Delegasi Palestina untuk PBB sedang mengupayakan pemungutan suara bulan depan untuk mendapat pengakuan sebagai anggota penuh, kata Duta Besar Riyad Mansour, Rabu (3/4). Ini adalah sebuah langkah yang ditentang oleh Amerika Serikat.
"Kami sedang mencari pengakuan. Itu adalah hak hukum dan alami kami," kata Mansour, seraya menambahkan bahwa ia mendorong pemungutan suara di Dewan Keamanan itu dilaksanakan pada 18 April.
"Semua orang mengatakan 'solusi dua negara', lalu apa logika menolak kita menjadi negara anggota?," tambahnya.
Setiap permintaan untuk menjadi negara anggota PBB harus terlebih dahulu melalui pemungutan suara di Dewan Keamanan, di mana sekutu Israel, Amerika Serikat dan empat negara lainnya memiliki hak veto dan kemudian disetujui oleh dua per tiga mayoritas di Majelis Umum.
BACA JUGA: AS: PBB Bukanlah Tempat untuk Memuluskan Status PalestinaPresiden Palestina Mahmud Abbas awalnya meluncurkan permohonan status kenegaraan pada tahun 2011. Hal ini tidak dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan, namun Majelis Umum pada tahun berikutnya memberikan status pengamat yang lebih terbatas kepada "Negara Palestina".
Otoritas Palestina mengajukan surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan kembali pada hari Selasa.
AS Menentang
Komentar Mansour muncul setelah Amerika Serikat pada Rabu pagi menyuarakan penolakannya terhadap keanggotaan penuh Palestina, dengan mengatakan bahwa Washington mendukung pembentukan negara Palestina tetapi setelah melakukan negosiasi dengan Israel.
“Kami mendukung pembentukan negara Palestina yang merdeka,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller kepada wartawan.
“Itu adalah sesuatu yang harus dilakukan melalui perundingan langsung melalui para pihak, sesuatu yang kami upayakan saat ini, dan bukan melalui PBB,” katanya, tanpa secara eksplisit mengatakan bahwa Amerika Serikat akan memveto pengajuan tersebut jika sampai ke Dewan Keamanan.
Miller mengatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken telah terlibat aktif dalam memberikan “jaminan keamanan” bagi Israel sebagai bagian dari landasan pembentukan negara Palestina.
Pemerintahan Presiden Joe Biden semakin mengisyaratkan dukungan terhadap negara Palestina, dengan Otoritas Palestina yang telah direformasi berkuasa di Tepi Barat dan Gaza, sementara juga berupaya mencari cara untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama beberapa dekade telah menentang negara Palestina dan memimpin pemerintahan sayap kanan dengan anggota yang memusuhi Otoritas Palestina, yang memegang otonomi terbatas di beberapa bagian Tepi Barat.
BACA JUGA: Meningkat, Seruan agar Israel Jelaskan Serangan Udara di GazaBerdasarkan undang-undang Amerika yang sudah lama ada, Amerika Serikat diharuskan memotong dana untuk badan-badan PBB yang memberikan keanggotaan penuh pada negara Palestina.
Undang-undang tersebut diterapkan secara selektif. Amerika Serikat menghentikan pendanaan pada tahun 2011 dan kemudian menarik diri dari badan PBB untuk urusan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO), namun bergabung kembali pada tahun lalu di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden.
Robert Wood, deputi perwakilan AS untuk PBB, mengatakan bahwa pengakuan negara Palestina oleh badan dunia secara keseluruhan berarti "pendanaan akan dipotong dari sistem PBB, jadi kami terikat oleh hukum AS."
“Harapan kami adalah mereka tidak melakukan hal itu, tapi itu terserah mereka,” kata Wood tentang pengajuan Palestina. [ab/uh]