Presiden Barack Obama mengatakan dunia sedang menghadapi krisis pengungsi berskala besar. Tapi setidaknya ada kabar baik bagi sekitar 21 juta orang yang telah meninggalkan rumah mereka, seperti dilaporkan oleh koresponden VOA Cindy Saine berikut ini.
Presiden Obama berbicara langsung mengenai masalah yang dihadapi oleh jutaan pengungsi.
“Kita di sini karena sekarang, di kamp-kamp yang penuh sesak di kota-kota di seluruh dunia, ada keluarga-keluarga dari Darfur di Chad, warga Palestina di Lebanon, warga Afghanistan di Pakistan, dan warga Kolombia di Ekuador, yang telah bertahun-tahun, dalam beberapa kasus puluhan tahun, menjadi pengungsi yang bertahan hidup dengan ransum dan bantuan dan yang bermimpi suatu hari kelak memiliki tempat tinggal sendiri.”
Salah seorang pengungsi yang melarikan diri dari Suriah, ikut berkompetisi dalam Olimpiade Rio tahun ini dan sekarang tinggal di Jerman. Ia mengirim pesan bagi para pemimpin dunia yang memikirkan nasib keluarga-keluarga seperti keluarganya.
“Melarikan diri dari negara kita bukan pilihan….dan para pengungsi itu adalah orang-orang normal yang bisa mencapai hal-hal besar jika diberi kesempatan,” kata Yusra Mardini, atlet Olimpiade.
Nasib begitu banyak pengungsi membuat Amerika Serikat, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon dan para pemimpin dari Kanada, Ethiopia, Jerman, Yordania, Meksiko dan Swedia berjanji untuk menerima pengungsi dalam jumlah yang lebih besar atau memberikan bantuan keuangan yang lebih banyak.
Sebelumnya Selasa, Gedung Putih mengumumkan bahwa 51 perusahaan AS, termasuk Google, Microsoft, Twitter dan Facebook, telah berjanji untuk berinvestasi, memberikan sumbangan dan menggalang dana $ 650 juta untuk membantu pengungsi di seluruh dunia.
Perusahaan-perusahaan itu akan memberikan berbagai bentuk bantuan, termasuk komputer tablet, pelatihan tenaga kerja dan bantuan pendidikan serta pekerjaan.
Presiden Obama mengajak orang di seluruh dunia untuk berbelas kasih dan tidak memalingkan mata dari krisis pengungsi, yang katanya adalah ujian kemanusiaan di dunia.
Sementara itu, hanya beberapa langkah dari Markas Besar PBB, demonstrasi damai berlangsung di Dag Hammarskjöld Park. Warga Amerika keturunan Iran Berdemonstrasi di taman itu pada hari peringatan eksekusi 30.000 tahanan politik pada tahun 1988.
Mereka menggelar pengadilan tiruan terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Iran untuk mengirim pesan sederhana, yaitu menghentikan eksekusi. Penelitian terbaru menunjukkan Iran telah melampaui Tiongkok sebagai negara nomor satu yang secara per kapita paling banyak melakukan eksekusi.
“Tidak seperti harapan di Barat, tidak hanya banyak hal yang belum membaik, tetapi banyak hal bahkan benar-benar telah memburuk. Rouhani tidak mewakili rakyat Iran. Dia bukan moderat. Sebaliknya, dia bahkan lebih represif dibandingkan dengan para pendahulunya,” kata salah seorang demonstran, Alireza Jafarsadeh dari kelompok yang menamakan diri “Dewan Nasional Perlawanan terhadap Iran.”
Setelah tiga tahun menjabat, para pemimpin oposisi mengatakan presiden mereka, Hassan Rouhani, yang berkampanye dengan semboyan kebijaksanaan dan harapan, telah membentuk rekor suram di Timur Tengah dan dalam HAM, termasuk memimpin lebih dari 2.500 eksekusi.
“Mereka selalu berbicara tentang hak asasi manusia dan demokrasi dan kebebasan, dan itu semua tidak kita memiliki di Iran. Saudara-saudara kami, rakyat Iran, telah ditekan selama 37 tahun terakhir, dan setiap tahun kami kehilangan semakin banyak orang,” kata Shirin Nariman, demontran dari Organisasi Komunitas Iran-Amerika.
Itulah harapan para demonstran itu, yang percaya perubahan hanya dapat dicapai melalui perlawanan yang terorganisasi dan pemberdayaan rakyat. [cs/as]