Presiden Barack Obama diperkirakan akan mendesak Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif mengenai hubungannya dengan Taliban, keamanan nuklir dan berbagai masalah lain hari Kamis (22/10) ketika pemimpin kedua negara bersekutu itu bertemu di Gedung Putih.
Meski ada upaya menutupi perselisihan itu dengan jabatan tangan, senyum dan hal-hal yang disepakati, masalah keamanan yang sudah lama berlangsung kemungkinan akan mendominasi pembicaraan di kantor presiden Amerika itu.
Hubungan Islamabad dengan Taliban Afghanistan, dukungannya pada kelompok-kelompok teror yang menyerang India dan Amerika Serikat, serta persenjataan nuklirnya yang bertambah dengan cepat dipandang oleh Washington sebagai masalah keamanan yang sangat besar.
Hubungan Washington dengan Islamabad harus dijalankan dengan sangat hati-hati, yang dilahirkan oleh saling ketergantungan tetapi dibubuhi oleh rasa saling tidak percaya.
Tetapi hubungan terjerumus ke dalam krisis mendalam ketika otak peristiwa 11 September Osama bin Laden ditemukan tinggal dalam satu kota besar militer Pakistan.
Sejak itu Sharif telah kembali memegang jabatan perdana menteri dan memulai usaha menemukan bidang kerjasama, tetapi para pejabat menunjukkan hampir tidak adanya perubahan dalam sikap Dinas Intelijen dan Keamanan Pakistan yang kuat itu.
Sebagai tanda kekuatan itu, kunjungan Sharif kabarnya akan diikuti oleh kunjungan kepala dinas intelijen Pakistan dan Kepala Staff Angkatan Darat Raheel Sharif.
Amerika telah kehilangan kesabaran setelah bertahun-tahun menyediakan senjata dan uang kepada militer Pakistan, namun negara itu belum melakukan apa yang telah diminta berkali-kali oleh Washington, seperti penindakan terhadap militan.
Pertemuan itu diadakan sementara Gedung Putih semakin menggeser fokusnya di Asia Selatan ke saingan berat Pakistan, India. [gp]