode Januari-Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, penurunan impor bahan baku akan membuat kinerja produksi nasional menjadi terganggu. Namun, kata dia, hal ini juga menjadi kesempatan bagi produsen dalam negeri untuk menggantikan produk impor pada masa pandemi.

Perkembangan ekspor. Diagram BPS

"Kita misalnya untuk industri tekstil itu dari luar, kemudian industri otomotif untuk berbagai jenis besi dan baja juga dari luar. Apalagi industri farmasi sebagian besar dari luar negeri," jelas Tauhid Ahmad kepada VOA, Selasa (18/8/2020).

Tauhid menambahkan surplus neraca perdagangan ini tidak akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga 2020 yang diprediksi akan minus. Ia beralasan surplus tersebut dikarenakan penurunan impor yang cukup dalam, bukan sebaliknya karena ekspansi ekspor ke sejumlah negara.

Ia menyarankan pemerintah agar menerapkan sejumlah strategi baru untuk menggenjot kembali perdagangan Indonesia. Salah satunya dengan mencari pasar baru untuk ekspor nonmigas seperti Swiss.

Your browser doesn’t support HTML5

Neraca Dagang Indonesia Surplus $3,26 Miliar

"Saya duga yang paling besar itu lemak dan minyak hewan nabati, mungkin bisa diterima di sana (Swiss.red). Jadi pilihan-pilihan negara lain yang punya pilihan lebih besar," tambahnya.

Selain itu, Tauhid juga berpendapat pemerintah perlu memanfaatkan perang dagang antara China dengan Amerika untuk dapat memasukkan barang-barang produksi dalam negeri. Termasuk dengan memanfaatkan skema tarif impor khusus untuk meningkatkan peluang ekspor ke Amerika Serikat. [sm/em]