Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membangun reputasinya sebagai 'elang keamanan' Israel berdasarkan pengabdiannya di sebuah unit pasukan elite khusus yang melakukan beberapa operasi penyelamatan sandera paling berani di negaranya.
Sebagai pemimpin Israel, warisan kepemimpinannya akan dibayangi kegagalannya dalam mengendus operasi senyap Hamas pada 7 Oktober yang disebut paling mematikan dalam 75 tahun sejarah negara tersebut. Selain itu, Netanyahu juga kelak akan dikenang sebagai pemimpin yang gagal menyelamatkan lebih dari 200 tawanan Hamas.
Besarnya korban tewas, laporan trauma dan gambaran kekerasan yang muncul dari komunitas Israel selatan di sekitar Gaza mengguncang negara tersebut.
Dalam masa jabatannya yang keenam sebagai perdana menteri, Netanyahu, 74 tahun, memimpin salah satu koalisi sayap kanan paling ekstrem di Israel. Koalisi tersebut mendapat tekanan yang semakin besar karena guncangan yang dihadapi Israel sontak berubah menjadi kemarahan atas kegagalannya mengantisipasi serangan itu.
Netanyahu menolak dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu. Ia berkelit bahwa setiap orang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit ketika perang dengan Hamas berakhir, dan dalam salah satu konferensi persnya yang jarang terjadi, dia menolak pertanyaan apakah dia akan mengundurkan diri.
Namun suasana hati Israel berubah, menurut jajak pendapat yang menunjukkan sebagian besar warga menyalahkan Netanyahu. Ketidaksukaan masyarakat juga terlihat dari beredarnya foto sejumlah menteri kabinet yang diserang di depan umum ketika mereka keluar dari mobil dinas mereka.
Jajak pendapat surat kabar Maariv pada 18-19 Oktober menunjukkan mantan menteri pertahanan Benny Gantz, seorang ketua partai oposisi sentris di pemerintahan persatuan yang baru dibentuk, disukai sebagai perdana menteri oleh 48 persen responden, dibandingkan Netanyahu yang didukung hanya 28 persen responden.
"Netanyahu akan mundur. Sama seperti pejabat tinggi militer, intelijen, dan GSS (badan intelijen). Karena mereka gagal," tulis surat kabar harian Israel Hayom dalam editorialnya minggu ini.
BACA JUGA: Sekjen PBB Kutuk Pembunuhan Warga Sipil, Terkejut Atas Meningkatnya Kekerasan di GazaMenghadapi persidangan atas tuduhan korupsi, yang ia bantah, popularitas Netanyahu juga ternoda terjadinya gonjang-ganjing domestik terkait rencannya untuk membatasi kekuasaan Mahkamah Agung. Rencana tersebut mendorong ratusan ribu warga Israel turun ke jalan selama berbulan-bulan.
Saat ini, konsekuensi politik terhadap Netanyahu terpaksa ditunda karena Israel sibuk mengerahkan pesawat-pesawat tempurnya untuk melakukan serangan udara yang menurut Kementerian Kesehatan Gaza telah membunuh lebih dari 8.000 warga Palestina. Tank-tank Israel juga dikerahkan untuk menembus jauh ke dalam wilayah yang dikepung tersebut.
Namun hal ini akan sangat bergantung pada hasil operasi tersebut, yang menyatakan tujuannya adalah untuk menghancurkan Hamas selamanya dan apakah partainya sendiri akan terus mendukungnya dalam menghadapi seruan perubahan yang semakin keras.
Sejumlah pihak sering mencurigai kiprah Netanyahu karena aliansinya dengan partai-partai agama garis keras dan nasionalis.
Selain tekanan atas isu-isu seperti perluasan pemukiman Yahudi yang tiada henti di Tepi Barat yang diduduki, dunia internasional juga mengkhawatirkan jumlah korban jiwa selama Israel membombardir Gaza.
Perekonomian, yang tertekan oleh ketidakpastian proses perombakan peradilan, yang ditentang keras oleh sebagian besar komunitas bisnis, semakin terpukul. Sektor bisnis, mulai dari konstruksi hingga jasa makanan melaporkan terjadinya penurunan pendapatan yang tajam.
Netanyahu, yang biasanya merupakan sosok yang tenang dan percaya diri, kini sikapnya makin tidak jelas. Hal itu terutama tampak pada insiden minggu ini. Pada saat itu ia mengirimkan cuitan pada larut malam yang menyalahkan kepala intelijennya karena gagal memperingatkannya tentang serangan 7 Oktober.
Cuitan tersebut dihapus keesokan paginya dan Netanyahu meminta maaf. Namun cuitan tersebut menuai banyak kritik dari pers dan seluruh spektrum politik.
“Dia adalah orang yang tidak layak untuk menjabat sebagai perdana menteri,” tulis seorang editorial di Yedioth Ahronoth, surat kabar terlaris Israel, minggu ini, dan menambahkan bahwa Netanyahu seharusnya mengundurkan diri atau dicopot segera setelah serangan 7 Oktober. [ah/ft]