Palestina mengatakan Presiden Mahmoud Abbas akan berpidato di Majelis Umum PBB pada tanggal 23 September dan juga meminta Dewan Keamanan agar mengakui Palestina sebagai negara merdeka – syarat yang perlu bagi keanggotaan PBB. Pemerintahan Obama memastikan akan memveto resolusi itu.
Ketika mengumumkan posisi mereka hari Kamis, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan tidak akan menutup pintu bagi kemungkinan dimulainya lagi perundingan damai.
“Kami sudah memutuskan untuk menyerahkan lamaran untuk menjadi anggota penuh PBB. Pada saat bersamaan, seperti telah kami nyatakan, kami terbuka untuk semua saran dan pemikiran yang datang dari pihak mana pun bagi dihidupkannya lagi perundingan damai,” ujar al-Maliki.
Utusan Amerika David Hale dan asisten senior Gedung Putih Dennis Ross bolak balik antara para pemimpin Israel dan Palestina dalam upaya menghidupkan lagi perundingan damai dan mencegah upaya Palestina meminta pengakuan sebagai negara merdeka dari PBB. Baik Amerika dan Israel mengatakan langkah sepihak tidak akan membuahkan hasil dan tidak akan menciptakan perdamaian.
Israel menampik tuntutan utama Palestina untuk memulai lagi perundingan, yaitu dihentikannya pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia juga akan berpidato di Majelis Umum PBB minggu depan.
Ia mengatakan, “Saya akan ke PBB, demikian juga halnya Presiden Abbas. Kami bisa pergi bersama ke New York, duduk, dan berunding. Mengadakan pembicaraan langsung. Itu adalah cara termudah memulai perundingan damai, dan satu-satunya jalan untuk memulai perundingan damai.”
Amerika memperingatkan Palestina, akan menggunakan hak vetonya apabila Palestina tetap bertekad mengajukan status sebagai negara merdeka ke Dewan Keamanan PBB. Dalam hal veto, Palestina mungkin akan mencari dukungan suara simbolik dari Majelis Umum, di mana Palestina mendapat dukungan besar.