Reaksi China terhadap semakin besarnya pengaruh Rusia di Korea Utara dan juga pada pemimpinnya, Kim Jong Un, kemungkinan besar merupakan gabungan dari “kekesalan” dan “kepanikan” karena China terlihat kehilangan kendali atas negara mitranya, demikian kata sejumlah mantan pejabat kebijakan dan intelijen Amerika Serikat.
Mereka mencatat bahwa kemitraan keamanan eksplisit antara Rusia dan Korea Utara bisa merusak posisi strategis China di Asia Timur, serta memiliki implikasi jangka panjang yang tidak menguntungkan bagi China.
Kementerian Luar Negeri Rusia, Rabu (30/10) mengumumkan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui akan mengadakan “konsultasi strategis” di Moskow dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, karena Amerika Serikat, Korea Selatan, dan NATO telah menyatakan kekhawatirannya terkait ribuan tentara yang dikirim Pyongyang untuk berlatih di Rusia.
Para pejabat Amerika Serikat yakin bahwa Rusia berniat menggunakan tentara Korea Utara dalam pertempuran atau untuk mendukung operasi tempur melawan pasukan Ukraina di wilayah Kursk. Korea Selatan mengutuk hal itu sebagai ancaman keamanan yang signifikan bagi masyarakat internasional.
Di Beijing, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Andrei Rudenko, pada hari Rabu ini mengadakan pembicaraan. Wang menegaskan kembali hubungan yang kuat antara kedua negara. Kedua pejabat tersebut bertukar pandangan mengenai Ukraina, tetapi tidak mengungkapkan rincian diskusi mereka.
Para pejabat China tidak memberi komentar langsung mengenai Korea Utara yang telah mengirimkan ribuan tentara ke Rusia.
“China menyerukan kepada semua pihak untuk meredakan situasi dan mengupayakan penyelesaian politik dari krisis Ukraina. Posisi ini tetap tidak berubah,” kata Lin Jian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China yang mengulangi sikap Beijing dalam sebuah konferensi pers, Selasa (29/10).
Kepanikan China
“Keheningan di Beijing mengenai masalah ini sangat mengejutkan,” kata Dennis Wilder, seorang mantan pejabat intelijen senior di CIA.
Wilder mengatakan Presiden China Xi Jinping tidak mungkin mengatakan apapun secara terbuka karena ia menghadapi Kim Jong Un yang tidak bisa diprediksi.
“China sudah sangat berhati-hati dalam memberikan bantuan nuklir kepada Korea Utara, menjaga dengan memberikan dukungan ekonomi sedikit demi sedikit sehingga Korea Utara tetap stabil. Namun, jika Presiden Rusia Vladimir Putin mengambil jalan untuk memberikan bantuan nuklir, hal ini akan memperkuat aliansi Amerika di Asia Timur, dan mungkin akan menciptakan NATO yang sesungguhnya.”
“Jadi, Presiden China Xi Jinping berada di posisi yang sangat, sangat sulit,” kata Wilder dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington pada hari Selasa (29/10).
Wilder menyarankan agar Amerika Serikat bisa memanfaatkan saluran intelijennya dengan China untuk mengumpulkan dan menganalisa data bersama-sama.
Mantan pejabat senior Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Victor Cha, mengatakan dengan mengirimkan pasukannya, Korea Utara melakukan “pembayaran uang muka” kepada Rusia untuk kemitraan keamanan bersama; sesuatu yang tidak akan pernah bisa didapatkan Pyongyang dari Beijing.
Di China, Cha mengatakan, “Mungkin ada kombinasi antara sedikit kekesalan, sedikit kepanikan dan sedikit ketidaktahuan tentang apa yang harus dilakukan sehubungan dengan situasi saat ini.”
“Kepanikannya adalah bahwa Rusia sekarang memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap Korea Utara dibandingkan dengan China,” tambah Cha, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Departemen Geopolitik dan Kebijakan Luar Negeri di CSIS.
Baik Wilder maupun Cha pernah menjabat sebagai anggota Dewan Keamanan Nasional di bawah kepemimpinan mantan presiden Amerika Serikat George W. Bush.
Hambatan bahasa
Analis militer lainnya mencatat bahwa meskipun tentara Korea Utara dapat memperoleh pengalaman nyata dalam operasi tempur hanya dengan mengerahkannya ke negara lain, mereka juga akan menghadapi tantangan yang signifikan.
“Ada masalah bahasa yang sangat besar,” kata Kolonel Mark Cancian, yang menghabiskan lebih dari tiga dekade di Korps Marinir Amerika Serikat dan sekarang menjadi penasihat senior di Program Keamanan Internasional CSIS.
Dia mempertanyakan bagaimana sekelompok orang Korea Utara dapat secara efektif berintegrasi dengan unit militer Rusia dan berkomunikasi serta beroperasi bersama.
Kemungkinan Rusia mentransfer teknologi yang terkait dengan rudal balistik, pertahanan udara, dan senjata nuklir ke Korea Utara adalah skenario yang “mungkin paling berbahaya” dari sudut pandang Amerika Serikat, menurut Cancian.
Pelanggaran terhadap Resolusi DK PBB
Sejumlah pejabat Amerika Serikat pada hari Selasa membantah pernyataan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, yang mengatakan bantuan militer antara Rusia dan Korea Utara tidak melanggar hukum internasional.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Matthew Miller, mengatakan “latihan yang diberikan Rusia pada tentara DPRK yang melibatkan senjata atau materi terkait,” serta, “latihan atau bantuan apa pun yang melibatkan tentara DPRK dalam penggunaan rudal balistik atau senjata lainnya,” merupakan pelanggaran langsung terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia mengacu pada Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan rencana pertukaran delegasi untuk mengkoordinasikan tindakan dan berbagi informasi intelijen terkait pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia.
Utusan Khusus Ukraina untuk Korea Selatan minggu ini akan memulai pembicaraan dengan para pejabat Korea Selatan.
Di Washington, para pejabat Amerika Serikat mengatakan mereka akan menyambut baik peningkatan dukungan Korea Selatan untuk Ukraina. Pemerintah Korea Selatan mengindikasikan bahwa mereka akan mempertimbangkan pengiriman “senjata untuk bertahan dan menyerang,” dan mungkin juga mengirimkan personil militer dan intelijen ke Ukraina untuk menganalisa taktik perang Korea Utara serta membantu dalam interogasi warga Korea Utara yang tertangkap.
“Kami tentu saja menyambut baik negara manapun yang mendukung mitra Ukraina kami karena mereka terus mempertahankan integritas teritorial dan kedaulatan mereka,” kata wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Vedant Patel, kepada VOA dalam pengarahan baru-baru ini. [th/em]
Para pejabat Amerika Serikat yakin bahwa Rusia berniat menggunakan tentara Korea Utara dalam pertempuran atau untuk mendukung operasi tempur melawan pasukan Ukraina di wilayah Kursk. Korea Selatan mengutuk hal itu sebagai ancaman keamanan yang signifikan bagi masyarakat internasional.