Parlemen Hong Kong Batalkan RUU Ekstradisi

Para demonstran anti pemerintah membagi-bagikan kaos kepada warga yang lewat dalam aksi hari Selasa (22/10).

Parlemen Hong Kong Rabu (23/10) secara resmi membatalkan Rancangan Undang-Undang ekstradisi yang memicu protes anti-pemerintah selama empat bulan.

Pada hari yang sama tersangka pembunuhan yang menjadi sumber masalah ini dibebaskan dari penjara di Hong Kong. Tetapi demonstran dan anggota parlemen yang beroposisi mengatakan ini adalah konsesi kecil yang tidak akan membuat mereka mundur dari lima tuntutan mereka pada pemerintah Hong Kong.

Laki-laki yang menjadi sumber masalah politik Hong Kong itu tidak banyak berbicara ketika dibebaskan dari penjara Rabu, hari yang sama ketika anggota parlemen secara resmi membatalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang membuat kota itu dilanda protes anti-pemerintah selama empat bulan.

Chan Tong-kai, usia 20 tahun, secara tidak sengaja memicu protes anti-pemerintah di kota kelahirannya, Hong Kong, ketika dengan kejam membunuh pacarnya yang hamil di Taiwan tahun lalu. Hong Kong, kota semi-otonomi China, mengutip kasusnya, Februari lalu ketika mengusulkan undang-undang yang akan memungkinkan orang Hong Kong seperti Chan diekstradisi ke China untuk diadili.

Usul itu menyulut demonstrasi di kota berpenduduk padat itu, yang sejak penyerahannya dari pemerintahan Inggris kembali ke China pada tahun 1997 diizinkan Beijing untuk beroperasi di bawah perjanjian "Satu Negara, Dua Sistem". Banyak penduduk Hong Kong menilai RUU ekstradisi itu langkah yang terlalu jauh menuju Beijing.

Kepala eksekutif kota itu, Carrie Lam, menangguhkan RUU itu Juni lalu, tetapi demonstrasi berlanjut. Demonstran dalam gerakan tanpa pemimpin itu mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah, mencakup hak pilih universal, penyelidikan terhadap kekerasan polisi selama protes, amnesti bagi demonstran dan penarikan penuh secara resmi RUU ekstradisi itu.

Hari Rabu, satu dari tuntutan itu dipenuhi ketika anggota Dewan Legislatif kota secara resmi membatalkan RUU itu.

Namun, aktivis Leung Kwok Hung mengatakan kepada VOA, itu tidak cukup.

"Menurut saya, konsesi ini terlalu sedikit dan sangat terlambat. Lima tuntutan dari rakyat Hong Kong seharusnya dipenuhi. Jadi, Carrie Lam harus memenuhi tuntutan lainnya, dan ia perlu menunjukkan kepemimpinan supaya seluruh masyarakat ingat hal-hal itu tidak boleh dilakukan lagi, dan ia perlu membuat peta jalan dan jadwal untuk menyelesaikan kemelut Hong Kong. Menurut saya rakyat Hong Kong tidak akan berhenti memrotes hanya karena konsesi yang terlambat dan kecil ini," tegasnya.

Segera setelah RUU itu resmi dibatalkan Rabu sore, anggota parlemen yang beroposisi meminta sekretaris keamanan kota itu mengundurkan diri. Ia tidak menjawab tuntutan mereka.

Hari Rabu, ketika muncul dari penjara di Hong Kong – setelah mendekam 19 bulan karena menggunakan kartu kredit pacarnya setelah kematiannya - Chan tampak lemah dan menyesal. Ia berhenti di dekat kamera, membungkuk dalam-dalam dan berkata pelan, "Kepada masyarakat, dan penduduk Hong Kong, saya hanya mampu mengatakan maaf."

Sementara itu demonstrasi siap memasuki pekan ke-21.(ka/jm)