Kedatangan Badai Cempaka akhir tahun lalu diikuti bencana banjir dan tanah longsor di Pacitan. Sedikitnya 25 orang meninggal dunia, dan sekitar 5.000 lainnya sempat mengungsi. Dalam beberapa hari, Pacitan, salah satu kota tujuan wisata populer, berubah menjadi kawasan bencana.
Dampak bencana itu masih terlihat pekan ini. Pokok pohon dan bambu berukuran besar teronggok begitu saja di Pantai Teleng Ria dan Pancer. Kawasan ini mengalami dampak terburuk karena merupakan muara Sungai Grindulu yang terlanda banjir paling besar.
Jamil, warga Pacitan yang ditemui sedang memancing di Teleng Ria mengaku heran, pokok pohon itu dibiarkan begitu saja. “Sebagian dulu sudah dibakar, tetapi kemudian berhenti. Sekarang, ya dibiarkan begitu saja. Banyak yang kesini kecewa melihat kondisinya,” ujar Jamil kepada VOA.
Parsidi, pengelola rumah penginapan Araya yang berada tak jauh dari pantai mengaku tamu yang menginap di sana turun hingga 50 persen. Beberapa bulan setelah bencana besar bahkan dia tidak menerima tamu sama sekali. Kini, setidaknya pada akhir pekan dia masih bisa berharap bahwa 2-4 kamar dari 10 kamar yang tersedia bisa terisi tamu.
“Itupun hanya di malam Minggu, kalau di hari-hari biasa tidak ada tamu yang datang. Dulu sebelum bencana banyak bule datang kesini, dari Jerman, Perancis, Inggris. Sebut mana saja negara ada yang datang, cuma Timur Tengah yang tidak ke sini. Kalau yang paling banyak dari Australia,” kata Parsidi.
Promosi sudah dilakukan, kata Parsidi, antara lain melalui internet dan menurunkan harga sewa kamar, tetapi hasilnya belum cukup terlihat. Keluhan bukan hanya datang dari dirinya, tetapi juga sejumlah tetangga yang membuka usaha sama. Dia berharap ada langkah nyata dari pemerintah daerah untuk mengembalikan angka kunjungan seperti sebelum Badai Cempaka.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Pacitan, Triatmojo mencatat, dampak terbesar dari Badai Cempaka dan bencana alam yang melanda akhir tahun lalu, memang ada di kawasan pantai yang dekat muara sungai Grindulu. Meskipun kawasan kota juga sempat terendam, tetapi hotel-hotel yang jauh dari pantai relatif tidak terdampak.
Triatmojo menyatakan, Pacitan memiliki banyak tujuan wisata lain yang relatif aman dan tidak terdampak bencana. Hingga saat ini, obyek wisata semacam itu, yang biasanya berlokasi jauh dari kota, tetap dikunjungi wisatawan. Pelaku wisata bersama pemerintah daerah juga sudah melakukan kerja sama untuk mengangkat citra yang terlanjur buruk. Sejauh ini, meski belum berhasil seperti sediakala, tetapi ada optimisme bahwa upaya pemulihan itu akan berhasil ke depan.
“Bencananya kan sudah selesai, cuma untuk rehabilitasinya itu mungkin perlu dana yang lumayan besar. Jadi tidak serta merta langsung bisa diganti yang sudah rusak. Ini memang dampaknya lebih terasa yang di pantai, tetapi di tempat tujuan lain sebenarnya tidak ada masalah. Nah, sekarang malah musim angin kencang, ini ada berita pengunjung pantai harus hati-hati karena ombaknya terlalu tinggi, sampai enam meter,” jelas Triatmojo.
Sejumlah tujuan wisata yang tidak terdampak bencana dan bisa dikunjungi saat ini antara lain adalah Pantai Klayar, Pantai Srau, dan Pantai Watu Karung. Sedangkan penggemar gua bisa datang ke Goa Gong dan Goa Tabuhan. Termasuk salah satu yang sering dicari wisatawan adalah rumah masa kecil mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berada di tengah kota.
“Destinasi itu tetap dalam kondisi baik, tidak terdampak sama sekali. Jadi seharusnya bisa dijadikan pilihan. Hanya mungkin wisatawan masih takut dengan peristiwa akhir tahun lalu itu,” kata Triatmojo.
Hanya saja, kata Triatmojo, kesan buruk yang sudah tertancap di benak wisatawan luar daerah mengenai kondisi Pacitan tidak mudah dihapus. Apalagi, rekaman kengerian banjir dan tanah longsor akhir tahun lalu tersebar luar di media sosial.
Suasana kota Pacitan sendiri sudah sepenuhnya normal saat ini. Alun-alun kota yang dulu terendam telah diperbaiki. Pada senja hari, masyarakat berkumpul di kawasan ini untuk bersantai sambil menikmati aneka kuliner. Wisata pantai cukup populer di Pacitan karena kota kecil ini relatif mudah dijelajahi. Hanya dibutuhkan 10 menit berkendara dari pusat kota ke pantai.
Wisatawan asing dulu juga gemar datang karena kondisi pantai yang bersih, aman dan nyaman. Di sejumlah pantai yang belum populer, jumlah wisatawan asing bahkan cukup banyak. Gelombang wisatawan asing, terutama penggemar selancar inilah yang mendorong maraknya bisnis rumah sewa (guest house) yang dikelola oleh masyarakat di desa-desa tepi laut.
Pendapat Triatmojo itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Pacitan, Endang Surjasari. Sektor pariwisata Pacitan, kata Endang mengalami tantangan berat untuk mengembalikan citranya. Dampaknya sangat terasa, karena sejak Januari hingga Mei, bisa dikatakan angka kunjungan wisatawan ke Pacitan sangat kecil. Situasinya tertolong oleh libur Idul Fitri, di mana jumlah kunjungan Juni menutup seluruh kekurangan selama lima bulan sebelumnya.
Your browser doesn’t support HTML5
“Pacitan sampai macet panjang waktu libur Lebaran dan diteruskan libur sekolah kali ini. Ini sangat membantu meraih target kami,” ujar Endang. Namun, belum sempat angka kunjungan itu kembali ke tingkat normal, dalam beberapa hari ini ombak tinggi dan angin kencang melanda kawasan pantai. Endang bahkan sempat berpikir untuk menutup pantai-pantai di Pacitan, karena resiko keamanan bagi pengunjung terlalu besar.
“Kondisinya baru pulih di bulan Juni. Seharusnya, kalau datanya di bulan Juni ini kan kita harus bisa memasukkan pendapatan minimal 50 persen dari targetnya. Saat ini, kami baru mencatat di angka 43 persen, dan itu praktis hanya pendapatan satu bulan, yaitu pada bulan Juni. Semoga masih bisa terkejar targetnya hingga akhir tahun. Makanya kami terus melakukan promosi,” imbuhnya.
Pacitan adalah kota berbentuk tapal kuda yang dikelilingi oleh perbukitan di sisi barat, utara dan timur, sementara di sisi selatan, kabupaten ini memiliki pantai-pantai yang indah. Wisatawan manca negara datang dari Eropa, Australia dan Amerika untuk menikmati ombaknya yang menantang bagi penggemar selancar. Perlu kerja keras untuk kembali menaikkan citra kawasan ini sebagai tujuan wisata pilihan. [ns/lt]