Obama Masih Berharap Solusi Diplomatik atas Krisis Krimea

Para pria bersenjata diyakini sebagai orang-orang Rusia berjalan di luar pangkalan militer Ukraina di Perevalnoye, dekat Krimea (14/3).

Presiden Amerika Barack Obama mengatakan dia masih mengharapkan solusi diplomatik atas krisis di Krimea, yang akan mengadakan referendum hari Minggu yang mungkin akan menyebabkan Krimea pecah dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.
Obama berbicara kepada wartawan di Washington hari Jumat dimana dia juga bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia Enda Kenny menjelang Hari Libur St. Patrick.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry bertemu di London dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov untuk merundingkan isu itu, tetapi pembicaraan itu sepertinya berakhir tanpa banyak konsensus.

Berbicara kepada wartawan usai pertemuan itu, Kerry menekankan kembali bahwa Amerika yakin referendum di Krimea melanggar hukum internasional dan konstitusi Ukraina, dan bahwa sanksi-sanksi akan diterapkan terhadap Rusia jika referendum tetap diadakan. Dia mengatakan persetujuan Rusia akan pemungutan suara yang memilih penggabungan Krimea dengan Rusia sama dengan “aneksasi” semenanjung itu “lewat pintu belakang.”

Dalam konferensi pers terpisah usai perundingan itu, Lavrov mengatakan tidak ada “visi yang sama” antara Amerika dan Rusia mengenai isu tersebut, tetapi bahwa perundingan itu “bermanfaat.” Dia mengatakan Rusia akan “menghormati keinginan rakyat Krimea.”

Lavrov kembali mengecam sanksi yang sedang dipertimbangkan Amerika dan Uni Eropa terhadap Rusia. Dia menyebut sanksi-sanksi itu “instrumen yang kontra-produktif” yang “tidak akan membantu kepentingan bersama.”

Dia juga mengatakan Krimea lebih berarti bagi Rusia daripada Kepulauan Falkland bagi Inggris, yang berperang dengan Argentina setelah menginvasi wilayah Inggris itu pada tahun 1982.

Juga Jumat, Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin memberitahu Sekjen PBB Ban Ki-Moon lewat telepon bahwa referendum di Krimea “sepenuhnya konsisten dengan hukum internasional dan piagam PBB.”